Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN No. 690 Pdt.G 2007 PA.Sby TENTANG STATUS BADA DUKHU


 BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Merupakan suatu tujuan yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya  kehidupan perkawinan. Di mana akad yang diadakan adalah untuk selamanya dan  seterusnya sampai meninggal dunia. Dengan tujuan agar suami isteri bersama sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati  naungan kasih sayang dan  dapat memelihara anak- anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik.
 Oleh sebab itu, maka dapat dikatakan bahwa “ikatan antara suami isteri” adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Tidak ada sesuatu dalil yang lebih  jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu, sehingga  Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami- isteri dengan “ mi>s \a>qan gali>z \ an”  y aitu “perjanjian yang kokoh”.
 Allah berfirman dalam surat an - Nisa>’ ayat 21: “….Dan  mereka (isteri- isteri) telah mengambil dari kamu sekalian perjanjian  yang kuat”(An-Nisa>’: 21)   Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8, penerj. Moh. Thalib, h. 9.
 Ibid.
 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 81.

 Juga disebutkan dalam Undang - undang No. 1 tahun 1974, bahwa perkawinan itu adalah: “…..Ikatan  lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai  suami isteri dengan tuju an membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia  dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”  Ikatan merupakan hal penting dari  perkawinan, sehingga dapat menunjukkan bahwa menurut undang- undang ini, tujuan perkawinan bukanlah  semata- mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan dipandang sebagai suatu  usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia dan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga untuk maksud tersebut diperlukan adanya  peraturan yang akan menentukan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dilangsungkan perkawinan itu di samping peraturan tentang kelanjutan serta terputusnya perkawinan itu. Sebab, dengan tidak adanya peraturan tersebut, maka  akan sukar dicapai apa yang menjadi tujuan utama dilangsungkannya perkawinan  itu sebagaimana yang telah disebut di atas.
 Islam juga memandang bahwaperkawinan adalah suatu hal yang sangat  sakral untuk hidup bahagia yang dilandasi oleh rasa saling menghormati, saling  menjaga rahasia masing- masing terutama bagi suami harus bisa menjadi pelindung bagi isteri, sehingga isteri merasa aman dan nyaman berad a di samping  suami yang selalu setia mendampingi.
 Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h. 5.
 Lili Rasjidi,  Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, h. 5 -6.
 Di samping itu anjuran Islam terhadap manusia yang sudah mampu dalam  lahir dan batin untuk segera menikah adalah karena ia merupakan jalan yang  paling sehat dan tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (i nsting seks).
Perkawinan (pernikahan) juga merupakan sarana yang ideal untuk memperoleh  keturunan, di mana suami isteri mendidik serta membesarkan dengan penuh kasih  sayang dan kemuliaan, perlindungan serta kebesaran jiwa. Tujuannya ialah agar  keturunan it u mampu mengemban tanggung jawab, untuk selanjutnya berjuang  guna memajukan dan meningkatkan kehidupannya.
 Firman Allah SWT dalam surat ar- Ru>m: 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram  kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi  kaum yang berfikir. (QS. ar- Ru>m: 21)  Selain merupakan sarana penyaluran kebutuhan biologis (insting seks), nikah juga merupakan pencegah penyaluran kebutuhan itu pada jalan yang tidak  dikehendaki agama. Nikah mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks  dengan cara- cara di luar aja ran agama atau menyimpang. Itu sebabnya, agama  melarang pergaulan bebas, gambar- gamba r porno, nyanyian - nyanyian  serta cara- Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, penerj. Moh. Thalib, h. 87.
 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 4 06.
 cara lain yang dapat menenggelamkan nafsu birahi atau menjerumuskan orang  kepada kejahatan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama.
 Firman Allah dalam surat al - Isra>’ ayat 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al -Isra>’: 32)  Untuk menjembatani hal di atas, maka Allah memilihkan car a yang lebih  baik bagi manusia, yaitu untuk melakukan perkawinan guna berkembang biak  dan melestarikan hidupnya setelah masing - masing pasangan siap untuk melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
 Dalam hal tersebut Allah memberikan pasangan yang sejenis, yaitu manusia  dengan manusia. Sesuai dengan firman Allah surat an - Nahl ayat 72 “Allah menjadikan bagi kamu isteri- isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak -anak dan cucu-cucu, dan  memberimu rezeki dari yang baik -baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nik mat Allah?" (QS. An-Nahl: 72)  Apabila kita lihat dari rumusan di atas, tentang masalah perkawinan dan  pengertian perkawinan, maka ada beberapa kesamaan unsur dengan hukum  Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, penerj. Moh. Thalib, h. 87.
 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 285.
 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, penerj. Moh. Thalib, h. 7.
 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 274.
 perdata  pada umumnya, ialah bahwa perkawinan adalah suatu perikatan atau perjanjian.
 Karena janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam hukum perdata,  sehingga orang yang mengadakan perjanjian dari awal mengharapkan agar janji  itu tidak akan putus di tengah jalan. Namun apabila memang harus diputuskan  atau terpaksa putus, maka ada sebab atau alasan yang dapat diterima oleh akal.
 Sehingga demikian juga dengan perkawinan, bahwa di samping sebab atau  alasan yang dapat diterima oleh akal, juga telah ditentukan terlebih dahulu sebab  bolehnya sesuatu perkawinan itu diputuskan atau terpaksa terputus, yang dapat  diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak  boleh diputuskan begitu saja.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi