BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Seiring
dengan perkembangan zaman,
manusia memerlukan peraturan
yang sesuai dengan
perkembangan zaman pula.
Salah satu tugas pemerintahan dalam
suatu negara adalah
merumuskan peraturan-peraturan yang
tujuan utamanya adalah
mewujudkan keadilan, kepastian,
dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Hal tersebut sebagaimana maksud pasal 1
ayat (3)
UUD 1945, yang
menjelaskan bahwa Indonesia
adalah negara hukum.
Sehingga segala aktivitas masyarakat harus
berdasarkan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Suatu peraturan
dikatakan baik jika
dapat berlaku secara
yuridis, sosiologis dan
filosofis, begitu pula mengenai peraturan lalu lintas. Lalu lintas merupakan sarana vital, karena berkaitan langsung dengan transportasi. Bila diuraikan setidaknya ada beberapa poin yang
harus ada dan terlaksana dalam lalu
lintas, 1. Jaminan akan keamanan dan kelancaran lalu lintas, 2. Prasarana jalan raya, 3. Lalu lintas dan angkutan yang
berlangsung secara ekonomis, 4.
Perlindungan terhadap
lingkungan hidup.
Keempat
hal di atas
merupakan modal guna mencapai
keteraturan dalam berlalu lintas.
Selain itu ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam
berlalu lintas, dalam
hal ini terkait
dengan faktor internal,
yakni dari diri
manusia Sekretariat Jendral
dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI, Undang-undang Dasar 1945, Jakarta, cet. ke-11, 2010, h. 5 Soerjono Soekanto(ed), Inventarisasi Dan Analisa Terhadap
Perundang-undangan Lalu Lintas, Jakarta:
CV. Rajawali, 1984, h. 14 sendiri
sebagai subjek hukum,
yaitu: 1. Konsentrasi,
perkiraan dan keterampilan
yang kurang baik,
2. Reaksi yang
hebat, 3. Kelainan-kelainan fisik, 4. Gangguan emosional, 5. Kelelahan
fisik dan mental, 6. Kelainan jiwa dan kepribadian,
7. Kurangnya disiplin
atau ketaatan.
Ketujuh
hal tersebut merupakan faktor yang akan berbuntut pada
terjadinya kecelakaan.
Lalu lintas
merupakan alat rekayasa
yang berkaitan erat
dengan transportasi. Transportasi
merupakan sarana vital
karena selain sebagai
alat dalam roda
perekonomian, transportasi juga
dapat dijadikan sebagai
alat pemersatu dan kesatuan serta
mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan
negara, karena dengan
adanya transportasi daerah
pelosok dapat dijangkau.
Pentingnya transportasi tersebut
tercermin pada semakin meningkatnya
kebutuhan akan angkutan
jalan, terlebih pada
waktu-waktu tertentu, Seperti
ketika akhir pekan, libur sekolah, dan ketika mudik hari raya idul fitri yang telah menjadi tradisi.
Peristiwa mengenai
lalu lintas sekarang
adalah adanya ketidakseimbangan antara jumlah kendaraan
dengan fasilitas jalan yang ada, terutama mengenai
perluasan jaringan jalan
raya.
Sehingga
menimbulkan ketimpangan yang
secara langsung menghambat
aktivitas manusia, seperti kemacetan
dan kecelakaan lalu
lintas. Kasus kecelakaan
lalu lintas seakanakan
tidak dapat dihindari,
karena dari tahun
ke tahun terus
meningkat, Ibid, h.
C.S.T.
Kansil, et al.
Tindak Pidana Dalam
Undang-undang Nasional, Jakarta:
Jala Permata Aksara, 2009, h.
Soerjono Soekanto (ed), op. cit, h. 2 seperti
pada peristiwa mudik
tahun 2011 yang
mengalami peningkatan jika dibandingkan
pada tahun 2010.
Fakta di atas menunjukkan bahwa masih banyak
terjadi kekurangan mengenai fasilitas
dan kedisiplinan dalam berlalu lintas. Tidak disiplin dalam berkendara
juga menunjukkan bahwa
tidak ada etika
baik, padahal pemicu terjadinya
kecelakaan adalah runtuhnya
etika dalam berkendara.
Seperti, yang telah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2011
diantaranya dalam pasal 106, yang
mengharuskan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan penuh konsentrasi,
mengutamakan pejalan kaki,
mematuhi ketentuan teknis, menggunakan
sabuk pengaman. Kemudian
pasal 107, tentang
penggunaan lampu utama
yang harus dinyalakan
baik di malam
hari maupun di
siang hari.
Tidak
dipungkiri kondisi tersebut
akan menambah panjang
rentetan jumlah kecelakaan.
Sejalan dengan
hal itu, yang
menjadi perhatian penulis
adalah ketika terjadi kecelakaan
lalu lintas pelaku tidak bertanggung jawab, dengan membiarkan
korban begitu saja
tanpa menghentikan kendaraannya,
atau tabrak lari.
Tabrak lari adalah
peristiwa tabrakan yang
menabrak meninggalkan korbannya.
Perbuatan tersebut merupakan tindakan pengecut,
amoral
dan tidak manusiawi.
Karena di saat
korban membutuhkan Ferry
Santoso, dan Agus
Mulya, “Kecelakaan Lalu-lintas
Naik 1.111 Kasus”, http://nasional.kompas.com/read/2011/09/08/17190730/Kecelakaan.Lalu-lintas.Naik.1.111.Kasus
diakses 13 september 2011.
Toto Suprapto, Keprihatinan Etika Berlalu
Lintas, dalam Suara Merdeka, Semarang, 19
September 2011, h. 7.
Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Yogyakarta: Cakrawala Ilmu, 2011, h. 77- http://www.kamusbesar.com/58118/tabrak-lari Marye
Agung kusmagi, Selamat
Berkendara Di Jalan
Raya, Jakarta: Raih
Asa Sukses, 2010, h. 94.
pertolongan,
pelaku meninggalkan korban
begitu saja.
Padahal
si korban dalam
keadaan luka, baik
berat atau pun
ringan, hingga meninggal
dunia.
Seperti yang dialami Fuad,
pemudik asal Cilacap yang mengalami luka serius dan terkapar tidak berdaya di tengah jalan
setelah ditabrak sebuah mobil dari arah
yang berlawanan di jalan raya Ciamis.
Kemudian Triovita, mahasiswa jurusan
Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo. Ia tewas
seketika setelah ditabrak
kendaraan lain dari
arah belakang.
Ketentuan
mengenai tabrak lari telah d
isinggung dalam pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sebagai
berikut: Setiap orang
yang mengemudikan kendaraan
bermotor yang terlibat
kecelakaan lalu lintas
dan dengan sengaja
tidak menghentikan kendaraannya,
tidak memberi pertolongan,
atau tidak melaporkan kecelakaan
lalu lintas kepada
kepolisian negara republik
Indonesia terdekat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 231ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut
dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 tahun atau
denda paling banyak
Rp. 75.000.000, (tujuh puluh lima juta rupiah).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi