Jumat, 15 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN TAQIYUDDIN AN-NABHANI TENTANG KEPEMILIKAN DAN APLIKASINYA MENURUT SISTEM EKONOMI ISLAM


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Manusia hidup dengan segenap fitrah yang ada di dalam dirinya yang  diciptakan Allah SWT bersama dengan proses penciptaan manusia. Salah satu  bentuk fitrah itu adalah adanya sebagai macam kebutuhan dalam diri manusia.
tanggung jawab manusia adalah memenuhi kebutuhan itu dengan cara yang benar,  dengan fitrah itu manusia menjalani  berbagai aktivitas, bermasyarakat,  berkomunikasi, berketurunan, dan lain sebagainya serta berusaha mengatur segala  sesuatu termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi, agar dapat menjalani kehidupan  dengan sebaik-baiknya.

Dalam kerangka ekonomi, barang dan jasa adalah dua komunitas utama  yang diperlukan manusia untuk mencukupi segala kebutuhannya, yang masingmasing memiliki nilai guna yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan itu,  sebagaimana dalam firman Allah SWT  َ Artinya: Dialah yang menciptakan untuk kalian semua apa saja yang ada di  bumi(QS Al-Baqaroh : Artinya: Allah lah yang telah menunjukkan untuk kalian lautan agar bahtera  bisa berjalan di atasnya dengan kehendak-Nya, juga agar kalian bisa  mengambil kebaikannya (QS. Al-Jatsiyah: 12)  Artinya: Allah telah menundukkan untuk kalian apa saja yang ada di langit  dan apa saja yang ada di bumi (Qs. Al-Jatsiyah.: 13)  Jadi, Allah telah menyediakan berbagai macam bentuk barang di alam  semesta ini untuk agar manusia sesuai fitrah nya-terdorong untuk memanfaatkan  semua itu demi kemaslahatan hidupnya, karena harta berfungsi untuk memenuhi  kebutuhan manusia dan usaha manusia adalah sarana untuk memperoleh harta,  maka harta adalah dasar dari manfaat, sedangkan usaha manusia adalah  sarananya.
  Definisi al-mal(harta) secara bahasa adalahsegala sesuatu yang dimiliki,  sedangkan menurut istilah, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan  dalam berbagai urusan yang syar’i, seperti jual beli, perdagangan, hutang-piutang,  untuk keperluan konsumsi, atau hibah.
  Konsep kepemilikan dapat dipahami  sebagai suatu hubungan antara manusia dan obyek atau benda, yang diatur dalam  undang-undang.
Tentang kepemilikan, Islam memiliki konsep yang khas dan unik, yang  sangat berbeda dengan semua sistem ekonomi lainnya. Dalam pandangan Islam,  pemilik asal semua harta dengan segalamacamnya adalah Allah SWT, sebab    ibid, h. 499    M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam (Bogor : Al-Izzah Press.
2009),h. 114    Muhammad Husain Abdullah, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam(Bogor : Pustaka Thariqul  Izzah. 2002), h. 105  Dialah Pencipta, Pengatur, dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini.
  Hal  ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Artinya :  Dialah Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi  untukmu kemudian Dia menuju langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi  tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqoroh.:29).
Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah  SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut. Allah juga berfirman:  Artinya : Berimanlah kamu kepada Allah dan Rosul-Nya, dan nafkahkanlah  sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
(QS. Al-Hadid.: 7).
Karena semua harta kekayaan merupakan milik Allah SWT, maka hanya  Dia pula yang berhak dan memiliki otoritas penuh menyerahkan kekayaan  tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya, siapapun yang telah mendapatkan  tersebut, sebaliknya, siapapun yang tidak mendapatkan izin dari-Nya untuk  memiliki suatu harta, dia buka sebagai pemilik sah harta tersebut, sekalipun secara  fakta harta itu berada ditangannya ataudibawah kekuasaannya. Dengan demikian,  sebuah kepemilikan atas harta kekayaan untuk manusia baru dapat dipandang sah  manakala telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
  Ahmad Muhammad al-Asal dan Fathi Ahmad Abd. Al-Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan  Ekonomi Islam (Bandung : Pustakan Setia. 1999), h. 42-43    Departemen Agama RI, Al-Qur’an…,h. 5    ibid, h. 538  Pandangan ini berbeda dengan paham kapitalis yang menganggap harta  sebagai milik manusia karena manusia yang mengusahakannya. Karena itu,  manusia bebas mendapatkannya dan bebas pula memanfaatkannya. Dari  pandangan inilah muncul falsafah kebebasan pemilikan, yang merupakan bagian  dari hak asasi manusia, menurut paham ini, manusia bebas menentukan cara  mendapatkan dan memanfaatkan hartanya.
  Pandangan Islam juga berbeda dengan sosialisme yang berkebalikan  dengan sistem kapitalisme, yaitu tidak mengakui kepemilikan individu, semua  adalah milik Negara, individu diberi sebatas yang diperlukan dan dia bekerja  sebatas yang bisa. Sosialisme mematikan kreativitas manusia, dimensi individual  dan motif-motif manusia dihilangkan. Prinsip ini ternyata berakibat sangat fatal,  karena kepemilikan individu tidak diakui, dorongan pencapaian pribadi menjadi  tidak ada. Tidak ada gairah kerja. Pada gilirannya, terjadilah penurunan secara  drastis produktivitas masyarakat karena mereka telah kehilangan hasrat untuk  memperoleh keuntungan (Profit-Motives), sesuatu yang sebenarnya sangat  manusiawi.
  Jadi, pandangan Islam tentang kepemilikan berbeda dengan kapitalisme  yang memberikan kebebasan seluas-luasnya pada kuantitas (jumlah) dan kualitas  (kemampuan) perolehan harta serta pemanfaatan ; berbeda pula dengan sosialisme  yang mengatur secara ketat baik kuantitas maupun kualitas harta. Dalam Islam  tidak ada kebebasan kepemilikan, tetapi tidak ada pula pembatasan secara mutlak.
Islam secara tepat mengatur cara bukan jumlah pemilikan serta cara pemanfaatan  kepemilikan, cara pemilikan yang sah adalah izin dari syari’ah dalam menguasai  zat dan manfaat suatu harta, artinya, melalui hukum Syari’ah Islam, Allah    Ismail Yusanto, Islam Ideologi Refleksi Cendikiawan Muda(Bangil : Al-Izzah. 1928), h. 200    ibid, h. 200-201  memberikan sejumlah aturan mengenai cara perolehan dan pemanfaatan  kepemilikan.
Artinya : Makan dan minumlah kalian dari rizki yang telah Allah berikan dan  janganlah kalian berkeliaran dimuka ini dengan berbuat kerusakan. (QS. AlBaqoroh.: 60 Artinya : Hai manusia, makanlah yang hal lagi baik dari apa yang terdapat di  bumi dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya  syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (QS. Al-Baqoroh.: 168)  Melalui syari’ah, Islam menetapkan bahwa kepemilikan atas harta tidaklah  ditentukan oleh jenis harta yang dapat dimilikinya ataupun berdasarkan pada  penilaian apakah harta itu disukai atau tidak, memberikan manfaat atau tidak, oleh  karena itu, sistem ekonomi Islam mengatur bahwa meski semua benda diciptakan  Allah, tidak seluruh benda itu untuk dikonsumsi seperti babi, minuman keras,  narkotika, dan sebagainya, tidaklah bebas untuk dimiliki meski manusia mungkin  saja mampu mendapatkan, memproduksi ataupun membeli.
   Barang-barang yang     M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, PengantarEkonomi Islam,h, 116     Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 9     ibid, h. 25     Taqiyuddin an-Nabhani, Sitem Ekonomi Islam (Bogor : Al-Azhar Press. 2009),  h. 66  telah ditetapkan sebagai milik bersama (umum)atau milik Negara juga tidak bisa  bebas begitu saja dimiliki oleh individu.
  Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa  yang baik yang Telah Allah halkan bagi kamu, dan janganlah kamu  melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang  melampaui batas. Dan makanlah makanan yang hal lagi baik dari apa yang  Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu  beriman kepada-Nya.(QS. Al-Maaidah.: 87-88)  Secara logika dapat dipastikan apa-apa yang diciptakan Allah SWT untuk  manusia pastilah mencukupi untuk seluruh manusia, karena pada dasarnya,  alokasi harta atau kekayaan ini ditujukan selain mengharapkan ridlo Allah, adalah  untuk mewujudkan kerjasama di dalam masyarakat dan menumbuhkan rasa  tanggung jawab individu terhadap kemakmuran diri, keluarga, dan masyarakat.
   Persoalan kepemilikan terjadi ketika manusia berkumpul membentuk suatu  komunitas dan berinteraksi untuk memahami kebutuhan akan kelangsungan  hidupnya. Dalam perjalanan tidak sedikit pula ada kelompok manusia lain yang  tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah kemudian urgensitas  pembahasan konsep kepemilikan menjadi jawaban bagaimana seharusnya  pengaturan kepemilikan terhadap segala yang sudah dianugerahkan oleh Allah  SWT dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh manusia secara adil.
   Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Bogor : Pustaka Tharikul Izzah), h.
163     Departemen Agama RI, Al-Qur’an…, h. 122     Abdullah Abdul Husain at-Tariqih, Ekonomi Islam : Prinsip, Dasar dan Tujuan Terjemahan  M. Irfan(Yogyakarta : Magistra Insani. 2004), h. 215  Dari latar belakang pemahaman tentang Syariat Islam dan situasi politik  serta kondisi kaum muslim pada masa hidupnya, lahirlah pemikirannya tentang  bagaimana upaya mengembalikan kesejahteraan dan kebangkitan umat Islam.
Dalam hal ini tak luput dari perhatiannya yaitu tentang perekonomian.
Taqiyuddin an-Nabhani adalah seorang pemikir dari dunia Islam yang  mempunyai gagasan tentang persoalan ekonomi yang selama ini masih  berkembang, yakni sistem kapitalis dan sosialis. Ia menyumbangkan gagasannya  terhadap kegagalan sistem kapitalis dan sosialis dalam memenuhi kebutuhan  manusia dan ia juga menyoroti terhadap sistem kapitalisme dan sosialisme yang  telah gagal dalam membangun paradigma ekonomi dunia, sehingga menurutnya  patut untuk mengembalikan fitrah ekonomi manusia pada kedudukan yang  proporsional, sebab sistem ekonomi Islam telah mengatur hukum-hukum  perekonomian bagi umat manusia, yang bertujuan untuk memujudkan masyarakat  yang berkehidupan sejahtera di dunia maupun di akhirat, yakni tercapainya  pemuasan yang optimal dalam berbagai kebutuhan yaitu jasmani dan rohani,  perseorangan maupun masyarakat.
   B.  Rumusan Masalah  Dari kerangka latar belakang masalah di atas, agar lebih jelas dan  operasional, maka perlu diformulasikan beberapa pertanyaan sebagai berikut :  1.  Bagaimana pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani tentang kepemilikan dalam  sistem ekonomi Islam?  2.  Bagaimana aplikasi kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam menurut  Taqiyuddin An-Nabhani?     Tiara Wacana Yogya dan P3EI UII Yogyakarta Cet.1, Berbagai Aspek Ekonomi(Yogyakarta: Tiara  Wacana Yogya,1992)hal,61  C. Kajian Pustaka  Kajian terhadap pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani tentang kepemilikan  dan aplikasinya dalam sistem ekonomi Islam pada dasarnya belum ada yang  membahas, maka penulis dalam hal ini akan menjelaskan sedikit pemikiran  Taqiyuddin An-Nabhani tentang ekonomi, terutama pemikiran Taqiyuddin AnNabhani tentang kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi