BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk
yang hidup dalam masyarakat. Sebagai
makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia lain yang bersama-samahidup
dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat,
manusia selalu berhubungan satu sama lain, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu merupakan fitrah untuk saling membantu dan bekerja sama, saling
tolong-menolong antara satu dengan yang lainnya,
tolong-menolong yang baik bersifat menguntungkan kedua belah pihak tidak mengingkari salah satu pihak.
Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al-Ma>idah Ayat 2 Artinya: “....Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”.(Q.S. Al-Ma>idah: 2).
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mu’amalah (Hukum Pedata), h.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, h. 157 Dalam kerangka
ekonomi Islam, keseimbangan sosial ditekankan bukan saja dalam masalah material, akan tetapi juga
menyangkut pemerataan distribusi harga
diri antara orang kaya dan orang miskin. Salah satu bentuk dari tolongmenolong
dalam usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih adalah pemberian upah atau gaji terhadap
karyawan atau buruh dimana mereka bekerja.
Pelaksanaan pemberian upah ini dimaksudkan sebagai usaha kerja sama saling menguntungkan, di satu pihak
mendapatkan bantuan orang lain dan pihak lainnya memperoleh upah atas pekerjaan yang
dilakukannya. Kerjasama diantara kedua
belah pihak adalah menyangkut pemberian upah.
Dalam UUD ’45 Pasal 27 (a) telah
ditentukan landasan hukum sebagai berikut
”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dengan demikian upah yang harus diterima oleh buruh atau para tenaga kerja kita atas
jasa-jasa yang dijualnya haruslah berupa upah yang wajar. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surat Al-Baqarah ayat 223: Artinya: “Dan bila kamu ingin anakmu disusui
oleh orang lain, maka tidaklah ada dosa
atasmu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang Undang-undang Dasar 1945 pantas. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah itu maha melihat
apa yang kamu kerjakan”.(Q.S. Al-Baqarah: 233 ).
Upah menurut realitas dunia kerja dalam
hubungannya dengan jaminan hidup tenaga
kerja, jika dilihat sepintas hanya berhubungan dengan uang. Akan tetapi jika kita telusuri lebih mendalam, upah
sebenarnya memiliki kaitan yang tidak
terpisahkan dengan hal tentang bagaimana kita mengartikan karakter sosial kita. Oleh karena itu jika kita mendiskusikan
mengenai upah pada tataran yang mendalam,
memiliki arti sama dengan mendiskusikan siapa diri kita dan siapa sesama kita.
Pembayaran atau pemberian upah
atas jasa atau kerja yang telah dilakukan
harus disegerakan. Masalah ini dapat difahami darisabda Rasulullah SAW: ( Artinya:
”Diriwayatkan dari Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam dari ayahnya dari Abdullah ibn 'Amr berkata : Rasulullah SAW
bersabda: Berikanlah upah itu sebelum
kering keringatnya.” (H.R. Ibnu Majjah).
Disegerakannya upah buruh ini akan sangat
berarti bagi buruh, mengingat bahwa
mereka sangat membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari- Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majjah
al-Rabi' al-Qazwini, Sunan Ibnu Majjah, Juz
2, h. 20 hari. Dengan demikian,
mengulur pembayaran berarti menyusahkan buruh sekaligus bentuk ketidak setujuan terhadap
hadist tersebut.
Berangkat dari dasar-dasar yang
jelas tersebut peneliti membahas tentang pemberian komisi penjualan. Dimana dalam arti
komisi sama dengan arti upah, namun
bedanya dalam arti komisi yaitu sebagai sarana motivasi dapat diberikan batasan perangsang ataupun pendorong yang
diberikan dengan sengaja kepada pekerja
agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.
Ada beberapa pengertian komisi
yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
yang dikemukakan oleh Harsono bahwa komisi adalah setiap sistem kompensasi dimana jumlah yang diberikan
tergantung dari hasil yang dicapai yang
berarti menawarkan suatu komisi kepada pekerja untuk mencapai hasil yang lebih baik. Sementara itu menurut
Heidjrachman dan Husnan (dalam buku Hukum
Perburuhan di Indonesia karangan Abdul Rahmad Budiono) mengatakan bahwa pengupahan komisi dimaksudkan untuk
memberikan upah atau gaji yang berbeda.
Jadi dua orang karyawan yang mempunyai jabatan yang sama bisa menerima upah yang berbeda dikarenakan
prestasi kerja yang berbeda.
Sedangkan upah adalah uang dan sebagainya yang
dibayarkan sebagai pembalasan
jasa/bayaran tenaga yang sudah disepakati untuk mengerjakan sesuatu; gaji, persen, imbalan, hasil atas
akibat dari suatu perbuatan.
Abdul Rahmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, h. 285 Ibid, h. 286 Pihak manajemen harus dapat menumbuhkan
motivasi, semangat dan kegairahan dalam
bekerja yang berasal dari dalam diri karyawan sendiri.
Bagaimana menciptakan agar ia
tertarik dan giat dalam melaksanakan pekerjaannya?
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memberi insentif atau komisi karena dengan memberi komisi
berupa uang biasanya orang akan termotifasi
dan giat dalam melaksanakan pekerjaannya.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi