BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Demokrasi, pada
awalnya merupakan suatu
gagasan tentang pola kehidupan yang
muncul sebagai reaksi
terhadap kenyataan kondisi
sosialpolitik yang tidak
manusiawi di tengah-tengah
masyarakat. Reaksi tersebut tentu datangnya dari orang-orang
yang berpikiran idealis dan bijaksana serta wajar. Mereka terusik
dan tergugah melihat
adanya pengekangan dan pemerkosaan hak-hak dasar manusia.
Begitu
halnya Indonesia yang
menetapkan demokrasi sebagai
pilar kehidupan berbangsa akan mewajibkan dan merupakan keharusan bagi
setiap warganya untuk hidup dalam aturan
yang telah ditetapkan oleh UndangUndang.
Sesuai dengan perubahan UUD
RI Tahun 1945
pasal 1 ayat mengatakan
bahwa kedaulatan berada
di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Perubahan
tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat
tidak dilaksanakan sepenuhnya
oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
Sesuai
dengan perubahan tersebut, juga
diharapkan akan terjamin
kelangsungan kebebasan warga Negara
dalam melaksanakan kewajiban
dan memperoleh hak
yang Parulian Donald, Menggugat
Pemilu,h.
Undang-Undang Dasar dimilikinya, diantaranya hak dalam berpolitik
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Oleh sebab itu, ketika kita
berbicara mengenai pemerintahan rakyat tampaknya yang memerintah itu adalah
rakyat, dan yang dipilih oleh rakyat.
Memilih sebagian rakyat untuk
menjadi pemerintahan adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogyanya merupakan
hak semua rakyat.Proses dan kegiatan memilih disederhanakan dan umumnyadikenal
dengan sebutan : Pemilihan, dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus
ikut,tanpa dibeda-bedakan maka dipakailah sebutan : pemilihan umum,disingkat
pemilu.
Pada dasarnya pemilu merupakan wujud dari
pelaksanaan demokrasi perwakilan.
Akar budaya dan
sistem perwakilan kedaulatan
rakyat tersebut apabila ditelusuri
akan bermula atau
berasal dari zaman
Yunani kuno.
Meskipun demikian
pada zaman itu
perwujudan kedaulatan rakyat
yang dipakai adalah kedaulatan langsung. Sedangkan demokrasi
perwakilan yang dikenal pada
zaman modern ini dikenalkan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan Barat.
Dari
aturan atau sistem
seperti itu dapat
dipahami bahwa pendiri Republika Indonesia
memilih jalan untuk
menyelenggarakan pemilihan umum
sebagai tata cara
untuk mendapatkan mandat rakyat
melalui wakilwakilnya dan untuk
melakukan suksesi yang bersifatperiodik,karena refrensi Parulian Donald, Menggugat Pemilu,h.
Ipong S.Azhar, Benarkah DPR Mamdul(Pemilu,
Partai, dan DPR Masa Orde Baru), h.
yang dipilih olehmereka diperoleh dari sistem
pendidikan barat yang mereka ikuti,
baik di sekolah-sekolah dalam
negeri maupun di
sekolah-sekolah luar negeri(Belanda).
Pemilu
adalah merupakan bagian dari proses
rakyat memilih pemimpin Negara.
Pemilu
merupakan salah satu
sarana utama menegakkan
suatu tatanan politik yang
lebih demokratis, fungsinya
sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi
bukan sebagai tujuan
demokrasi.
Oleh sebab itu pemilu dalam kapasitasnya
memilih anggota legislatif perlu adanya mekanisme pemilihan
yang akan mencerminkan kesempurnaan
dari pelaksanan demokrasi itu,
begitu pula halnya
terciptanya demokrasi dalam mekanisme pemilihan
anggota legislatif baik
di tingkat nasional maupun daerah.
Maka berdasarkan
perubahan yang telah
disebut di muka seluruh Anggota Calon
Legislatif yaitu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dipilih
melalui pemilu yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap lima tahun sekali.
Agar tercipta
derajat kompetisi yang
sehat, pertisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih
tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggung
jawaban yang jelas
maka penyelenggaraan pemilihan
umum ibid Ibid, h.
M. Rusli Karim, Pemilu Demokrasi Kompetitif, h.
harus dilaksanakan secara lebih berkualitas
dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,
dipandang perlu untuk
mengganti landasan hukum
penyelenggaraan pemilihan
umum yang tertuang
dalam Undang-Undang No.12
Tahun tentang
Pemilihan Umum, Anggota DPR,
DPD dan DPRD. Sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang
No.10 Tahun 2006
tentang Perpu No.1 Tahun 2006
tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang No.12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD menjadi Undang-Undang, dengan Undang-Undang
baru yang lebih komperhensifdansesuai untuk menjawab
tantangan permasalahan baru dalam penyelengaraan Pemilihan
Umum, yakni UU
No.10 Tahun 2008
Tentang Pemilu.
Dengan
adanya pembentukan, pemeliharaan
dan pengembangan partai politik pada
dasarnya adalah merupakan
salah satu pencerminan
hak warga negara untuk berkumpul, menyatakan pendapat. Melalui partai
politik tersebut rakyat dapat
mewujudkan hatinya untuk
menyatakan pandapat tentang arah
kehidupan dan masa
depannya dalam bermasyarakat
dan bernegara. Partai politik juga merupakan elemen paling penting pada
politik demokrasi, oleh karena
itu penataannya harus
dengan kaidah-kaidah kedaulatan rakyat
yaitu dengan memberikan
kebebasan, kesetaraan dan kebersamaan.
Penjelasan Umum Undang-Undang No.10 Tahun 2008
Tentang Pemilu, h.
Karena
dengan adanya kebebasan,
kesetaraan, dan kebersamaan, yang diberikan masyarakat akan
terwujudnya cita-cita kemasyarakatan secara utuh. Di samping dengan adanya sistem
dan proses pelaksanaan pemilu secara memadai, maka kehidupan kepartaian yang
sehat dan proses penyelenggaraan pemilihan
umum akan dapat
menciptakan lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang lebih luas dan lebih
berkualitas.
Paska reformasi, sistem demokrasi
di Indonesia memasuki era baru khususnya dengan munculnya
sistemmultipartai dalam pemilu di Indonesia.
Hal ini
terlihat dari kehadiran
partai politik dalam
pemilu tahun sebanyak 48
partai politik yang
mengikuti pemilu. Jumlah
partai yang mengikuti pemilu
ini jauh berbeda
dengan masa Orde
Baru yang hanya partai yang berhak mengikuti pemilu yaitu
Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI).
Sistem
multipartai ini dimaksudkan
untuk menjamin semua
partai politik dapat berpartisipasi dalam demokrasi. Sistem multipartai
ini diimbangi dengan adanya pembatasan jumlah partai politik yang dapat
mengikuti pemilu berikutnya dengan adanya mekanisme electoral threshold (ET).
Dalam pemilu Tahun 1999, partai-partai
politik yang tidak
memenuhi jumlah kursi
2% di Parlemen tidak
dapat mengikuti pemilu
tahun 2004. Ketentuan
pembatasan peserta pemilu kemudian
berlanjut dengan peningkatan
3% jumlah kursi
di http://www.legalitas.org/?q=content/penyederhanaan-partai-sistem-multipartai-tidakkonsisten parlemen
untuk dapat mengikuti
pemilu tahun 2009
sebagaimana diatur dalam UU No.
12 Tahun 2003 tentang Pemilu.
Seperti
yang sudah ditetapkan
oleh KPU, pemilu
2009 nanti akan diikuti oleh sebanyak 34 partai politik.
Jumlah ini lebih banyak dari pemilu 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik.
Namun dibandingkan dengan pemilu 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik,
jumlah ini lebih sedikit. Berkaca dari dua pemilu sebelumnya, sebagian
menyebutkan bahwa idealnya jumlah partai politik peserta pemilu 2009 nanti
adalah 12, yaitu separuh dari jumlah partai politik peserta
pemilu 2004. Sebagian
lagi menyebutkan 5 atau 7
partai politik. Yang menjadi pertanyaan sebenarnya bukan pada berapa
jumlah ideal partai politik peserta pemilu, tapi justru bagaimanakah idealnya
menentukan jumlah partai politik peserta pemilu.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi