Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH SISTEM ABOGE DI DESA KRACAK KECAMATAN AJIBARANAG KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Selama ini umat Islam di dunia sering mengalami perbedaan dalam penentuan awal bulan kamariah, di Indonesia sendiri seringkali mengalami peristiwa yang membingungkan saat penentuan awal bulan kamariah, tepatnya hari pertama sebuah bulan yang terkait dengan prosesi ibadah.
 Setidaknya ada tiga bulan yang selalu diperhatikan oleh kaum muslimin khususnya para ahli falak, ketiga bulan tersebut adalah Ramadan, Syawal, dan Zulhijah karena di dalam ketiga bulan tersebut terdapat waktu pelaksanaan ibadah yang sangat urgen bagi umat Islam.
Untuk menentukan awal Ramadan, tentu akan memperhatikan kapan terjadinya akhir bulan Syakban sebagai pertanda untuk dimulainya puasa Ramadan. Kemudian saat menentukan akhir bulan Ramadan karena sangat terkait dengan bulan berikutnya yaitu bulan Syawal di mana saat ibadah Idul Fitri dilaksanakan. Dan yang terakhir adalah bulan Zulhijah, saat di mana ibadah salat Idul Adha dilaksanakan yaitu pada hari kesepuluh pada bulan tersebut.

Bagi umat Islam, pembahasan penentuan awal bulan kamariah bukan saja hal yang penting, tetapi juga masalah yang cukup pelik. Dikatakan penting karena sistem kalender yang harus dijadikan pedoman dalam beberapa  Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta : Amythas Publicita, 2007, hlm.
 pengamalan ajaran Islam adalah sistem kalender yang pengukurannya berdasarkan pada peredaran bulan (qamar), yang produknya berdasarkan kalender kamariah. Tidak sedikit ajaran agama Islam yang pelaksanaannya terkait dengan tanggal, sebagaimana disebut di atas. Semua ketentuan ibadah tersebut didasarkan pada kalender. Dikatakan pelik, karena penentuan awal bulan kamariah tidak hanya persoalan agama tetapi lebih dari itu, merupakan masalah multidimensional di samping menyangkut agama, juga menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial, hukum, bahkan masuk pada ranah politik.
 Sebenarnya perbedaan yang sering muncul ini adalah akibat sikap kehati-hatian umat Islam, karena ada prosesi ibadah yang apabila dilakuakan pada hari yang salah maka akan mengakibatkan ketidak-absahan ibadah tersebut bahkan mengakibatkan keharaman atau menjadi berdosa bila dikerjakan.
Puasa pada bulan Ramadan wajib hukumnya bagi setiap individu muslim dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Namun, ada ketentuan syari’ah yang mengatakan bahwa berpuasa pada tanggal 1 Syawal adalah haram hukumnya. Begitu juga dengan tanggal 9 bulan Zulhijah merupakan puncak ibadah bagi umat Islam yang sedang mengerjakan ibadah haji di  Oman Fathurohman, dalam makalah penentuan awal bulan kamaariah, disampaikan dalam seminar nasional penentuan awal bulan kamaariah di Indonesia : Merajut Ukhwah di Tengah Perbedaan. Diselenggarakan oleh Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 29 Djulka’dah – 2 Zulhijah 1429 H / 27-30 Oktobrer 2008, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Barat Tamantirto Kasiahan Bantul Yogyakarta. hlm.
 Makkah yakni wukuf di padang Arafah.
 Bertepatan dengan hal itu, umat Islam di belahan dunia dalam rangka penghormatan disunahkan untuk melakukan puasa Arafah pada hari tersebut. Dan tepat pada tanggal 10 bulan Zulhijah umat Islam di berbagai penjuru dunia melaksanakan salat Idul Adha, sedangkan pada hari berikutnya 11, 12, dan 13 adalah hari yang diharamkan untuk melaksanakan puasa yang biasa disebut dengan hari tasyriq. Bukankah hal ini akan menjadi sangat fatal bila terjadi kesalahan.
Karena terkait ibadah itulah umat Islam sangat hati-hati dalam menentukan dimulainya bulan baru khususnya bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Sedangkan pada bulan-bulan lain yang tidak terkait dengan masalah ibadah tidaklah terlalu diperhitungkan. Untuk mengawali bulan Muharam misalnya, apabila terjadi kesalahan maka tidak mengakibatkan adanya ibadah yang tidak sah atau diharamkan sehingga hampir tidak pernah diperselisihkan.
Pada tanggal 10 Muharam memang disunahkan untuk mengerjakan puasa, namun jika meleset dikerjakan pada tanggal 9 atau setelah tanggal 10 yakni pada tanggal 11 Muharam kesalahan ini tidak akan menjadikan keharaman puasa itu. Jelaslah bahwa perbedaan yang terjadi adalah sebuah spirit karena kehati-hatian, bukan semata-mata karena dogma-dogma yang mati tanpa kompromi.
Wacana tentang cara melihat hilal untuk penentuan awal bulan kamariah yang terkait dengan masalah prosesi ibadah telah lama menjadi kontroversial, selama berpuluh-puluh tahun di Indonesia selalu menyangkut  Tono Saksono, op.cit. hlm.
 dua metode yang berbeda. Dua metode tersebut apakah dengan melihat secara langsung (rukyat) atau dengan perhitungan astronomis yang menyangkut matematik (hisab). Munculnya dua metode ini, merupakan hasil interpretasi yang berbeda terhadap dalil-dalil yang digunakan dalam penentuan awal bulan kamariah. Di antara dalil tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut: Bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami Abu Usamah bercerita kepada Kami Ubaidillah dari Nasi¶bin Umar radiallahu anhu bahwa Rasulullah Saw menuturkan masalah bulan Ramadan sambil menunjukkan kedua tangannya kemudian berkata;bulan itu seperti ini, seperti ini, seperti ini, kemudian menelungkupkan ibu jarinya pada saat gerakan yang ketiga. Maka berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal pula, jika terhalang oleh awan terhadapmu maka genapkanlah tiga puluh hari.
Ñ Bercerita kepada kami Ibnu Numair berceriata kapada kami ayahku bercerita kepada kami Ubaidillah dengsan memakai jalur periwayatan ini, dia bekata : jika kalian terhalang oleh awan maka  Maktabah Syamilah, Shahih Muslim, edisi ke-2, zus ke-5, hadis ke-1796 hlm. 431.
 genapkanlah tiga puluh hari, sebagaimana hadis Abu Usamah. Dan bercerita kepada kami Ubaidillah bin Abi Said bercerita kepada kami Yahya bin Abi Said dari Ubaidillah dengan memakai sanad ini, Ia berkata Rasulullah Saw bersabda mengenai bulan Ramadan beliau berkata bulan itu jumlah tiga puluh hari, bulan itu seperti ini, seperti ini, seperti ini dan berkata estimasikanlah dan tidak mengatakan tiga puluh hari.
Hadis dalam redaksi yang berbeda diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut : Bercerita kepada kami Adam bercerita kepada kami Syu¶bah bercerita kepada kami Muhammad bin Ziyad dia berkata saya menedengar Abu Hurairah dia berkata Nabi Saw bersabda atau berkata Abu Qosim Saw berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal pula, jika hilal terhalang oleh awan terhadapmu maka genapkanlah bulan Sya¶ban tiga puluh hari.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi