Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS DAN IBNU MISKAWAIH


 BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Pendidikan  pada  hakikatnya  merupakan  suatu  upaya  mewariskan  nilai,  yang  akan  menjadi  penolong  dan  penentu  umat  manusia  dalam  menjalani  kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia  Sementara itu Mahmud As-Sayid Sulthan sebagaimana  dikutip  oleh Toto Suharto  mengungkapkan  bahwa  tujuan  pendidikan  Islam  harus  memenuhi  beberapa  karakteristik,  seperti  kejelasan,  universal,  integral,  rasional,  aktual,  ideal  dan  mencakup  jangkauan  untuk  masa  yang  panjang.  Atau  dengan  bahasa  sederhananya,  pendidikan  Islam  harus  mencakup  aspek  kognitif  (fikriyyah  marifiyyah),  afektif  (khuluqiyah),  psikomotor  (jihadiyah),  spiritual  (ruuhiyah)  dan sosial kemasyarakatan (ijtimaiyah).
 Tanpa pendidikan, maka diyakini manusia sekarang tidak berbeda  dengan  generasi  manusia  masa  lampau.  Secara  ekstrim  bahkan  dapat   dikatakan,  bahwa  maju  mundurnya atau baik  buruknya peradaban suatu  masyarakat, suatu bangsa,  akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang  dijalani oleh masyarakat bangsa  tersebut.
Dalam  konteks  tersebut,  maka  kemajuan  peradaban  yang  dicapai  umat  manusia  dewasa  ini,  sudah  tentu  tidak  terlepas  dari  peran-peran  pendidikannya.

Diraihnya  kemajuan  ilmu  dan  teknologi  yang  dicapai  bangsabangsa  diberbagai   Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2006), hlm 112.
 belahan  bumi  ini,  telah  merupakan  akses  produk  suatu  pendidikan,  sekalipun  diketahui  bahwa  kemajuan  yang  dicapai  dunia  pendidikan  selalu  di  bawah  kemajuan yang dicapai dunia industri yang  memakai produk lembaga pendidikan.
Oleh sebab itu,  pendidikan akhlak sangat penting bagi peserta didik dalam  menumbuhkembangkan  hubungan  antara  peserta  didik  dengan  Sang  Pencipta,  hubungan  antara  peserta  didik  dengan  manusia  lainnya  sehingga  memunculkan  suatu  sikap  yang  harmonis  di  antara  sesamanya.  Pernyataan  ini  sesuai  dengan  Bukhari  Umar  bahwa  “pendidikan akhlak adalah proses pembinaan  budi pekerti  anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlaq karimah). Proses tersebut  tidak terlepas dari pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara totalit as”.
 Hal senada juga disampaikan oleh  Al-Attas bahwa wajib hukumnya bagi peserta  didik  untuk  membentengi  dirinya  dengan  akhlak  yang  dalam  perkataan  beliau  dikenal dengan istilah tadib.
 Hubungan  peserta  didik  dengan  Sang  Pencipta  bisa  ditunjukkan  dengan  menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Sedangkan hubungan peserta  didik  dengan  sesamanya  bisa  ditunjukkan  dengan  saling  tolong  menolong,  tidak  mengejek  temannya,  memberikan  solusi  ketika  temanya  mendapatkan  masalah,  silaturrahmi, mengirimkan doa, dan lain sebagainya.
Apabila pendidikan akhlak tidak ditanamkan dalam diri peserta didik sejak  kecil, maka tidak menutup kemungkinan akan menjerumuskan peserta didik pada  sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat luas. Misalkan ada seora ng pelajar   Bukhari  Umar,  Membina  Akhlak  Anak  dengan  Keteladanan,  (http:www.google.arsip  blog.com, diakses 31 Januari 2010).
 Wan Mohd Nor Wan Daud,  Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad  Naquib Al-Attas (Bandung: MIZAN, 1998), hlm. 22.
 membentak, memukul, bahkan membunuh orang tuanya, menjadi pelacur, saling  adu jotos sama teman-temannya, dan lain sebagainya. Hal seperti inilah yang tidak  kita inginkan, lebih-lebih bagi orang tua.
Namun,  belakangan  ini  umat  Islam  dilanda  berbagai  masalah  terutama  dalam  pendidikan  akhlak  terhadap  peserta  didik.  Permasalahan  tersebut  disebabkan karena dua faktor, yaitu  internal  dan eksternal, yang menuntut adanya  solusi  yang  terbaik  dalam  memecahan  permasalahan  tersebut.  Melihat  dari  permasalahan  ini,  Al-Attas  dan  Ibnu  memberikan  analisis  bahwa  yang  menjadi  penyebab  para  pelajar  melakukan  hal-hal  yang  tidak  sesuai  dengan  Islam  bersumber  dari  kurangnya  pembinaan  pendidikan  akhlak  terhadap  peserta  didik  baik yang bersifat formal maupun non-formal.
 Menurut  Al-Attas,  yang  termasuk  kategori    eksternal,  yaitu  pengaruhpengaruh  yang  datangnya  dari  luar  Islam  (Barat)  baik  yang  berupa  kebudayaan  maupun peradaban itu sendiri. Bahkan tidak mungkin pemikiran-pemikiran yang  datangnya dari barat dapat mengubah ranah pendidikan Islam yang selama ini kita  junjung  dan  kita  agung-agungkan.  Banyak  para  pelajar  dan  anak-anak  telah  terpengaruh  oleh  budaya-budaya  Barat,  sehingga  para  pelajar  lupa  akan  ajaran  Islam itu sendiri. Salah satu contoh para pamuda dan pemudi me lakukan  hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam (pornoaksi, pornografi, kekerasan dalam  rumah  tangga,  suka  membantah  apa  yang  diprintahkan  oleh  orang  tua,  dan  lain  sebagainya).
  Kemas  Baharuddin,  Filsafat  Pendidikan  Islam:  Analisa  Pemikiran  Syed  Muhammad  Naquib Al-Attas (Celaban Timur: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 1.
 S. M. Naquib Al-Attas, Aims And Objectives Of Islamic Education (Jeddah: King Abdul  Aziz University, 1979), hlm. 1.
 Menurutnya,  ini  merupakan  salah  satu  cara  orang-orang  Barat  dalam  menghancurkan  ummat  Islam.  Dengan  cara  seperti  ini,  orang-orang  Barat  dapat  menyebarkan ideologinya dan menguasai umat Islam. Mereka (Barat) iri terhadap  Umat Islam yang jumlah masyarakatnya sangat banyak dibandingkan orang-orang  Barat.
Sedangkan  faktor  internal-nya  adalah  hilangnya  adab  (akhlak),  kedisiplinan,  akal  pikiran,  jiwa,  hilangnya  kepercayaan  antara  masyarakat  satu  dengan masyarakat yang lain, sempitnya komunikasi dan hubungan, berkurangnya  keintelektualan,  berkurangnya  kapasitas  rohani  dan  potensial.  Lebih  lanjut,  AlAttas,  mengungkapkan  bahwa yang menjadi faktor  internal  rusaknya pendidikan  adalah:  1.  Kesalahan pahaman dalam memaknai ilmu pengetahuan.
2.  Kurang efektifnya pembinaan pendidikan akhlak terhadap peserta didik .
3.  Para pemimpin yang tidak berkualitas untuk menjadi seorang pemimpinan  yang sah, tidak memiliki akhlak  yang tinggi, dan intelektualnya rendah.
Sementara  menurut  Abuddin  Nata,  bahwa  banyak  dari  para  orang  tua  mengeluhkan terhadap ulah perilaku para pelajar yang sukar dikendalikan, nakal,  keras  kepala,  sering  berbuat  keonaran,  sering  melakukan  kemaksiatan,  tawuran,  mabuk-mabukan, bergaya seperti gayanya orang Barat, banyaknya pemerkosaan,  dan perilaku penyimpangan-penyimpangan yang lain.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi