Kamis, 14 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERBANKAN TERHADAP RESCHEDULING TAGIHAN MURA>BAH}AH BERMASALAH DI PT. BNI SYARIAH CABANG SURABAYA


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah   Perbankan syariah merupakan salah satu solusi perekonomian bangsa  mengingat perekonomian merupakan penggerak stabilitas nasional. Perbaikan  segala bangsa yang dihadapi saat ini, harus dimulai dari kegiatan perekonomian  nasional yang bergerak menuju perekonomian berbasis syariah. Seperti halnya  bank konvensional, bank syariah mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara  finansial (intermediary financial) yang melakukan mekanisme pengumpulan dan  penyaluran dana secara seimbang, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Dengan adanya ketentuan tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan  penghimpunan dana, penyaluran dana serta pelayanan jasa, bank syariah akan  memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan pada gilirannya  akan mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat.

 Selain itu, adanya ketentuan ini dapat memberikan kejelasan pelaksanaan  prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta  pelayanan jasa bank syariah sehingga dapat membantu operasional bank syariah  menjadi lebih efisien dan meningkatkankepastian hukum para pihak termasuk  bagi pengawas dan auditor bank syariah.
 Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, (Yogyakarta:  Nuha Medika, 2012), 2.
2   Aplikasi akad dan aspek legalnya, sangat diperlukan dalam mendukung  kelancaran transaksi muamalah yang melibatkan lembaga perbankan syariah dan  keuangan syariah. Dengan demikian, hubungan antara pihak bank dengan  nasabah terjalin harmonis, karena tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena  itu, semua bentuk akad dan berbagai transaksi yang dibuat oleh manusia  hukumnya sah dan dibolehkan,asal tidak bertentangan dengan ketentuan umum  yang ada dalam syara’. Hal tersebut sesuai dengan kaidah:  ُ “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang  mengharamkannya.”   Dari kaidah di atas dapat dipahamibahwa dalam urusan dunia termasuk di  dalamnya muamalah, Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk  mengaturnya sesuai dengan kemaslahatan mereka, dengan syarat tidak  melanggar ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara’. Salah satu  ketentuan syara’ adalah dilarangnya riba. Dengan demikian, semua akad dan  transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya sah, asal tidak mengandung riba.
Pokok dari sistem bermuamalah dalam Islam terletak pada akadnya. Akad  di awal transaksi, menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang dapat  menentukan bahwa sebuah kerjasama bisa dijalankan dengan suka sama suka,  tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Allah berfirman (QS. Al-Ma’idah: 1);   Achmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), 4.
4   Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu..
 Dan Allah berfirman (QS An-Nisa’: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta  sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan  yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah  kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang  kepadamu.
 Dalam hadis dibawah iniArtinya: Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,  "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. AlBaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
Al-Qur’an, tidak pernah secaralangsung membicarakan tentang  mura>bah}ah, meski disana ada sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan  perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada hadis yang memiliki rujukan  langsung kepada  mura>bah}ah. Selain beberapa ayat al-Qur’an di atas maka  berdasarkan Hukum Positif, landasan dalam mengoperasionalkan bank syariah   Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro,  2010), 106.
 Ibid.,83.
4  adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah  (Sebelum lahirnya Undang-Undang ini, landasan operasional Perbankan Syariah  adalah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun  1992 tentang Perbankan di mana sebatas diakomodirnya prinsip dalam  operasional bank, yakni di dalam Pasal1 Ayat (3) jo. Pasal 1 butir 13)  Adalah  “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank  dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha,  atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain  pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan  berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang  dengan memperoleh keuntungan (mura>bah}ah), atau pembiayaan barang modal  berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya  pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh  pihak lain (ijarah wa iqtina).”  Dasar hukum lainnya yang dapat digunakan dalam pembuatan ataupun  pelaksanaan akad dengan prinsip mura>bah}ah didasarkan pada Pasal 1338 Ayat  (1) dan (3) Buku III KUHPerdata.
 Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang  bertujuan yaitu :   Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah, (Yogyakarta:  Nuha Medika, 2012),
5  −  Pertama,  untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi  masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
−  Kedua,  dengan diterapkannya sistem perbankan syariah yang  berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilisasi dana  masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal terutama dari segmen  masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan  konvensional.
−  Ketiga,  peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha yang  lebih berdasarkan syariah.
−  Keempat,  kebutuhan akan produk-produk dan jasa perbankan  yang memiliki keunggulan yang unik dan berlandaskan nilai-nilai moral  dan syariah.
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah telah  dikeluarkan. Namun, Indonesia masih menganut dua sistem perbankan (Dual  Banking System).
Dua sistem perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi  hasil (yang implisit mengakui sistem perbankan berdasarkan prinsip Islam).
 Kegiatan bank umum bank syariah secaragaris dapat dibagi menjadi tiga  fungsi utama yaitu;   Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Jakarta: Ghalia  Indonesia, 2009), 50.
 Ismail , Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2011) , 52-53.
6  1) Penghimpunan Dana dari Masyarakat  2) Penyaluran Dana Kepada Masyarakat  3) Pelayanan Jasa Bank.
Semua produk yang dipasarkan oleh bank syariah harus dilandasi dengan  Fatwa Dewan Syariah Nasional, bank syariah tidak diperkenankan  memasarkan produk yang tidak ada Fatwa Dewan Syariah Nasional.
 Fatwa Dewan Syariah Nasional berlaku umum untuk Lembaga Keuangan  Syariah, artinya jika suatu produk telah dilandasi dengan fatwa, maka semua  bank syariah dapat memasarkan tetapi jika suatu produk belum ada fatwanya  maka bank syariah harus meminta fatwa ke Dewan Syariah Nasional terlebih  dahulu sebelum produk tersebut dipasarkan.
Dalam penjelasan pasal 8 undang-undang nomor 7 tahun 1992 jo. UU  Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan maupun dalam penjelasan pasal 37  UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah antara lain dinyatakan  bahwa kredit atau pembiyaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh  bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus  memperhatikan asas-asas hukum perjanjian, sebagai berikut;  1.  Asas kebebasan (al-hurriyah).
 Muhamad Yusuf dan Wiroso, Bisnis Syariah, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2011),  89-90.
 Bagyan Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Mur>abah}ah Pada Perbankan Syariah,  (Yogyakarta; UII Press, 2012), 48.
7   Asas ini merupakan prinsip dasar dalam perjanjian islam, dalam arti  para pihak bebas dalam membuat suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam  menentukan obyek akad dan bebas menentukan dengan siapa ia akan  membuat perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana cara menentukan  penyelesaian sengketa jika terjadi dikemudian hari.
 Asas kebebabasan dalam berkontrak dalam islam dibatasi oleh  ketentuan syariah islam. Akad dibuat tidak boleh ada unsur paksaan,  kekhilafan dan penipuan. Dasar hukum mengenai asas ini tertuang dalam  (QS. Al Baqarah ayat 256).
   Artinya:“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);  Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang  sesat.
 Adanya kata-kata tidak adanya paksaan ini, berarti islam  menghendaki dal hal perbuatan apapun harus didasari oleh kebebasan  untuk bertindak, sepanjang itu benar dan tidak bertentangan dengan nilainilai syariah. Sebagaimana dalam Pasal 1138 KUHPerdata, maka  perjanjian-perjanjian yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak  (freedom of contract), harus didasari adanya itikad baik.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi