Senin, 18 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN KASUS PEMBUNUHAN DAN PENGEROYOKAN DI SIDOARJO (STUDI EKSEKUSI PUTUSAN NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA)


 BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Dalam rangka mengisi pembangunan di bidang hukum, maka  Indonesia berdasarkan Ketetapan MPR Nomor II/ MPR/ 1983, tentang  Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), telah dinyatakan bahwa azasazas pembangunan nasional antara lain menyebutkan tentang azas  kesadaran hukum. Berdasarkan hal tersebut, merupakan suatu bukti nyata  Indonesia adalah negara yang berkembang di mana dalam  perkembangannya juga memegang tinggi hukum sebagai alat pengawas  atau pembatas.
Sejalan dengan itu, di dalam Undang-Undang Dasar Republik  Indonesia tahun 1945 juga secara tegas ditentukan bahwa Negara Indonesia  menjamin kepastian hukum bagi setiap warganya.
 Hal ini juga berarti  bahwa bangsa Indonesia tidak menginginkan adanya negara yang  berdasarkan kekuasaan semata. Penegasan tersebut sengaja dituangkan  dalam berbagai peraturan-peraturan dan norma-norma yang dimaksudkan  agar setiap warga negara Indonesia menjadi warga yang sadar dan taat   Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tahun 2002, Pasal 28 D ayat ke- 1   hukum, dan mewajibkan negara untuk menegakkan dan menjamin kepastian  hukum kepada setiap masyarakat.

Dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia, peran serta  aparat pemerintah untuk memberikan penyuluhan serta membina dan  mengarahkan masyarakat khususnya masyarakat kecil supaya sadar akan  hukum bahwa hal tersebut jelas-jelas telah melanggar norma-norma yang  terkandung di dalam Undang-Undang, sehingga bisa terciptanya suatu  pembangunan tentang asas kesadaran hukum.
Sebagai salah satu instrumen di dalam penegakkan hukum nasional,  keberadaan Hukum Acara Pidana memiliki peranan yang sangat vital dalam  menegakkan supremasi hukum di republik ini. Sebab secara fungsional  terdapat hubungan saling membutuhkan antara hukum formil dan materiil,  di mana bila hukum pidana materiil tersebut tanpa adanya hukum acara  pidana akan menjadi tidak berdaya. Begitu pula sebaliknya, bila hukum  acara pidana tanpa adanya hukum pidana materiil, maka penerapannya pun  tidak akan berdasar.
 Hakekat dari lahirnya KUHAP merupakan gambaran konkrit betapa  bangsa ini menginginkan supaya masyarakatnya menghayati hak dan  kewajibanya atas perlindungan terhadap harkat dan martabat sesuai dengan  hak dan kewajiban asasinya, dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para   Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana,h. 1-2   pelaksana penegak hukum sehingga sesuai dengan wewenang masingmasing kearah tegaknya hukum dan keadilan.   Tujuan dasar dari eksekusi putusan merupakan satu gambaran  bahwa hukum telah benar-benar ditegakkan sesuai dengan peraturan  perundang-undangan yang ada.
Dalam Islam pun menegakkan hukum juga merupakan suatu  keharusan, hal ini sesuai dengan firman Allah Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah  (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara  manusia dengan adil (Surah Shaad ayat 26).
 Dari ayat di atas menjelaskan bahwa seorang khalifah (pemimpin)  diharuskan memberikan keputusan terhadap suatu perkara secara adil  (sesuai dengan undang-undang yang berlaku). Terkait permasalahan  pengambilan keputusan tersebut, seorang khalifah dalam menegakkan  supremasi hukum dibantu oleh lembaga-lembaga lain, salah satu badan  yang membantu tugas khalifah dalam menegakkan hukum adalah Wilayah  H{isbah. Wilayah hisbahadalah lembaga yang memberikan bantuan kepada  orang-orang yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari  petugas-petugas h{isbah (muh{tasib),  di mana salah satu fungsinya  yaitu   Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 736.
 sebagai pelaksana dari putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan. Intinya  lembaga tersebut memiliki peran yang hampir sama dengan lembaga  kejaksaan pada saat ini.
 Jika dilihat dari proses pelaksanaan putusan dalam Islam, maka ada  beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti; pertama, putusan yang dapat  dieksekusi merupakan keputusan yang telah memiliki kekuatan hukum.
 Kedua, dalam bentuk pelaksanaan putusan sepenuhnya diserahkan kepada  keluarga korban, dalam artian keluarga korban bisa meminta eksekusi  (pelaksanaan putusan) tersebut di jalankan sesuai dengan hukuman yang  ditetapkan hakim atau bisa pula keluarga korban meminta ganti rugi  hukuman atau bahkan pengampunan terhadap para terpidana.
 Ketiga, mengenai alat yang dipakai dalam melaksanakan hukuman yang mana  menurut Imam Malik, syafi’I dan beberapa maz{hab Hanabilah sepakat  bahwa alat yang dipakai adalah sama dengan alat yang dipakai pelalu ketika  melakukan tindakan jarimah{tersebut. Keempat,terkait waktu dan tempat  eksekusi dalam Islam dilaksanakan ketika ahli waris si korban telah hadir  dengan syarat ahli waris tersebut sudah baligh, mengenai tempatnya pada  umumnya dilaksanakan di tempat umum (terbuka) seperti masjid.
 Kelima,  persaksian atas eksekusi yang mana dalam Islam menurut maz{hab Hanafi   Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddi> eqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 96-  Ibu Qayyim al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, h.183   http//blog.re.or.id 13 februari   Sayiyd Sabiq Fikih Sunnah Jilid X, h. 64.     pihak yang paling berhak melaksanakan hukuman adalah ahli waris, maka  ahli waris itu pula yang diharapkan hadir sebagai saksi, dalam hal  persaksian ini menurut Imam al-Mawardi pelaksanaan hukuman bisa  sempurna jika di hadiri 10 (sepuluh) orang saksi.
 Berdasarkan pasal 270 tentang pelaksanaan putusan pengadilan  (eksekusi), kejaksaan merupakan lembaga yang menindak lanjuti dari  putusan yang telah ditetapkan pengadilan.
 Eksekusi putusan sebagaimana yang termaktub dalam pasal 270  sampai pasal 276 KUHAP, menjelaskan mengenai wewenang kejaksaan  untuk melaksanakan eksekusi menurut cara yang diatur dalam UndangUndang. Dengan adanya berbagai peraturan ini diharapkan pelaksanaan  eksekusi sejalan dan sesuai dengan putusan yang dikeluarkan oleh  pengadilan.
 Berangkat dari keterangan di atas, telah ditemukan perkara tentang  pembunuhan yang diawali dengan pengeroyokan di daerah yuridiksi  Pengadilan Negeri Sidoarjo,  Dalam kasus ini para terpidana berdasarkan kutipan putusan Nomor:  1169/Pid.B/2008/PN>.SDA Pengadilan Negeri Sidoarjo dikenakan hukuman  12 tahun untuk SM dan 6 tahun bagi M alias Robot, dengan ketentuan   Noerwahidah,Pidana Mati Dalam Hukum Islam, h. 60.
 M..A. Kuffal, Penerapan KUHAP Praktek Hukum, h. 433.
 KUHAP dan Penjelasan, h. 116-117.
 selama terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari  pidana yang dijatuhkan.
 Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam pasal  30 ayat (2) UU No 16 tahun 2004 tentang kejaksaan maka keputusan yang  telah memiliki kekuatan hukum tersebut harus dilaksanakan yang dalam hal  ini adalah jaksa.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi