BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama rahma li ‘ala-alaminyang dibawa oleh nabi Muhammad, yang disebarkan di jazirah Arab
untuk mengeluarkan manusia dari alam
kejahilayahanmemiliki semangat perubahan dan pembaharuan terhadap kondisi realitas masyarakat Arab pada waktu
itu. Nabi Muhammad untuk menjalankan
misi-misi dakwahnya, dia membentuk sistem yang kuat pada zamannya sebagai media untuk mengembangkan dan
menyebarkan ajaranajarannya keluar Kota Mekkah dan Madinah. Dengan pemahaman
yang integral terhadap karakteristik
masyarakat Arab yang plural, nabi Muhammad mampu mendirikan Negara Madinah. Sebagai bukti
keberadaan Negara Madinah tersebut adalah
adanya piagam Madinah selain itu juga Negara Madinah bisa dikatakan sebagai Negara Madinah karena memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai Negara
diantaranya adalah adanya penduduk, wilayah, perjanjian dengan pihak luar dan pemerintahan walaupun sifatnya sentralistik
pada nabi Muhammad.
Sebagai agama yang paripurna, Islam tidak
hanya mengatur dimensi hubungan antara
manusia dan kholiqnya, tetapi juga antara sesama manusia.
Selama 23 tahun kenabian Muhammad saw. Kedua
dimensi ini berhasil dilaksanakannya dengan
baik. Pada masa 13 tahun pertama, nabi Muhammad saw menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat
Mekkah yang penekenannya pada aspek
aqidah dan ibadah. Tetapi tidak menyampingkan aspek sosialnya. Di Mekkah nabi dan pengikutnya banyak mendapatkan
tekanan dan penindasan dari kaum Qurais,
sehingga nabi banyak merekomendasikan kepadanya pengikutnya untuk melakukan hijrah keluar Kota Mekkah. Dan
pada akhirnya nabi dan pengikutnya mampu
membangun kekuatan politis diKota Madinah.
Madinah sebagai Negara pada waktu itu baik
pada kepemimpinan nabi Muhammad dan
khulafa ar rasyidin terdapat pembagian kekuasaan dan pembagian peran, sehingga fungsi-fungsi
kepemimpinan tidak hanya dijalankan oleh
khalifah saja. Seperti adanya sekertaris Negara, gubernur dan lain sebagainya. Kepemimpinan pada masa-masa itu
bisa dikatakan sebagai kepemimpinan yang
demokratis, karena keputusan-keputusan yang diambil baik oleh nabi Muhammad dan khalifah setelahnya
melalui forum musyawarah atau sharing
dengan orang-orang yang disekitarnya yang memiliki kemampuan untuk memberikan solusi-solusi terhadap problem
kenegaraan.
Dalam sejarah pemerintahan Islam, baik pada
masa kepemimpinan nabi Muhammad, khulafa
ar rasyidin, dinasti bani umayyah dan dinasti abbasiyah, lembaga dewan perwakilan rakyat telah ada
dengan penyebutan yang berbedabeda, seperti Ahl al-syura> Ahl al-hikmah, Ahl
al-hall wa al-’Aqd, Ahl al-ikhtiya>r dan
lain sebagainya. Yang memiliki tugas dan fungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat yang membuat undang-undang
atau peraturan sekaligus sebagai
lembaga yang memberikan pertimbagan atau usulan-usulan kepada khalifah.
Pada masa modern, sejalan dengan masuknya
pengaruh pemikiran politik barat terhadap
Islam, pemikiran Ahl al-hall wa al-’Aqd juga berkembang. Para ulama siyasah para ulama mengemukakan
pentingnya pembentukan lembaga perwakilan
rakyat DPR/MPR sebagai representasi dari kehendak rakyat. Mereka mengemukakan gagasan tentang Ahl al-hall wa
al-’Aqd ini dengan mengombinasikannya dengan pemikiran-pemikiran
politik yang berkembang di barat. Dalam
praktiknya, mekanisme pemilihan anggota Ahl al-hall wa al-’Aqd atau DPR ini menurut al-anshari dilakukan
melalui beberapa cara : 1. Pemilihan umum yang dilaksanakan secara
berkala. Dalam pemilu ini masyarakat
yang sudah memenuhi persyaratan memilih anggota Ahl al-hall wa al-’Aqd sesuai dengan pilihannya 2.
Pemilihan anggota Ahl al-hall wa al-’Aqd melalui seleksi dalam
masyarakat 3. Di samping itu juga, ada juga anggota Ahl
al-hall wa al-’Aqd yang diangkat oleh
kepala Negara.
Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam yang menjadi referensi untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, mengajarkan untuk menyelesaikan
permasalahan atau problem keumatan dan kebangsaan, harus diselesaikan melalui musywarah. Musyawarah ini
adalah sebagain dari tugas dan Muhammad
iqbal, fiqh siyasah kontekstualisasi doktrin politik Islam, h. 143 kewenagan lembaga Ahl al-hall wa al-’Aqd atau
Ahl al-syura> yang ada dalam sejarah
pemerintahan Islam.
Di
dalam al-quran penggunaan kata syura> terdapat pada tiga ayat. Pertama, surat Q.S al-Baqarah
(2): 233 yang membicarakan tentang
kesepakatan yang harus dilalui oleh suami istri yang ingin menyapih anak sebelum dua tahun. Kedua, Q.S.Ali Imran
(3) 159 dan ketiga, Q.S.asySyura(42): 159 isinya berbicara tentang penyelesaian
masalah atau urusan yang harus
diselesaikan melalui musyawarah dan sifatnya lebih umum dalam konteks yang luas. sebagai berikut : Q.S. Ali Imran ayat (3); Artinya: “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
Makabertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepadaNya”.
Syura>dan demokrasi merupakan dua istilah
yang berbeda tetapi memiliki subtansi
yang sama, perbedaannya adalahsumber legitimasinya, demokrasi ibid,h., 141 legitimasinya berasal dari rakyat
sedangkan syura> legitimasinya
berasal dari Tuhan. Demokrasi berasal
dari barat sedangkan syura> berasal
dari Islam.
Subtansinya dari dua istilah tersebut adalah
musyawarah, persamaan, keadilan dan lain
sebagainya. Seperti yang dijelaskan diatas musyawarah yang ada dalam sejarah pemerintahan Islam, merupakan media
untuk pengambilan keputusan secara
bersama-sama untuk menghindari prilaku pemimpin yang otoriter dan sewenang-wenang. Begitu juga dalam system
demokrasi, musyawarah merupakan media
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh lemabaga perwakilan Rakyat atau yang biasa disingkat
dengan istilah DPR, yang keanngotaanya
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Dewan perwakilan rakyat (DPR), merupakan
lembaga perwakilan rakyat yang ada dalam
pemerintahan yang menganutsistem demokrasi, yang memiliki kewenangan untuk membuat Undang-undang,
pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang diselenggarakan oleh eksekutif, memberikan usulan-usulan terhadap eksekutif
dan lain sebagainya. Selain itu juga
Dewan perwakilan rakyat merupakan anggota partai tertentu yang menjadi peserta pemilihan umum. Secara structural
kelembagaan DPR tidak hanya berada dipusat
pemerintahan, tetapi juga ada di daerah yang pemilihannya bersamaan dengan pemilihan anggota DPR pusat dalam satu
pemilihan umum, mengenai fungsi, hak
serta tugas dan kewenangannya tidak ada pebedaan. Yang menjadi perbedaannya hanyalah wilayah kerjanya. Kalau
DPR melakukan pengawasan terhadap
eksekutif yang ada dipusat yakni presiden beserta jajarannya sedangkan DPRD melakukan pengawasan terhadap eksekutif
didaerah yakni bupati beserta jajarannya
atau gubernur beserta jajarannya.
Dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,
dalam UU. no. 32 tahun 2004, dijelaskan
unsur-unsur penyelenggara pemerintahan di daerah terdiri dari, pertama, pemerintah daerah dan DPRD.
DPRD
sebagai bagian dari penyelenggara
pemerintah daerah merupakan lembaga perwakilan di daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam
pemilihan umum yang masa jabatannya
selama 5 (lima) tahun dan diusung oleh partai politik yang memiliki hak untuk mengikuti pemilihan umum setelah
adanya proses verifikasi oleh KPU.
Selain itu juga DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawan sekaligus hak untuk interplasi, angket dan
menyatakan pendapat.
Dalam sistem demokrasi anggota DPR atau DPRD,
apabila melakukan pelanggaran terhadap
kode etik anggota dewan dan melanggar komitmen dengan partai politik pengusungnya dalam pemilu atau
mengundurkan diri secara tertulis.
Partai politik pengusungnya boleh mengajukan pergantian antar waktu (PAW). Alasan-alasan terjadinya PAW atau
diberhentikan antar waktu Menurut UU no
32 tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan.
Undang-undang
no 32. tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 19 ayat 2 2.
Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota DPRD.
3.
Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik DPRD 4. Tidak Melaksnakan Kewjiban Anggota DPRD 5.
Melanggar larangan bagi anggota DPRD 6.
Dinyatakan Bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melanggar
tindak pidana dengan ancaman pidana
singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi