BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup dengan segenap fitrah yang ada
di dalam dirinya yang diciptakan Allah
SWT bersama dengan proses penciptaan manusia. Salah satu bentuk fitrah itu adalah adanya sebagai macam
kebutuhan dalam diri manusia.
tanggung jawab manusia adalah
memenuhi kebutuhan itu dengan cara yang benar, dengan fitrah itu manusia menjalani berbagai aktivitas, bermasyarakat, berkomunikasi, berketurunan, dan lain
sebagainya serta berusaha mengatur segala sesuatu termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi,
agar dapat menjalani kehidupan dengan
sebaik-baiknya.
Dalam kerangka ekonomi, barang
dan jasa adalah dua komunitas utama yang
diperlukan manusia untuk mencukupi segala kebutuhannya, yang masingmasing
memiliki nilai guna yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan itu, sebagaimana dalam firman Allah SWT َ
Artinya: Dialah yang menciptakan untuk kalian semua apa saja yang ada di bumi(QS Al-Baqaroh : Artinya: Allah lah yang
telah menunjukkan untuk kalian lautan agar bahtera bisa berjalan di atasnya dengan kehendak-Nya,
juga agar kalian bisa mengambil
kebaikannya (QS. Al-Jatsiyah: 12) Artinya:
Allah telah menundukkan untuk kalian apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi (Qs. Al-Jatsiyah.:
13) Jadi, Allah telah menyediakan
berbagai macam bentuk barang di alam semesta
ini untuk agar manusia sesuai fitrah nya-terdorong untuk memanfaatkan semua itu demi kemaslahatan hidupnya, karena
harta berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan usaha manusia adalah sarana untuk memperoleh harta, maka harta adalah dasar dari manfaat,
sedangkan usaha manusia adalah sarananya.
Definisi
al-mal(harta) secara bahasa adalahsegala sesuatu yang dimiliki, sedangkan menurut istilah, harta adalah segala
sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam
berbagai urusan yang syar’i, seperti jual beli, perdagangan, hutang-piutang, untuk keperluan konsumsi, atau hibah.
Konsep
kepemilikan dapat dipahami sebagai suatu
hubungan antara manusia dan obyek atau benda, yang diatur dalam undang-undang.
Tentang kepemilikan, Islam
memiliki konsep yang khas dan unik, yang sangat berbeda dengan semua sistem ekonomi
lainnya. Dalam pandangan Islam, pemilik
asal semua harta dengan segalamacamnya adalah Allah SWT, sebab ibid,
h. 499 M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar
Ekonomi Islam (Bogor : Al-Izzah Press.
2009),h. 114 Muhammad
Husain Abdullah, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam(Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2002), h. 105 Dialah Pencipta, Pengatur, dan Pemilik segala
yang ada di alam semesta ini.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an Artinya : Dialah Allah yang
menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu
kemudian Dia menuju langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al-Baqoroh.:29).
Sedangkan manusia adalah pihak
yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT
untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut. Allah juga berfirman: Artinya : Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rosul-Nya, dan nafkahkanlah sebagian
dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
(QS. Al-Hadid.: 7).
Karena semua harta kekayaan
merupakan milik Allah SWT, maka hanya Dia
pula yang berhak dan memiliki otoritas penuh menyerahkan kekayaan tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
siapapun yang telah mendapatkan tersebut,
sebaliknya, siapapun yang tidak mendapatkan izin dari-Nya untuk memiliki suatu harta, dia buka sebagai pemilik
sah harta tersebut, sekalipun secara fakta
harta itu berada ditangannya ataudibawah kekuasaannya. Dengan demikian, sebuah kepemilikan atas harta kekayaan untuk
manusia baru dapat dipandang sah manakala
telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
Ahmad
Muhammad al-Asal dan Fathi Ahmad Abd. Al-Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam (Bandung : Pustakan Setia.
1999), h. 42-43 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…,h. 5 ibid,
h. 538 Pandangan ini berbeda dengan
paham kapitalis yang menganggap harta sebagai
milik manusia karena manusia yang mengusahakannya. Karena itu, manusia bebas mendapatkannya dan bebas pula
memanfaatkannya. Dari pandangan inilah
muncul falsafah kebebasan pemilikan, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, menurut paham ini,
manusia bebas menentukan cara mendapatkan
dan memanfaatkan hartanya.
Pandangan
Islam juga berbeda dengan sosialisme yang berkebalikan dengan sistem kapitalisme, yaitu tidak
mengakui kepemilikan individu, semua adalah
milik Negara, individu diberi sebatas yang diperlukan dan dia bekerja sebatas yang bisa. Sosialisme mematikan
kreativitas manusia, dimensi individual dan
motif-motif manusia dihilangkan. Prinsip ini ternyata berakibat sangat fatal, karena kepemilikan individu tidak diakui,
dorongan pencapaian pribadi menjadi tidak
ada. Tidak ada gairah kerja. Pada gilirannya, terjadilah penurunan secara drastis produktivitas masyarakat karena mereka
telah kehilangan hasrat untuk memperoleh
keuntungan (Profit-Motives), sesuatu yang sebenarnya sangat manusiawi.
Jadi,
pandangan Islam tentang kepemilikan berbeda dengan kapitalisme yang memberikan kebebasan seluas-luasnya pada
kuantitas (jumlah) dan kualitas (kemampuan)
perolehan harta serta pemanfaatan ; berbeda pula dengan sosialisme yang mengatur secara ketat baik kuantitas
maupun kualitas harta. Dalam Islam tidak
ada kebebasan kepemilikan, tetapi tidak ada pula pembatasan secara mutlak.
Islam secara tepat mengatur cara
bukan jumlah pemilikan serta cara pemanfaatan kepemilikan, cara pemilikan yang sah adalah
izin dari syari’ah dalam menguasai zat
dan manfaat suatu harta, artinya, melalui hukum Syari’ah Islam, Allah Ismail
Yusanto, Islam Ideologi Refleksi Cendikiawan Muda(Bangil : Al-Izzah. 1928), h.
200 ibid, h. 200-201 memberikan sejumlah aturan mengenai cara
perolehan dan pemanfaatan kepemilikan.
Artinya : Makan dan minumlah
kalian dari rizki yang telah Allah berikan dan janganlah kalian berkeliaran dimuka ini dengan
berbuat kerusakan. (QS. AlBaqoroh.: 60 Artinya : Hai manusia, makanlah yang hal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi
dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi
kalian. (QS. Al-Baqoroh.: 168) Melalui
syari’ah, Islam menetapkan bahwa kepemilikan atas harta tidaklah ditentukan oleh jenis harta yang dapat dimilikinya
ataupun berdasarkan pada penilaian
apakah harta itu disukai atau tidak, memberikan manfaat atau tidak, oleh karena itu, sistem ekonomi Islam mengatur
bahwa meski semua benda diciptakan Allah,
tidak seluruh benda itu untuk dikonsumsi seperti babi, minuman keras, narkotika, dan sebagainya, tidaklah bebas
untuk dimiliki meski manusia mungkin saja
mampu mendapatkan, memproduksi ataupun membeli.
Barang-barang yang M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus,
PengantarEkonomi Islam,h, 116 Departemen
Agama RI, Al-Qur’an…, h. 9 ibid,
h. 25 Taqiyuddin
an-Nabhani, Sitem Ekonomi Islam (Bogor : Al-Azhar Press. 2009), h. 66 telah
ditetapkan sebagai milik bersama (umum)atau milik Negara juga tidak bisa bebas begitu saja dimiliki oleh individu.
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halkan bagi kamu,
dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang hal
lagi baik dari apa yang Allah Telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.(QS. Al-Maaidah.: 87-88) Secara logika dapat dipastikan apa-apa yang
diciptakan Allah SWT untuk manusia
pastilah mencukupi untuk seluruh manusia, karena pada dasarnya, alokasi harta atau kekayaan ini ditujukan
selain mengharapkan ridlo Allah, adalah untuk
mewujudkan kerjasama di dalam masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap kemakmuran
diri, keluarga, dan masyarakat.
Persoalan kepemilikan terjadi ketika manusia
berkumpul membentuk suatu komunitas dan
berinteraksi untuk memahami kebutuhan akan kelangsungan hidupnya. Dalam perjalanan tidak sedikit pula
ada kelompok manusia lain yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah kemudian urgensitas pembahasan konsep kepemilikan menjadi jawaban
bagaimana seharusnya pengaturan
kepemilikan terhadap segala yang sudah dianugerahkan oleh Allah SWT dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh
manusia secara adil.
Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam
Islam (Bogor : Pustaka Tharikul Izzah), h.
163 Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 122 Abdullah Abdul Husain at-Tariqih, Ekonomi
Islam : Prinsip, Dasar dan Tujuan Terjemahan M. Irfan(Yogyakarta : Magistra Insani. 2004),
h. 215 Dari latar belakang pemahaman
tentang Syariat Islam dan situasi politik serta kondisi kaum muslim pada masa hidupnya,
lahirlah pemikirannya tentang bagaimana
upaya mengembalikan kesejahteraan dan kebangkitan umat Islam.
Dalam hal ini tak luput dari perhatiannya
yaitu tentang perekonomian.
Taqiyuddin an-Nabhani adalah
seorang pemikir dari dunia Islam yang mempunyai
gagasan tentang persoalan ekonomi yang selama ini masih berkembang, yakni sistem kapitalis dan
sosialis. Ia menyumbangkan gagasannya terhadap
kegagalan sistem kapitalis dan sosialis dalam memenuhi kebutuhan manusia dan ia juga menyoroti terhadap sistem
kapitalisme dan sosialisme yang telah
gagal dalam membangun paradigma ekonomi dunia, sehingga menurutnya patut untuk mengembalikan fitrah ekonomi
manusia pada kedudukan yang proporsional,
sebab sistem ekonomi Islam telah mengatur hukum-hukum perekonomian bagi umat manusia, yang bertujuan
untuk memujudkan masyarakat yang
berkehidupan sejahtera di dunia maupun di akhirat, yakni tercapainya pemuasan yang optimal dalam berbagai kebutuhan
yaitu jasmani dan rohani, perseorangan
maupun masyarakat.
B.
Rumusan Masalah Dari kerangka
latar belakang masalah di atas, agar lebih jelas dan operasional, maka perlu diformulasikan
beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani
tentang kepemilikan dalam sistem ekonomi
Islam? 2. Bagaimana aplikasi kepemilikan dalam sistem
ekonomi Islam menurut Taqiyuddin
An-Nabhani? Tiara
Wacana Yogya dan P3EI UII Yogyakarta Cet.1, Berbagai Aspek Ekonomi(Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya,1992)hal,61 C. Kajian Pustaka Kajian terhadap pemikiran Taqiyuddin
An-Nabhani tentang kepemilikan dan
aplikasinya dalam sistem ekonomi Islam pada dasarnya belum ada yang membahas, maka penulis dalam hal ini akan
menjelaskan sedikit pemikiran Taqiyuddin
An-Nabhani tentang ekonomi, terutama pemikiran Taqiyuddin AnNabhani tentang
kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi