BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seorang
filosuf Perancis, Roger G dalam suatu seminar di Mesir berkata: “sesungguhnya
dakwah Islam tidak didapatkan dengan jalan perang, perluasan kekuasaan Islam
tidak didapatkan dari penjajahan akan tetapi Islam senantiasa memberikan
kebebasan bagi setiap negara untuk membentuk peradaban sesuai dengan karakter
mereka yang berasaskan nilai-nilai Islam.
Ada yang cukup menarik untuk dicatat apa yang
disampaikan oleh filosuf Perancis di atas. Dia mengakui adanya keistimewaan
bagi syari’at Islam dalam mengatur kehidupan ekonomi, sehingga dapat
menciptakan sebuah peradaban dalam perdagangan yang bersumber pada nila-nilai
materiil dan spiritual untuk itu telah ditentukan beberapa ketentuan kaedah
aturan yang dapat menuntun manusia dalam berdagang.
Perdagangan yang dilakukan dalam
perekonomian kontemporer tidak hanya bersifat lokal namun telah berkembang
menjadi perdagangan lintas regional yang dilaksanakan dengan perdagangan ekspor
dan impor. Hal ini juga pernah dilakukan oleh masyarakat pada zaman dahulu
yaitu unta Arab tidak hanya diperdagangkan di wilayah mereka, namun telah
merambah ke Mesir, Syam, Yaman, bahkan Romawi.
Abdul Sami’ Al-Mishari, Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006, h. 85.
Ibid, h. 86-88.
Hubungan ekonomi internasional pada masa Umar
ra level yang dicapai belum sampai seperti pada masa sekarang. Akan tetapi
terdapat beberapa dasar secara tekstual yang menguatkan urgensi perdagangan
luar negeri dan perannya dalam mempermudah perkembangan ekonomi dan terealisasinya
kehidupan yang nyaman diantaranya bahwa Allah SWT memberikan kepada Bangsa
Quraisy kemampuan melakukan perdagangan dengan negara-negara tetangga.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat
Quraish ayat 1- ³Karena kebiasaan orang-orang Qurais ( yaitu ) kebiasaan mereka
bepergian pada musim dingin dan musim panas´ ( QS.
Quraish: 1-2) Hal itu karena Allah memberikan kemampuan
kepada mereka dan menjadikan bagi mereka kemuliaan dan penghormatan di dalam
hati manusia sehingga tidak seorang pun yang menghalangi jalan mereka ketika mengadakan
perjalanan ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim
dingin untuk berdagang dan mendatangkan makanan.
Ketika menafsirkan firman Allah SWT tentang
penciptaan bumi, dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Fushilat ayat 10 : Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Al-Fiqh
Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn AlKhaththab,Terj. H. Asmuni Solihan
Zamakhsyari “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khatab”, Jakarta: Khalifa, 2003,
h.542-543.
Departemen RI, Al-Quran Dan Terjemah, Bandung
: CV. Diponegoro, 2005, h. 477.
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi,Op.Cit, h. 544.
Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.(QS.
Fushilat: 10)´.
Al-Qurtubi mengatakan :“Dia menjadikan
perdagangan, pepohonan, dan kemanfaatan untuk setiap daerah, yang tidak
dijadikanya selain di bumi, agar sebagian dari mereka hidup dari sebagian yang
lain dengan melakukan perdagangan dan bepergian dari satu negeri ke negeri yang
lain.
Hal ini menunjukkan urgensinya
saling melakukan perdagangan pada tingkat dunia untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan saling melakukan pertukaran dagang dalam hal-hal yang bermanfaat.
Oleh karena itu hubungan ekonomi internasional menempati posisi penting didalam
ekonomi semua negara. Sebab suatu negara tidak akan mampu memproduksi seluruh kebutuhannya
sendiri.
Sesungguhnya Umar telah
menghimbau untuk melakukan perdagangan dari satu negeri ke negeri lain untuk
memenuhi kebutuhan kaum muslimin, dan tidak menyukai perdagangan dengan tanpa
melakukan pemindahan/bepergian.
Pada saat yang sama juga dibangun pasar-pasar
agar Departemen RI, Op. Cit, h. 602.
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Op. Cit, h. 544.
tercipta suasana persaingan yang bebas.
Siyasah Al-Ighraqdan menumpuk barang serta mengambil keuntungan secara
berlebihan selalu dipantau.
Pembahasan mengenai Siyasah Al-Ighraqmerupakan
satu pembahasan yang cukup rumit, karena masuknya faktor-faktor non ekonomi ke
dalamnya.
Aspek-aspek hukum, politik dan
strategi dalam kebijakan ekonomi itu penting dan tidak mungkin bisa dipisahkan Berbanding balik dengan ihtikar, Siyasah
Al-Ighraq (dumping) bertujuan meraih keuntungan dengan cara menjual barang pada
tingkat harga yang lebih rendah dari pada harga yang berlaku di pasaran.
Perilaku ini secara tegas dilarang dalam Islam karena dapat menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat luas.
Ada riwayat yang menunjukan bahwa Umar meminta
pada beberapa penjual untuk menjual dengan harga pasar. Riwayat tersebut tidak menjelaskan
harga yang diberlakukan oleh para penjual, apakah lebih tinggi atau lebih
rendah dari harga pasar. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang membawa
kismis dan menaruhnya di pasar, lalu dia mulai menjual tidak dengan harga
orang-orang, maka Umar berkata kepadanya, ”Juallah dengan harga pasar, atau
kamu pergi dari pasar kami. Sesungguhnya kami tidak memaksamu dengan satu
harga.” Sh. Muhammad Ashraf,Sistem
Ekonomi Pemerintah Umar Ibn Al-Khattab, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977, h.
57-58.
Monzer Kahf, Ekonomi Islam Telaah Analitik
Terhadaf Fungsi Sistem Ekonomi Islam, alih bahasa MacnunHusein, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1999, h. 105.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006, h. 294.
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Op.Cit,h.
612-613.
Larangan Umar untuk menjual lebih murah dari
harga pasar mempunyai petunjuk ekonomi yang penting, karena rendahnya harga
tidak selamanya baik, khususnya ketika rendahnya harga tersebut bukan akibat
dari fluktuasi nyata antara persediaan dan permintaan barang, akan tetapi
akibat penurunan yang disengaja dari harga pasar tanpa alasan yang bisa
diterima.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi