BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah merupakan salah satu solusi
perekonomian bangsa mengingat
perekonomian merupakan penggerak stabilitas nasional. Perbaikan segala bangsa yang dihadapi saat ini, harus
dimulai dari kegiatan perekonomian nasional
yang bergerak menuju perekonomian berbasis syariah. Seperti halnya bank konvensional, bank syariah mempunyai
fungsi sebagai lembaga perantara finansial
(intermediary financial) yang melakukan mekanisme pengumpulan dan penyaluran dana secara seimbang, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dengan adanya ketentuan tentang pelaksanaan
prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan
dana, penyaluran dana serta pelayanan jasa, bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang
berkepentingan pada gilirannya akan
mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat.
Selain itu, adanya ketentuan ini dapat
memberikan kejelasan pelaksanaan prinsip
syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah sehingga dapat
membantu operasional bank syariah menjadi
lebih efisien dan meningkatkankepastian hukum para pihak termasuk bagi pengawas dan auditor bank syariah.
Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa
dalam Praktik Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2012), 2.
2 Aplikasi akad dan aspek legalnya, sangat
diperlukan dalam mendukung kelancaran
transaksi muamalah yang melibatkan lembaga perbankan syariah dan keuangan syariah. Dengan demikian, hubungan
antara pihak bank dengan nasabah
terjalin harmonis, karena tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, semua bentuk akad dan berbagai transaksi
yang dibuat oleh manusia hukumnya sah
dan dibolehkan,asal tidak bertentangan dengan ketentuan umum yang ada dalam syara’. Hal tersebut sesuai
dengan kaidah: ُ “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Dari kaidah di atas dapat dipahamibahwa dalam
urusan dunia termasuk di dalamnya
muamalah, Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengaturnya sesuai dengan kemaslahatan mereka,
dengan syarat tidak melanggar
ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara’. Salah satu ketentuan syara’ adalah dilarangnya riba.
Dengan demikian, semua akad dan transaksi
yang dibuat oleh manusia hukumnya sah, asal tidak mengandung riba.
Pokok dari sistem bermuamalah
dalam Islam terletak pada akadnya. Akad di
awal transaksi, menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang dapat menentukan bahwa sebuah kerjasama bisa
dijalankan dengan suka sama suka, tidak
ada salah satu pihak yang dirugikan. Allah berfirman (QS. Al-Ma’idah: 1); Achmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: Amzah, 2010), 4.
4 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu..
Dan Allah berfirman (QS An-Nisa’: Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.
Dalam hadis dibawah iniArtinya: Dari Abu Sa’id
Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan suka sama suka." (HR. AlBaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban).
Al-Qur’an, tidak pernah
secaralangsung membicarakan tentang mura>bah}ah,
meski disana ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada
hadis yang memiliki rujukan langsung
kepada mura>bah}ah. Selain beberapa
ayat al-Qur’an di atas maka berdasarkan
Hukum Positif, landasan dalam mengoperasionalkan bank syariah Departemen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2010), 106.
Ibid.,83.
4 adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah (Sebelum
lahirnya Undang-Undang ini, landasan operasional Perbankan Syariah adalah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan di mana sebatas diakomodirnya prinsip dalam operasional bank, yakni di dalam Pasal1 Ayat
(3) jo. Pasal 1 butir 13) Adalah “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (mura>bah}ah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan
(ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).” Dasar hukum lainnya yang dapat digunakan dalam
pembuatan ataupun pelaksanaan akad
dengan prinsip mura>bah}ah didasarkan pada Pasal 1338 Ayat (1) dan (3) Buku III KUHPerdata.
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, yang bertujuan yaitu
: Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian
Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2012),
5 −
Pertama, untuk memenuhi kebutuhan
jasa perbankan bagi masyarakat yang
tidak dapat menerima konsep bunga.
−
Kedua, dengan diterapkannya
sistem perbankan syariah yang berdampingan
dengan sistem perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal
terutama dari segmen masyarakat yang
selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.
−
Ketiga, peluang pembiayaan bagi
pengembangan usaha yang lebih
berdasarkan syariah.
−
Keempat, kebutuhan akan
produk-produk dan jasa perbankan yang
memiliki keunggulan yang unik dan berlandaskan nilai-nilai moral dan syariah.
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syari’ah telah dikeluarkan.
Namun, Indonesia masih menganut dua sistem perbankan (Dual Banking System).
Dua sistem perbankan itu adalah
bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil
(yang implisit mengakui sistem perbankan berdasarkan prinsip Islam).
Kegiatan bank umum bank syariah secaragaris
dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama
yaitu; Adrian Sutedi, Perbankan Syariah
Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 50.
Ismail , Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana,
2011) , 52-53.
6 1) Penghimpunan Dana dari Masyarakat 2) Penyaluran Dana Kepada Masyarakat 3) Pelayanan Jasa Bank.
Semua produk yang dipasarkan oleh
bank syariah harus dilandasi dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional, bank syariah tidak diperkenankan memasarkan produk yang tidak ada Fatwa Dewan
Syariah Nasional.
Fatwa Dewan Syariah Nasional berlaku umum
untuk Lembaga Keuangan Syariah, artinya
jika suatu produk telah dilandasi dengan fatwa, maka semua bank syariah dapat memasarkan tetapi jika
suatu produk belum ada fatwanya maka
bank syariah harus meminta fatwa ke Dewan Syariah Nasional terlebih dahulu sebelum produk tersebut dipasarkan.
Dalam penjelasan pasal 8
undang-undang nomor 7 tahun 1992 jo. UU Nomor
10 tahun 1998 tentang perbankan maupun dalam penjelasan pasal 37 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah
antara lain dinyatakan bahwa kredit atau
pembiyaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas hukum perjanjian, sebagai berikut;
1. Asas kebebasan (al-hurriyah).
Muhamad Yusuf dan Wiroso, Bisnis Syariah,
(Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2011), 89-90.
Bagyan Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan
Mur>abah}ah Pada Perbankan Syariah, (Yogyakarta;
UII Press, 2012), 48.
7 Asas
ini merupakan prinsip dasar dalam perjanjian islam, dalam arti para pihak bebas dalam membuat suatu
perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan
obyek akad dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta bebas menentukan
bagaimana cara menentukan penyelesaian
sengketa jika terjadi dikemudian hari.
Asas kebebabasan dalam berkontrak dalam islam
dibatasi oleh ketentuan syariah islam.
Akad dibuat tidak boleh ada unsur paksaan, kekhilafan dan penipuan. Dasar hukum mengenai
asas ini tertuang dalam (QS. Al Baqarah
ayat 256).
Artinya:“Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.
Adanya kata-kata tidak adanya paksaan ini,
berarti islam menghendaki dal hal
perbuatan apapun harus didasari oleh kebebasan untuk bertindak, sepanjang itu benar dan tidak
bertentangan dengan nilainilai syariah. Sebagaimana dalam Pasal 1138
KUHPerdata, maka perjanjian-perjanjian
yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), harus didasari adanya
itikad baik.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi