BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena gerhana sudah
sering didengar, bahkan fenomena ini
sering dibicarakan dan kehadirannya
dikaitkan dengan pertanda zaman atau pertanda sesuatu yang menyeramkan. Akibatnya bila
melakukan sesuatu yang dianggap tidak biasa ketika fenomena ini terjadi, akan
mendapat musibah yang besar.
Gerhana merupakan padanan kata eclipse
(dalam bahasa inggris) atau ekleipsis
(dalam bahasa yunani) atau eklipsis (dalam bahasa latin).
Sedangkan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah
kusuf atau khusuf . Pada
dasarnya istilah kusuf
dan khusuf dapat
digunakan untuk menyebut
gerhana matahari atau
gerhana bulan. Hanya
saja, kata kusuf
lebih dikenal untuk
menyebut gerhana matahari,
sedangkan kata khusuf untuk gerhana
bulan.
Kusuf
berarti menutupi, menggambarkan adanya
fenomena alam bahwa (dilihat dari bumi) bulan
menutupi matahari, sehingga terjadi gerhana matahari.
Sedangkan khusuf berarti
memasuki, menggambarkan fenomena alam bahwa bulan memasuki bayangan bumi,
hingga terjadi gerhana bulan.
Zaman
dahulu gerhana merupakan fenomena alam yang ditakuti oleh masyarakat.
Hal ini bisa
dilihat dari penamaan
gerhana dengan kata
eclipse (gerhana) yang berasal
dari bahasa yunani
Ekleipsis (peninggalan), yang Kementrian Agama
RI, Islam Untuk
Disiplin Astronomi, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000, hlm
76.
Abis Bisri, et al, Kamus Al-Bisri, Surabaya:
Pustaka Progresif, Cet ke 1, 1999, hlm 84.
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan
Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008, Cet ke 3, hlm 187.
menunjukkan betapa orang-orang zaman dahulu
takut terhadap fenomena ini, yaitu sewaktu
matahari ataupun bulan
lenyap dari pandangan
mata, tampak benda langit itu sungguh-sungguh meninggalkan
manusia. Mereka menyangka fenomena
gerhana merupakan tanda-tanda kurang
baik atau bencana.
Zaman Rasulullah
SAW pun fenomena gerhana ini diyakini masyarakat sebagai suatu pertanda
akan lahir atau
meninggalnya seseorang. Namun
keyakinan ini dibantah oleh hadits yang diriwayatkan Bukhari
yang berbunyi “Asbagh telah bercerita kepada kami bahwasanya ia berkata: Ibnu Wahab
telah bercerita kepada-ku,
ia berkata: telah
bercerita kepada-ku Umar
dari Abdur Rahman
bin Qasim bahwa
ia telah bercerita
kepada-nya dari ayah-nya.
Dari Ibnu Umar
r.a, bahwasanya Umar mendapat
berita dari Nabi SAW: sesungguhnya matahari dan
bulan tidak mengalami
gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang, tapi keduanya
merupakan tanda diantara tanda-tanda kebesaran
Allah. Jika kalian
melihat keduanya (gerhana), maka shalatlah.” Hadits di atas dapat
dimengerti bahwasanya terjadinya
gerhana bukan karena kematian atau
hidupnya seseorang, melainkan sebagai salah satu tanda kebesaran
Allah, sehingga bisa
direnungkan kembali tanda
keMahabesaranNya sebagai penguasa dan pemelihara langit yang tak pernah
lengah.
Disampaikan
oleh Shofiyulloh pada
waktu “Kajian Ilmiah
Falakiyah” para ahli
hisab PWNU Jawa Timur di P.P. As-Sunniyyah Kencong Jember yang dilaksanakan tanggal 29 - 31 Agustus 2003. Dan bisa di akses di
http://lubanghitam.com// (di akses tanggal 7 maret 2010).
Imam
Abi „Abdillah Muhammad
bin Ismail ibnu
Ibrahim bin al-Mughirah
bin Bardazabah al Bukhari
al Ja‟fii, “Shahih
al-Bukhari”, Juz 1, Beirut,
Libanon: Daar al-Kitab
al-„alamiyyah, t.t, hlm 316.
Berbeda dengan zaman modern sekarang, fenomena
gerhana tidak lagi ditakuti manusia,
malah dijadikan sebagai ajang observasi dan kajian ilmiah, hal ini disebabkan fenomena gerhana dapat
dijelaskan dengan sempurna dan logis
sebagai suatu fenomena langit yang mana
semua benda langit berada di sekitar
Matahari dan di terangi olehnya, masing-masing mempunyai bayangan yang menjulur ke dalam ruang angkasa, menjauhi
matahari.
Secara
umum, fenomena gerhana
adalah suatu peristiwa
jatuhnya bayangan benda langit ke
benda langit lainnya, yang kadangkala benda langit tersebut
menutupi seluruh piringan
matahari, sehingga benda
langit yang kejatuhan bayangan benda langit lainnya, tidak
bisa menerima sinar matahari sama
sekali. Dan kadangkala benda langit tersebut menutupi sebagian piringan matahari,
sehingga benda langit
yang kejatuhan bayangan
benda langit lainnya, hanya bisa menerima sebagian sinar
matahari.
Dalam ilmu falak, gerhana hanyalah merupakan
kejadian terhalangnya sinar matahari
oleh bulan yang
akan sampai ke
permukaan bumi (gerhana matahari). Atau terhalangnya sinar matahari
oleh bumi yang akan sampai ke permukaan bulan
pada saat bulan
purnama (gerhana Bulan).
Semua ini memang merupakan kebesaran dan kehendak Tuhan
semesta.
Ilmu
astronomi, mengartikan fenomena
gerhana dengan tertutupnya arah
pandangan pengamat ke
benda langit oleh
benda langit lainnya
yang Shofiyulloh, Loc. Cit.
Shofiyulloh, Loc. Cit.
Badan
Hisab dan Rukyat
Dep. Agama, Almanak
Hisab Rukyat, Jakarta:
Proyek Pembinaan Badan Peradilan
Agama Islam, 1981, hlm 20.
lebih dekat dengan pengamat.
Menurut Cecep Nurwendaya / Widya Sawitar, fenomena gerhana adalah peristiwa yang sangat
wajar dan biasa terjadi. Hal ini dilihat dari sifat Bulan
yang mengedari Bumi, sementara Bumi mengedari Matahari.
Bumi dan Bulan
sama-sama tidak memancarkan
cahaya sendiri, hanya
mendapat cahaya utamanya
dari Matahari. Dengan
demikian, akan dimengerti
kalau Bumi dan
Bulan memiliki bayang-bayang, baik
bayangbayang utama yang
disebut umbra maupun
bayang-bayang samar atau penumbra .
Jadi dapat dimaklumi
juga apabila permukaan
Bumi terkena bayang-bayang
Bulan, terjadilah gerhana
Matahari, Atau sebaliknya,
jika Bulan memasuki bayang-bayang
Bumi, maka akan terjadi gerhana Bulan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi