BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar wasiat merupakan
penghibahan harta dari seseorang kepada orang
lain atau kepada
beberapa orang sesudah
meninggalnya orang tersebut.
Di sisi lain
wasiat juga merupakan
tasharruf (pelepasan) terhadap harta
peninggalan yang dilaksanakan
sesudah meninggal dunia
seseorang.
Pada
dasarnya memberikan wasiat
merupakan tindakan ikhtiyariyah,
yakni suatu tindakan yang
dilakukan atas dorongan kemauansendiri dalam keadaan bagaimanapun.
Menurut asal
hukum wasiat adalah
suatu perbuatan yang
dilakukan dengan kemauan
hati dalam keadaan
apapun dan tidak
ada paksaan dari berbagai
pihak. Karenanya tidak ada dalam syari’at
Islam suatu wasiat yang wajib
dilakukan dengan jalan
putusan hakim.
Dalam
pendapat lain mengatakan wasiat merupakan pesan terakhir
dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat
berupa pesan tentang
apa yang harus
dilaksanakan para penerima
wasiat terhadap harta
peninggalannya atau pesan
lain di luar
harta peninggalan.
Wasiat menurut
bahasa mengandung beberapa
arti: menjadikan, menaruh
belasan kasihan, berpesan,
menyambung, memerintahkan, mewajibkan. Secara etimologi, para ahli hukum
Islammengemukakan bahwa wasiat adalah
pemilikan yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat Moh.
Muhibbin, Hukum Kewarisan
Islam Sebagai Pembaruan
Hukum Positif di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 145 Ibid,
148 2 meninggal
dunia dengan jalan
kebaikan tanpa menuntut
imbalan atau tabarru'.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian ini
sejalan dengan definisi yang
dikemukakan oleh para
ahli hukum Islam
dikalangan Mazhab Hanafi
yang mengatakan wasiat
merupakan tindakan seseorang
yang memberikan haknya
kepada orang lain
untuk memiliki sesuatu
baik kepada orang
lain untuk memiliki
sesuatu, baik berupa
kebendaan maupun manfaat secara
suka rela tanpa
imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan
sampai terjadi kematian orang
yang menyatakan wasiat tersebut.
Wasiat dalam
hukum Islam pada
dasarnya hanya ditujukan
kepada orang lain
di luar ahli
waris, atau terutama
kepada ahli waris yang
karena alasan lain seperti mahjub(terhalang oleh ahli waris lain) tidak
mendapatkan warisan. Sedangkan wasiat terhadap ahli waris, hanya dimungkinkan
bila ahli waris yang lain menyetujui
pemberian wasiat dari yang memberi wasiat.
Sehubungan
dengan hal tersebut,
wasiat mempunyai beberapa
arti yaitu menjadikan,
menaruh kasih sayang,
menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Secara umum
kata wasiat disebutkan dalam Al-Qur’an
sebanyak 9 kali, dalam bentuk kata kerja disebut sebanyak 14 kali, dalam
bentuk kata benda
jadian disebut sebanyak
2 kali, hal
yang berhubungan dengan wasiat ini
seluruhnya disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 25 kali.
Asymuni A.
Rahman et. al.,
Ilmu Fiqh 3,
Proyek Pembinaan Prasarana
dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN Direktorat
Jenderal pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta: Departemen Agama, 1986,
hlm. 181 Muhammad
Amin Summa, Hukum
Keluarga Islam di
Dunia Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 131 Ibid, hlm. 149 3 Menurut ketentuan
hukum Islam, bahwa
bagi seorang yang
merasa telah dekat
ajalnya dan ia
meninggalkan harta yang
cukup (apalagi banyak) maka diwajibkan kepadanya untuk membuat wasiat
bagikedua orang tuanya demikian juga
bagi kerabat yang lainnya, terutama sekali apabila ia telah pula dapat
memperkirakan bahwa harta
mereka (kedua orang tuanya
dan kerabat lainnya) tidak cukup untuk keperluan mereka.
Wasiat
bukan saja dikenal
dalam hukum Islam,
tetapi dikenal juga dalam
hukum perdata BW.
Wasiat
dalam hukum perdata
dikenal dengan nama
testament yang diatur dalam buku
kedua bab ketiga belas. Dalam pasal 875
BW dikemukakan bahwa surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat
pernyataan seseorang tentang
apa yang dikehendakinya setelah
ia meninggal dunia
dan dapat dicabut
kembali oleh orang
yang menyatakan wasiat
itu. Pernyataan kehendak
yang berupa amanat
terakhir orang yang menyatakan
wasiat itu dikemukakan secara lisan di hadapan notaris dan dua orang
saksi. Wasiat dalam
hukum perdata harus
dibuat dalam bentuk
surat wasiat (testamen) dan
pembuatan surat wasiat itu merupakan perbuatan hukum yang sangat pribadi.
Baik hukum
Islam maupun hukum
barat, keduanya tidak membenarkan atau melarang wasiat
seorang yang merugikan ahli waris yang sudah seharusnya
mendapatkan warisan. Burgerlijk
Wetboek (BW) menegaskan bahwa segala harta peninggalan
seseorangyang meninggal dunia, Suhrawardi
K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 44 Abdul Manan,
Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 150 4 adalah kepunyaan
sekalian ahli warisnya
menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah
diambilnya sesuatu ketetapan yang ada.
Ada beberapa
perbedaan antara wasiat
dengan hibah.
Pada
hibah, pemilikan dari
pemberian itu terjadi
setelah selesai pernyataan
hibah diucapkan atau dinyatakan
oleh yang menghibahkan, sedangkan pada
wasiat pemilikan itu
baru terjadi setelah
meninggal dunia orang
yang berwasiat, bahkan jika orang yang menerima wasiat lebih dahulumeninggal
dari orang yang berwasiat, maka wasiat
itu menjadi batal, kecuali ada perjanjian bahwa ahli
waris orang yang
menerima wasiat boleh
menerima wasiat itu.
Hibah hanya berupa pemberian
harta hak milik, sedang wasiat bentuk pemberiannya lebih luas dari itu, boleh berupa harta milik,
pembebasan hutang, manfaat dan sebagainya.
Hibah tidak dapat dibatalkan, sedangkanwasiat dapat dibatalkan bila
orang yang menerima
wasiat lebih dahulu
meninggal dari orang
yang berwasiat.
Sedangkan perbedaan
wakaf dengan wasiat,
pada masalah wakaf pokok harta
ditahan dan menyerahkan
manfaatnya saja. Namun
dalam hal wasiat
kepemilikan diserahkan sepenuhnya
setelah kematian dengan
cara memberikan (tabarru’)
bendanya maupun manfaatnya.
Mengenai
batas maksimal untuk wakaf tidak
ada batasnya, sementara dalam wasiat tidak boleh lebih
dari sepertiga kecuali
atas izin ahli
waris. Di sisi
lain wakaf boleh Asymuni A. Rahman et. al., op. cit., hlm. 181
Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Intisari Fiqh Islam, Surabaya: Pustaka La
Raiba Bima Amanta (eLBA), 2007, hlm. 171
5 diberikan
kepada ahli waris,
sedangkan wasiat tidak boleh
diberikan kepada ahli waris kecuali dengan izin ahli waris yang
lain.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi