Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDY ANALISIS PENDAPAT IMAM TAQIYUDDIN AL HISHNI ASY SYAFI’I DALAM KITAB KIFAYAH AL AKHYAR TENTANG PERWAKILAN PERWALIAN DALAM MAJELIS AKAD NIKAH


 BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Perkawinan  dianggap  sah  bila  terpenuhi  syarat  dan  rukunnya.  Rukun  nikah merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam perkawinan yang  wajib  dipenuhi.  Kalau  tidak  terpenuhi  pada  saat  berlangsung,  perkawinan  tersebut  dianggap  batal.  Dalam  Kompilasi  Hukum  Islam (pasal  14),  rukun  nikah  terdiri  atas  lima  macam,  yaitu   adanya:  calon suami,  calon  istri,  wali  nikah, dua orang saksi dan ijab kabul.
Perwalian  dalam  perkawinan  adalah  suatu  kekuasaan  atau  wewenang  syar’i  atas  segolongan  manusia,  yang  dilimpahkan  kepada  orang  yang  sempurna,  karena  kekurangan  tertentu  pada  orang  yang  dikuasai  itu,  demi  kemaslahatannya sendiri.
 Wali nikah merupakan hal yang menarik untuk dijabarkan, yaitu wali  nikah yang telah mewakilkan kepada orang lain dan hadir dalam majelis akad  pernikahan.  Untuk  selanjutnya  wali  nikah  asli  disebut  muwakkil  (yang  mewakilkan) dan orang lain yang menerima perwakilandisebut wakîl.
Pada saat muwakkil turut hadir di tempat, "menyaksikan" wakîl yang  sedang  melakukan  akad  nikah.  Maka   hal  itu  dapat  mengganggu  keabsahan  akad nikah. Hadirnya muwakkil menyaksikan akad nikah yang dilakukan oleh  wakîl, dapat menyebabkan akad nikah menjadi tidak sah. Berlandaskan dalam  kitab Kifâyah al Akhyâr :   Muhammad  Jawad  Mugniyah,  Fiqh  Lima  Mazhab,  Jakarta:  PT.  Lentera  Basritama,  2001, h. 345  "Apabila  wali  dan  pengantin  laki-laki  atau  salah  satunya  mewakilkan,  kemudian  wali  serta  wakilnya  hadir,  dan wakil  melaksanakan  akad,  maka  pernikahannya  tidak  sah,  karena  posisi  wakil adalah sebagai pengganti wali".

Dan dari kitab Nihayah al Zayn:  
"Apabila Bapak atau seorang Saudara laki-laki mewakilkan akad  nikah, dan ia hadir (menjadi saksi) bersama dengan  (saksi) yang  lain, maka tidak sah. Karena wali yang (berhak) mengakadi tidak  dapat sekaligus menjadi saksi".
Imam  Taqiyuddin  Abi  Bakar  sebagaimana  diketahui  adalah  sosok  pemikir  Islam  yang banyak mewarnai khazanah intelektual pemikiran  Islam.
Satu  hal  yang  menarik  adalah  walaupun  mayoritas  masyarakat  Indonesia  bermadzhab  Syafi’iyah  tetapi  dalam  prosesi  akad  nikah,  wali  tetap  hadir  meskipun sudah diwakilkan.
Di sisi lain, madzhab yang berkembang di Indonesia  adalah madzhab  Syafi’i  yang  nota  bene  menilai  hadirnya  muwakkil  menyaksikan  akad  nikah  yang dilakukan oleh wakil dapat menyebabkan akad nikah menjadi tidak sah.
Namun,  justru  kehadiran  wali  yang  sudah  mewakilkan  tidak  menganggu  keabsahan akad nikah.
 Imam Taqiyuddin  Abi Bakar Ibn Muhammad  Al Husaini  Al Hishni  Al Dimasyqy  Al  Syafi’i, Kifayah Al Akhyar fii Halli Ghayah Al IKhtisar, juz I, edisi revisi, tt, Kediri: h. 51    Abi  Abdul  al  Mu’thi  Muhammad  bin  Umar  Bin  Ali  ,  Nihayatul  Zain  fii  Irsyadu  Al  Mubdhain,Maktabah Uluwiyah, Semarang: tt, h.306  Dengan  adanya  latar  belakang  masalah  tersebut,  maka mendorong  penulis  untuk  melakukan  penelitian  skripsi,  yang  berjudul  “STUDI  ANALISIS  PENDAPAT  IMAM  TAQIYUDDIN  AL  HISHNI  ASY  SYAFI’I  DALAM  KITAB  KIFAYAH  AL  AKHYAR  TENTANG  PERWAKILAN PERWALIAN DALAM MAJELIS AKAD NIKAH” B.  Rumusan Masalah  Dari  deskripsi  latar  belakang  di  atas,  maka  penulis mengungkapkan  pokok permasalahan sebagai berikut:  1.  Bagaimana  pendapat  Imam  Taqiyuddin  Al  Hishni  Asy  Syafi’i  tentang  perwakilan perwalian dalam majelis akad nikah ?  2.  Bagaimana  pendapat  Imam  Taqiyuddin  Al  Hishni  Asy  Syafi’i  tentang  perwakilan perwalian dalam majelis akad nikah dengan konteks sekarang  di Indonesia ?  C.  Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak di capai dalam penulisan skripsiadalah untuk:  1.  Untuk  mengetahui  pendapat  Imam  Taqiyuddin  Al  Hishni Asy  Syafi’i  tentang perwakilan perwalian dalam majelis akad nikah.
2.  Untuk mengetahui pendapat Imam Taqiyuddin Al HishniAsy Syafi’i  tentang perwakilan perwalian dalam majelis akad nikah dengan konteks  sekarang di Indonesia.
D.  Telaah Pustaka Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis terhadap literatur yang  membahas  tentang  kehadiran  wali  nikah  yang  telah  mewakilkan  dalam  akad  pernikahan, dapat penulis paparkan sebagai berikut:  Skripsi  Nur  Shihah  Ulya  :  “Praktek  Perwakilan  Perwalian  Dalam  Akad  Pernikahan  Di  Kecamatan  Mranggen  Kabupaten  Demak” Fakultas  Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dalam skripsi ini  penulis menyimpulkan  bahwa  praktek  tersebut  asalkan  syarat  dan  rukunnya  sudah  terpenuhi  dalam  arti terdapat wali, calon mempelai baik suami atau  istri, dan saksi yang terdiri  dari  dua  orang  dan  tidak  ada  keraguan  yang  mempengaruhi  pada  rukun  tersebut dan pengungkapan lafadz dalam akad nikah telah memenuhi syarat,  maka praktek tersebut adalah sah.
 Skripsi  Wirdah  Rosalin: “Analisis  Pendapat  Ahmad  Hassan  Tentang  Bolehnya  Wanita  Gadis  Menikah  Tanpa  Wali  ”  Fakultas  Syari’ah  IAIN  Walisongo Semarang dalam skripsi ini menerangkan bahwa Ahmad Hassan  membolehkan  wanita  gadis  menikah  tanpa  wali.  Menurutnya,  keteranganketerangan  yang  mensyaratkan  adanya  wali  dalam  pernikahan  itu  tak  dapat  dijadikan  alasan  untuk  mewajibkan  perempuan  menikah harus  disertai  wali,  karena  berlawanan  dengan  beberapa  keterangan  dari  al-Qur'an,  Hadits  dan  riwayatnya  yang  sahih  dan  kuat.  Dengan  tertolaknya  keterangan-keterangan  yang  mewajibkan  wali  itu,  berarti  wali  tidak  perlu, artinya  tiap-tiap  wanita  boleh menikah tanpa wali. Jika sekiranya seorang wanita tidak boleh menikah  kecuali harus ada wali, tentunya al-Qur'an menyebutkan tentang itu. Demikian  pendapat A. Hassan.
   Skripsi  ini  ditulis  oleh  Nur  Shihah  Ulya  Lulus  tahun  2005  Fakultas  Syari’ah  IAIN  Walisongo Semarang    Skripsi  ini  ditulis  oleh  Wirdah  Rosalin  Lulus  tahun  2005  Fakultas  Syari’ah  IAIN  Walisongo Semarang  Skripsi Nanang Husni  Faruk “Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal  29  Ayat  2  Kompilasi  Hukum  Islam  (KHI)  Tentang  Qabul Nikah  Yang  Diwakilkan“  Fakultas  Syari’ah  IAIN  Walisongo  Semarang  dalam  skripsi  ini  menjelaskan  landasan  teori  yang  berkaitan  dengan  qabul  pernikahan  yang  diwakilkan dalam pasal 29 KHI menjelaskan bahwa hakuntuk mengucapkan  qabul  dalam  akad  nikah  adalah  calon  pengantin  pria, namun  dalam  kondisi  tertentu  KHI  membolehkan  calon  pengantin  pria  untuk mewakilkan  qabul  nikah dalam akad pernikahan dengan ketentuan:  a.  Memberikan  kuasa  kepada  seseorang  dengan  tegas  secara  tertulis  bahwa  qabul  nikahnya  diwakilkan  dan  penerimaan  wakil  atas akad  nikah  itu  adalah untuk mempelai pria.
b.  Adanya  keikhlasan  dari  pihak  istri  atau  wali  atas  qabul  yang  diwakilkan  dalam akad nikah tersebut.
Secara umum dalam mengadakan aqad boleh diwakilkan,karena hal ini  dibutuhkan oleh manusia dalam bidang hubungan masyarakat. Para ahli fiqh  sependapat  bahwa  setiap  aqad  yang  boleh  dilakukan  oleh  orangnya  sendiri,  berarti boleh juga diwakilkan kepada orang lain seperti: akad jual beli, sewa  menyewa, penuntutan hak dan perkara perkawinan, cerai dan akad lain yang  memang  boleh  diwakilkan.  Sebagaimana  bolehnya  wali  nikah  mewakilkan  untuk mengijab nikah boleh juga bagi pengantin laki-laki mewakilkan orang  lain  untuk  mengqabulkan  nikahnya.  

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi