BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Salat merupakan salah satu dari rukun islam . Dimana ke-urgenannya berbeda
dengan ibadah yang
lain, seperti pelaksanaan
ibadah zakat, puasa maupun haji.
Salat merupakan ibadah
yang sangat istimewa
karena Allah memerintahkan
secara langsung melalui
peristiwa isra mi’raj.
Historitas perintah tersebut
diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Sebagaimana kita
ketahui banyak sekali
ayat-ayat yang memerintahkan
kita untuk mengerjakan salat.
Dalam
Al Quran dan
Hadits telah dijelaskan
ket entuan (tanda-tanda) waktu
dilaksanakannya ibadah salat.
Hal ini dimaksudkan
agar salat tidak dilaksanakan
di sembarang waktu tanpa adanya alasan yang jelas. Tetapi tanda –tanda waktu salat yang termaktub di dalam
al-Quran hanya disebutkan secara umumnya
saja, sebagaimana termaktub dalam surat An Nisa ayat 103.
Artinya :
“Sesungguhnya salat itu
adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.”
(QS. an-Nisa’ [4] : 103).
Secara etimologi
salat berasal dari
kata shala. Yusholu,
salatan. Yang mengandung
arti do’a. lihat
A.W.Munawir. Kamus al-Munawir
Arab Indonesia Terlengkap.
Pustaka Progresif: Surabaya. 1997. hlm: 792. Sedangkan salat
menurut thermenologi adalah suatu ibadat yang terdiri dari perkataan-perkataan dan
perbuatan-perbuatan tertentu yang di mulai dengan takbiratul ihrom dan disudahi dean salam dengan disertai
syarat-syarat yang telah ditentukan, lihat Muslich Shabir.
Bimbingan Salat Lengkap. Mujahiddin: Semarang.
2001, hlm: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2008, hlm.
Artinya: “Laksanakan
salat dari sesudah
matahari tergelincir sampai
gelap malam dan (dirikanlah pula
salat) subuh, Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS. Al-Isra’
: 78) Ayat ini menerangkan waktu-waktu
salat yang lima. tergelincir matahari
untuk waktu salat Zhuhur dan Ashar,
gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
Artinya ;
“Maka sabarlah engkau
( Muhammad )
atas apa yang
mereka katakan, dan
bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan
bertasbih pulalah pada waktu-waktu di
malam hari dan pada waktu-waktu di siang
hari, agar engkau merasa tenang”,(QS
Thaha: 130) Artinya
: “..dan dirikanlah sembahyang itu pada
kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada bahagian permulaan
daripada malam.
Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat.” (QS. Huud ayat 114) Ibid ,hlm: 290 Ibid , hlm: 321 Ayat
tersebut hanya menyatakan
bahwa salat adalah
kewajiban yang telah
ditentukan waktunya, tetapi
pad a ayat-ayat di
atas tidak disebutkan kapan waktu pelaksanaannya dan berapa
jumlah waktu salat tersebut.
Secara umum ayat
tersebut sangat bersifat
kontradiktif, sehingga menimbulkan perbedaan
pemahaman terhadap teks
ayat tersebut. Ada
yang menyebutkan bahwa
waktu salat dalam sehari semalam ada tiga waktu, dan pendapat yang lain
memahami bahwa salat dalam
sehari semalam ada
lima waktu. Kendati demikian pada hakekatnya baik yang tiga maupun
yang lima tetap sama yakni lima waktu.
Hanya saja tentang kapan waktunya itu yang berbeda.
Di Indonesia,
yang lebih berkembang adalah lima waktu. Dimana pemahaman tentang ayat di
atas diperjelas dengan hadits
Nabi dari Jabir ra, yang diriwayatkan oleh Ahamad, An Nasay dan At Turmudzi,
yaitu sebagai berikutَ Artinya
: ”Bahwasannya Nabi
SAW. Didatangi oleh
malaikat Jibril lalu berkata Jibril
kepada Nabi SAW.:
berdirilah dan bershlatlah.
Maka
Nabi melaksanakan salat
Zuhur ketika matahri
telah tergelincir. Kemudian
Jibril dating kepada
Nabi di waktu
ashar dan berkata: berdirilah dan
bersalatlah. Maka nabi melaksanakan shlat ashar
di ketika bayangan
tiap-tiap sesuatu telah
menjadi sama. Kemudian
Jibril dating di
waktu Magrib dan
berkata: berdirilah dan
laksanakan salat. Maka
Nabi SAW melaksanakan salat
magrib di ketika
matahari telah terbenam.
Kemudian malaikat Jibril dating
kepada Nabi pada waktu isya dan berkata: berdirilah
dan bersalatlah. Maka
Nabi SAW mengerjakan
salat isya diketika
terbenam syafak. Kemudian
Jibril datang kepada Nabi
SAW di waktu
fajar dan berkata;
berdiri dan bersalatlah.
Maka Nabi SAW bersalat fajar ketika fajar
telah bersinar atau dia berkata: Diketika
fajar telah cemerlang.
Kemudian Jibril datang kepada Nabi
SAW pada asok harinya. Jibril datang kepada Nabi SAW di
waktu Zuhur dan
berkata: berdirilah dan
bersalatlah.
Maka Nabi SAW
bersalat Zuhur di
ketika di ketika
bayangan sesuatu telah
sama. Kemudian Jibril
datang kepada Nabi
SAW pada waktu ashar dan berkata:
berdirilah dan bersalatlah. Maka nabi mengerjakan
salat ashar di
ketika bayangan sesuatu telah menjadi dua
kali lebih panjang.kemudian Jibril
dating kepada Nabi
SAW pada waktu
magrib di waktu
kemarin juga, tidak berbeda.
Kemudian jibril dating kepada nabi bersalat isya ketika telah lewat separo malam atau sepertiga malam.
Kemudian jibril dating kepada
Nabi SAW untuk
salat fajar diketika
cahaya telah terang
sekali dan berkata:
berdiri dan bershlatlah.
Maka Nabi SAW bersalat fajar.
Kemudian jibril berkata: antara dua waktu ini, itulah waktu salat”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai
dan Thirmidhi) Dari uraian hadits di atas dapat diperinci
dengan ketentuan-ketentuan waktu salat sebagai berikut: 1. Waktu Zuhur
Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, Juz. 29, Hal, Muhammad
hasbi ash-Shidieqy. Mutiara
Hadits. Semarang: Pustaka
Rizki Putra. Buku ke-3.
2003. hlm: 147 Dalam hadits
tersebut dikatakan bahwa
Nabi Muhammad SAW
salat Zuhur saat matahari
tergelincir dan disebutkan pula ketika bayang-bayang sama panjang dengan dirinya.
2.
Waktu Ashar Dalam hadits bahwa
Nabi melakukan salat
Ashar pada saat
panjang bayang-bayang sepanjang
dirinya. Dan juga
disebutkan masih dalam hadits
di atas, saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya.
3.
Waktu Magrib Dimulai sejak matahari terbenam sampai terbenam syafak 4.
Waku Isya Dimulai sejak terbenam
syafak sampai tengah
malam atau sampai
terbit fajar.
5.
Waktu Subuh Sejak terbit fajar sampai
terbit matahari Dalam bahasa Indonesia
artinya mega merah, yaitu bias cahaya matahari yang dipantulkan oleh
partikel-partikel yang berada
di angkasa pada
senja hari. Hilangnya
mega merahini sebagi pertanda masuknya awal waktu isya yang menurut
imam Syafi’I manakala matahari berkedudukan - di
bawah horizon dan menurut Imam Abu Hanifah
manakala matahari
bekedudukan - di bawah horizon.
Sementara menurut hasil
penelitian jawatan angkatan
alut bahwa mega
merah dikatakan hilang pada
kedudukan matahari - di bawah ufuk
sebelah barat.
Cahaya kemerahan
di langit sebelah
timur sebelum matahari
terbit, yaitu saat
matahari tebit pada posisi jarak
zenith 108 derajat atau dengan kata lain kira-kira matahari amsih berada 18 derajat
di bawah ufuk
sebelah timur. Dalam
fikih dibedakan atas
dua macam, yaitu
fajar kizib (kazib) dan fajar sidik (sadiq). Fajar kizib
adalah cahaya kemerahan yang tampak dalam beberapa saat kemudan menghilang sebelum fajar sidik. Fajar sidik dalam bahasa inggeris
dikenal dengan twilight false
atau zodiacal light.
Fajar sidik adalah
waktu dini hari
menjelang pagi sebelum matahari
terbit. Fajar sidik
di mulai sejak
bulatan matahari pada
posisi 18 derajat.
Secara astronomi, fajar
(morning twilight) dibagi menjadi
tiga: fajar astronomi,
fajar nautika, dan
fajar sipil. Fajar
astronomi didefinisikan sebagai
akhir malam, ketika
cahaya bintang mulai
meredup karena mulai
munculnya hamburan cahaya matahari.
Biasanya didefinisikan berdasarkan
kurva cahaya, fajar
astronomi ketika matahari
berada sekitar 18
derajat di bawah
ufuk. Fajar nautika adalah
fajar yang menampakkan
ufuk bagi para
pelaut, pada saat
matahari berada sekitar
12 derajat di bawah ufuk. Fajar
sipil adalah fajar yang
mulai menampakkan benda-benda di sekitar Sebenarnaya masih banyak ayat al-Quran dan
Hadits yang menunjukan tentang waktu
salat, tetapi dalam
latar belakang ini,
penulis hanya menguraikan
beberapa ayat dan
satu hadits. Hadits
di atas dijadikan sebagai dasar dari penentuan waktu-waktu salat fardhu. Tetapi jika diamati
ketentuan waktu salat
yang diterangkan atau
ditunjukkan oleh Rasulullah
SAW sebagaimana termaktub pada hadits
di atas baru sebatas fenomena alam, tidak ada spesifikasi kapan waktunya. Akan tetapi
secara otomatis fenomena alam seperti ini akan memunculkan persoalan
bagi kita, pada saat langit mendung dan
matahari tidak memantulkan
sinarnya, maka kita
akan kesulitan dalam mendeteksi posisi
matahari untuk dijadikan
dasar penentuan awal
dan akhir waktu salat Dengan adanya
persoalan seperti ini , perlu
sebuah rumusan dalam menentukan awal
waktu salat. Artinya
perlu konsep kejelasan
waktu yang tepat. Dalam hal ini lebih kongkritnya penulis sebut dengan kejelasan
“jam”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi