BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial, dia membutuhkan orang lain untuk
saling tukar menukar manfaat di segala sektor, baik dengan jual beli, sewa menyewa, dan
lain-lain. Semuanya itu membuat manusia
berkumpul dan bersatu tidak terpisahkan.
Sebagai agama sempurna, Islam
dituntut dapat menjadi sebuah jalan hidup
maupun prinsip hidup yang mampu diaplikasikan di dalam arena kehidupan yang konkrit saat ini dan saat
mendatang. Ini merupakan sebuah persoalan
yang nyata yang dihadapi umatIslam di segenap belahan penjuru dunia. Apapun persoalannya tentunya sebagai
sebuah agama yang kita yakini sebagai
yang kaffah, yang menjadi prinsip pada
setiap aspek kehidupan, sebagaimana
Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhan”.
Berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia
semakin hari bertambah seiring dengan
bertambahnya usia dunia ini, semakin maju peradaban manusia Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia,
al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 50 maka
semakin bertambah rumit dan sulit sebuah persoalan yang baru dapat dipecahkan. Oleh karenanya, umatIslam harus
mampu menjadi decision maker atas berbagai persoalan tersebut.
Ekonomi pada umumnya
didefinisikan sebagai pengetahuan tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan
sumber-sumber produktif yang langka
untuk memproduksi barang-barang atau jasa serta mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi.
Dengan demikian objyek kajian ekonomi adalah perbuatan atau perilaku manusia
yang berkaitan dengan fungsi produksi,
distribusi dan konsumsi.
Agama, baik Islam maupun
non-Islam, pada esensinya merupakan panduan
atau bimbingan moral (nilai-nilaiideal) bagi perilaku manusia. Panduan moral tersebut pada garis besarnya bertumpu
pada ajaran akidah, aturan hukum (syari’ah)
dan budi pekerti luhur (ahlakul karimah).
Tampaklah bahwa antara agama
Islam dan ekonomi terdapat ketersinggungan
obyek. Dalam kaitan antarakeduanya, islam berperan sebagai panduan moral terhadap fungsi produksi,
distribusi, dan konsumsi.
Dengan demikian, secara normatif
ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi
yang dibangun berdasarkan tuntunan ajaran Islam. Kontruks (rancangbangun)
ekonomi Islam adalah sebuah tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar ajaran tauhid dan prinsip-prinsip moral
Islam (seperti moral keadilan), Monzer
Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi-Fungsi Ekonomi Islam, h. 2
dibatasi oleh syari’atau Islam
(misalnyaaturan tentang halal dan haram) dan fikih (hukum Islam yang bersifat furu’iyah).
Dalam
kerangka ekonomi Islam, keseimbangan sosial ditekankan bukan saja dalam masalah material akan tetapi juga
menyangkut pemerataan distribusi harga
diri antara orang yang kaya dengan orang yang miskin. Karena itu, manusia adalah makhluk sosial, dalam hidupnya
manusia memerlukan adanya manusia lain
yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Antara si kaya dan si miskin tidak dihadapkan sebagai orang-orang
yang bertentangan kepentingan, tetapi
dihadapkan dalam hubungan rasa kasih
sayang dan saling tolongmenolong. Si kaya berkewajiban menolong si miskin, dan
si miskin berkewajiban menghormati
hak-hak si kaya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah alMaidah ayat 2.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksaNya”.
Pembaruan atau modernisme mulai berkembang
secara pesat di dunia Islam semenjak
abad 20 M. karena negeri-negeri muslim sebagian besar meraih kedaulatan politik antara pertengahan abad
ini, sekitar tahun 1945 dan 1965.
Periode paska kemerdekaan
negara-negara Islam ditandai dengan beberapa situasi baru yang sebagian merupakan
konsekuensi logis dari modernisasi periode Gufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah
Kontekstual, h. 5-6 Departemen Haji dan
Wakaf Saudi Arabia, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 157 sebelumnya. Kemerdekaan dan kedaulatan
politik sendiri sesungguhnya mengandung
makna perubahan yang sangat luas meliputi selluruh aspek bernegara dan bermasyarakat. Sehinggadalam
jangka waktu dekat, periode paska
kemerdekaan ini telah menghasilkan perubahan-perubahan besar, khususnya dalam bidang teknologi dan ekonomi.
Program pembangunan pada umumnya lebih
ditujukan sebagai pembangunan dan
pengembangan (ekspansi) ekonomi dan alih teknologi. Ini merupakan sumber berkembangnya gejala
perubahan sosial yang abru.
Globalisasi zaman dalam wujud
interaksi sosial budaya antar bangsa-bangsa semakin mempercepat laju perubahan sosial. Di
negara-negara Islam, termasuk Indonesia,
perubahan sosial budaya akibat pembangunan selain menimbulkan kesenjangan antara nilai lama dengan nilai
baru juga memunculkan persoalan bagi
hukum Islam (fikih).
Perubahan sosial tersebut dapat
diilustrasikan dengan perubahan desa menjadi
kota, perubahan masyarakat ekonomi agraris menjadi ekonomi industri dan perdagangan, perubahan pola kehidupan
gotong royong menjadi kehidupan individualis,
dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan ini tentunya mempengaruhi cara pandang (sikap dan mental)
dan perilaku masyarakat terhadap “harta”
dan “teknis bertransaksi”.
Gufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual,
h. 7 Misalnya, konsep harta dalam
masyarakat agraris tentu berbeda dengan konsep
harta yang berkembang dalam masyarakat industri dan perdagangan.
Dalam masyarakat industri dan perdagangan harta
berfungsi sebagai modal dan komoditas,
sedang dalam masyarakat agraris harta berfungsi sebatas untuk memenuhi hajat kehidupan. Sampah dan kotoran
binatang ternak pada masa masyarakat
tertentu tidak dipandang sebagai harta, namun sekarang keduanya nyata-nyata menjadi sumber penghasilan bagi
segolongan manusia.Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi