BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengisi pembangunan di bidang
hukum, maka Indonesia berdasarkan
Ketetapan MPR Nomor II/ MPR/ 1983, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), telah
dinyatakan bahwa azasazas pembangunan nasional antara lain menyebutkan tentang
azas kesadaran hukum. Berdasarkan hal
tersebut, merupakan suatu bukti nyata Indonesia
adalah negara yang berkembang di mana dalam perkembangannya juga memegang tinggi hukum
sebagai alat pengawas atau pembatas.
Sejalan dengan itu, di dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945 juga secara tegas ditentukan bahwa Negara Indonesia menjamin kepastian hukum bagi setiap warganya.
Hal ini juga berarti bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan
adanya negara yang berdasarkan kekuasaan
semata. Penegasan tersebut sengaja dituangkan dalam berbagai peraturan-peraturan dan
norma-norma yang dimaksudkan agar setiap
warga negara Indonesia menjadi warga yang sadar dan taat Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tahun
2002, Pasal 28 D ayat ke- 1 hukum, dan
mewajibkan negara untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum kepada setiap masyarakat.
Dalam menegakkan supremasi hukum
di Indonesia, peran serta aparat
pemerintah untuk memberikan penyuluhan serta membina dan mengarahkan masyarakat khususnya masyarakat
kecil supaya sadar akan hukum bahwa hal
tersebut jelas-jelas telah melanggar norma-norma yang terkandung di dalam Undang-Undang, sehingga
bisa terciptanya suatu pembangunan
tentang asas kesadaran hukum.
Sebagai salah satu instrumen di
dalam penegakkan hukum nasional, keberadaan
Hukum Acara Pidana memiliki peranan yang sangat vital dalam menegakkan supremasi hukum di republik ini.
Sebab secara fungsional terdapat
hubungan saling membutuhkan antara hukum formil dan materiil, di mana bila hukum pidana materiil tersebut
tanpa adanya hukum acara pidana akan
menjadi tidak berdaya. Begitu pula sebaliknya, bila hukum acara pidana tanpa adanya hukum pidana
materiil, maka penerapannya pun tidak
akan berdasar.
Hakekat dari lahirnya KUHAP merupakan gambaran
konkrit betapa bangsa ini menginginkan
supaya masyarakatnya menghayati hak dan kewajibanya
atas perlindungan terhadap harkat dan martabat sesuai dengan hak dan kewajiban asasinya, dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para Lilik
Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana,h. 1-2 pelaksana penegak hukum sehingga sesuai
dengan wewenang masingmasing kearah tegaknya hukum dan keadilan. Tujuan
dasar dari eksekusi putusan merupakan satu gambaran bahwa hukum telah benar-benar ditegakkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang ada.
Dalam Islam pun menegakkan hukum
juga merupakan suatu keharusan, hal ini
sesuai dengan firman Allah Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka
berilah Keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil (Surah Shaad ayat 26).
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa seorang
khalifah (pemimpin) diharuskan
memberikan keputusan terhadap suatu perkara secara adil (sesuai dengan undang-undang yang berlaku).
Terkait permasalahan pengambilan
keputusan tersebut, seorang khalifah dalam menegakkan supremasi hukum dibantu oleh lembaga-lembaga
lain, salah satu badan yang membantu
tugas khalifah dalam menegakkan hukum adalah Wilayah H{isbah. Wilayah hisbahadalah lembaga yang
memberikan bantuan kepada orang-orang
yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas-petugas h{isbah (muh{tasib), di mana salah satu fungsinya yaitu Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 736.
sebagai pelaksana dari putusan yang
dikeluarkan oleh pengadilan. Intinya lembaga
tersebut memiliki peran yang hampir sama dengan lembaga kejaksaan pada saat ini.
Jika dilihat dari proses pelaksanaan putusan
dalam Islam, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan seperti; pertama, putusan yang dapat dieksekusi merupakan keputusan yang telah
memiliki kekuatan hukum.
Kedua, dalam bentuk pelaksanaan putusan
sepenuhnya diserahkan kepada keluarga
korban, dalam artian keluarga korban bisa meminta eksekusi (pelaksanaan putusan) tersebut di jalankan
sesuai dengan hukuman yang ditetapkan
hakim atau bisa pula keluarga korban meminta ganti rugi hukuman atau bahkan pengampunan terhadap para
terpidana.
Ketiga, mengenai alat yang dipakai dalam
melaksanakan hukuman yang mana menurut
Imam Malik, syafi’I dan beberapa maz{hab Hanabilah sepakat bahwa alat yang dipakai adalah sama dengan
alat yang dipakai pelalu ketika melakukan
tindakan jarimah{tersebut. Keempat,terkait waktu dan tempat eksekusi dalam Islam dilaksanakan ketika ahli
waris si korban telah hadir dengan
syarat ahli waris tersebut sudah baligh, mengenai tempatnya pada umumnya dilaksanakan di tempat umum (terbuka)
seperti masjid.
Kelima, persaksian atas eksekusi yang mana dalam Islam
menurut maz{hab Hanafi Teungku Muhammad
Hasbi Ash Shiddi> eqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 96- Ibu Qayyim al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan
Islam, h.183 http//blog.re.or.id 13
februari Sayiyd Sabiq Fikih Sunnah
Jilid X, h. 64. pihak yang paling berhak melaksanakan hukuman
adalah ahli waris, maka ahli waris itu
pula yang diharapkan hadir sebagai saksi, dalam hal persaksian ini menurut Imam al-Mawardi
pelaksanaan hukuman bisa sempurna jika
di hadiri 10 (sepuluh) orang saksi.
Berdasarkan pasal 270 tentang pelaksanaan
putusan pengadilan (eksekusi), kejaksaan
merupakan lembaga yang menindak lanjuti dari putusan yang telah ditetapkan pengadilan.
Eksekusi putusan sebagaimana yang termaktub
dalam pasal 270 sampai pasal 276 KUHAP,
menjelaskan mengenai wewenang kejaksaan untuk
melaksanakan eksekusi menurut cara yang diatur dalam UndangUndang. Dengan
adanya berbagai peraturan ini diharapkan pelaksanaan eksekusi sejalan dan sesuai dengan putusan
yang dikeluarkan oleh pengadilan.
Berangkat dari keterangan di atas, telah
ditemukan perkara tentang pembunuhan
yang diawali dengan pengeroyokan di daerah yuridiksi Pengadilan Negeri Sidoarjo, Dalam kasus ini para terpidana berdasarkan
kutipan putusan Nomor: 1169/Pid.B/2008/PN>.SDA
Pengadilan Negeri Sidoarjo dikenakan hukuman 12 tahun untuk SM dan 6 tahun bagi M alias
Robot, dengan ketentuan Noerwahidah,Pidana
Mati Dalam Hukum Islam, h. 60.
M..A. Kuffal, Penerapan KUHAP Praktek Hukum,
h. 433.
KUHAP dan Penjelasan, h. 116-117.
selama terdakwa berada dalam tahanan akan
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan.
Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam
pasal 30 ayat (2) UU No 16 tahun 2004
tentang kejaksaan maka keputusan yang telah
memiliki kekuatan hukum tersebut harus dilaksanakan yang dalam hal ini adalah jaksa.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi