BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin
yang memedomani dan mengatur hubungan
seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan hanya layanan Tuhan seperti
halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi
juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun
material. Dalam pandangan Islam, pemilik
asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik
segala yang ada di alam semesta ini, hal
ini sesuai dengan apa yang disebutkan Allah SWT dalam kitab suci alQur’an
sebagai berikut: Artinya: “ Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantaranya. Dia menciptakan
yangdikehendakinya. Dan Allah maha kuasa
atas segala sesuatu”. (QS. Al-Maidah: 120)
Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta
tersebut. Hal ini berarti bahwa orang
yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan
dibelanjakan sesuai dengan kehendak DEPAG
RI, al-Qur’an danTerjemahnya, h.128 1 pemilik sebenarnya (Allah SWT), baik dalam
pengembangan harta maupun penggunaannya.
Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
"pada mulanya" masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah
menganugerahkan sebagian darinya kepada
pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
T
Sehingga sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah
apabila telah mendapatkan izin dari
Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah didasarkan pada
ketentuan-ketentuan syara' yang tertuang
dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.
Sebagai agama kamilsyamil, Islam menghadirkan
sebuah sistem ekonomi yang berbeda
dengan sistem ekonomi lainnya termasuk sistem sosialis dan kapitalis yang membawa konsep privatisasi
beserta bagian-bagiannya. Dalam sistem
ini, ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi dua kepentingan yang berbeda, kepentingan dunia dan kepentingan
akhirat dengan melibatkan negara (khalifah)
sebagai wakil Allah di bumi (khalifah al-Allah) dan sekaligus sebagai pemegang amanat dari seluruh rakyatnya
(khalifah khalaifillah) dengan M. Aqin
Adlan, Privatisasi dan Harta Kepemilikan dalam Perspektik Islam,31/05/2009, http://pesantren.or.id Ibid.,h.12 memegangi ketentuan syara'yang tercantum dalam
al-Qur'an, al-Hadis, ijma sahabat dan
al-Qiyas.
Pemerintah harus memiliki alat dan sarana
untuk mengelola kekayaan alam yang ada
di Indonesia, terlebih lagi kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak (rakyat). Di satu
sisiprivatisasi memang semakin memajukan perusahaan terkait, akan tetapi disisi lain,
privatisasi akan semakin mengurangi hak
masyarakat atas kemakmuran tanah airnya. Hal ini tentu saja tidak sejalan dengan syariah, karena perusahaan BUMN yang di
privatisasi merupakan perusahaan BUMN
yang terkategori sebagai harta atau kekayaan milik umum dan sektor industri strategis. Sebagaimana yang
disabdakan Nabi Muhammad Saw.
Sebagai berikut: ْ
Artinya: “ Kaum muslimin bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api”.(HR Abu Dawud dan
Ibn Majah).
Harta atau kekayaan milik umum yang dimaksud
adalah meliputi fasilitas umum seperti,
barang tambang yang jumlahnya sangat besar dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi
penguasa oleh individu. Adapun industri
strategis adalah industri yang menghasilkanproduk vital yang tanpanya kegiatan pemerintahan dan masyarakat menjadi
terhambat.
M. Aqin…, Privatisasi dan Harta Kepemilikan…,31/05/2009,
http://pesantren.or.id Ibnu Majah,
Sunan Ibnu Majah Juz II, Terjemah Sunan Ibnu Majah Jilid III h.49 Buletin Dakwah Al-Islam, Privatisasi:
Penguasa Mengkhianati Rakyat, edisi 444/tahun XVI, h.4 Privatisasi dalam sistem ekonomi Islam telah
lama dikenal dan ini memang
diperbolehkan sejauh pada jenis kepemilikan harta individual (almilkiyyah
al-fardiyyah) dan sebagian jenis harta kepemilikan negara (al-milkiyyah al-dawlah) dengan adanya jaminan kestabilan harga
oleh negara, dan bukan jenis harta
kepemilikan yang tergolong kepemilikan umum (al-milkiyyah al-'ammah).
Bukankah Allah telah menyediakan
alambeserta isinya untuk kesejahteraan seluruh
manusia dan bukan hanya dikhususkan untuk segelintir manusia saja.
Secara substansial manajemen BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) tidak lepas dari semangat
UUD 1945 tepatnya pada pasal 33.
Indonesia hanya memiliki sumber daya alam dan sumber daya
manusia, sementara faktor yang lain seperti
modal dan teknologi belum tersedia. Atas dasar inilah kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asaskeadilan
di bidang ekonomi dan kesejahteraan
sebagaimana tertera dalam pasal 33 UUD 1945.
Seperti fungsinya, UUD 1945 adalah landasan dibuatnya suatu
hukum, di mana di balik setiap unsurnya
terkandung pemaknaan filosofis. Sehingga RUU yang sedang dalam proses pelegalan bisa memaknainya lebih luas.
Berdasarkan pasal inilah, dirumuskan
strategi politik ekonomi Indonesia. Secara jelas pasal 33 telah menyatakan bahwa Negara akan mengambil peran
dalam kegiatan ekonomi.
Ibid., h.31 UUD 1945 pasal 33 ayat 1: perekonomian
disusun sebagai usaha bersama betdasar atas kekeluargaan Ayat 2: cabang-cabang produksi yang penting
bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Ayat 3: bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo,
Manajemen Privatisasi BUMN, h. 1 Pasal
33 ayat 2 dan 3 secara jelas menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat
hidup orang banyak serta bumi, air dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.Berdasarkan pengertian ini, secara jelas Indonesia menyatakan dirinya sebagai
Negara kesejahteraan. Dan dalam Negara
kesejahteraan tujuan utama pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kesejahteraan rakyat.
Hal ini seharusnya menjadi landasan kinerja BUMN dalam menentukan strategi ekonomi
nasional dan mengimplementasikannya demi
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan melakukan stabilitas harga serta
laju inflasi, pemerintah memberikan proteksi dan hak monopoli kepada BUMN serta memberikan subsidi kepada BUMN yang
merugi.
Kondisi ini menciptakan kebergantungan BUMN kepada
pemerintah sehingga sebagian besar justru
menjadi beban pemerintah. Ketergantungan BUMN kepada pemerintah pada akhirnya menciptakan ketidakmandirian
struktur BUMN untuk berkompetisi dengan
perusahaan swasta. Ketidakmandirian struktur BUMN ini berimbas pada tidak maksimalnya kinerja
perusahaan-perusahaan BUMN seperti, memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang relatif
mahal sehingga mempengaruhi tingkat harga
produk yang ditawarkan kepada konsumen, kualitas kinerja para karyawan BUMN juga relatif rendah dibanding karyawan
swasta. Selain itu, karena terlalu Ibid.,
h. 3 Ibid., h. 11 seringnya pemerintah memberikan subsidi kepada
BUMN sehingga secara internal upaya
untuk menciptakan efisiensi dalam tubuh BUMN semakin sulit.
Sebagai salah satu Negara berkembang, krisis
teknologi dan sumber daya manusia bukan
hal baru lagi. Terlebih lagidalam situasi saat ini, di mana bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada realitas
perekonomian raksasa yaitu globalisasi.
Maka mau tidak mau pemerintah terus melakukan banyak usaha termasuk di antaranya program privatisasi
BUMN. Dari program privatisasi BUMN
diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja dan produksi BUMN dengan didukung teknologi dan sumber daya
manusia. Tetapi lagi-lagi pemerintah harus
dihadapkan pada minimnya sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi