BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah telah menjadikan manusia untuk
bermasyarakat, saling tunjang menunjang, topang- menopang, dan tolong menolong
antara satu dengan yang lainnya. Sebagai
makhluk sosial manusia menerima dan memberikan andilnya kepada orang lain, saling bermuamalah adalah
ketentuan syariat yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia
yaitu menyangkut aspek ekonomi meliputi kegiatan untuk men ingkatkan
kesejahteraan hidup dan kualitas hidup,
seperti jual - beli, simpan - pinjam, hutang - piutang, usaha bersama, dan lain - lain.
Untuk mencapai kemajuan dan
tujuan hidup tersebut diperlukan kerja sama dan saling tolong menolong antara
sesamanya, sebagaimana dijelaskan dalam al - Qur’an: Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Al - Ma> idah: 2) Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan
Terjemahnya, h. 157 Berdasarkan prinsip
tersebut maka syariah Islam tidak membatasi bentuk dan nama perikatan yang harus dilakukan antar individu, sepanjang hal -
hal yang diperjanjikan tidak melanggar ketentuan -
ketentuan syariah. Dengan demikian seperti yang berlaku di lingkungan hukum
perdata, pada umumnya hukum Islam pun
menganut sistem kebebasan berkontrak (sistem terbuka). Dalam bermuamalah Islam
tidak hanya meneka nkan pada segi syariahnya
(legalitas formalnya) melainkan
pada hakikatnya juga. Oleh karenanya dalam hubungan antar manusia apabila yang
dijadikan dasar adalah perjanjian, maka prinsip keadilan dan kesederajatan
antara sesama manusia wajib diperhatikan den gan sungguh - sungguh.
Pada hakikatnya, di dalam
paradigma ekonomi Islam telah diatur bagaimana berhubungan antar para pelaku
bisnis dalam perolehan keuntungan usaha ekonomi mereka agar dapat dilakukan
secara wajar sesuai kesepakatan di antara
mereka dengan mengacu kepada Al -
Qur’an dan h{adis|.
Dalam Islam, perdagangan dan
perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai - nilai moral, sehingga semua
transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat Islami,
sebagaimana dijelaskan dalam Al - Qur’an: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(An - Nisa>’: 29) Selain nilai - nilai moral secara Islami, di
dalam muamalah terdapat prinsip prin sip dan etika yang harus dijadikan acuan
serta merupakan kerangka bekerja dalam
ekonomi Islam.
Pelaksanaan prinsip - prinsip
ekonom i Islam ini harus diwarnai dengan akhlak (etika) yang Islami, yaitu
suatu etika yang harus dimiliki oleh setiap makhluk yang sesuai dengan
kehendak- Nya, etika bisnis Islam mengajarkan bahwa di dalam melaksanakan
bisnis - bisnis Islam hendaknya setiap menusia memiliki nilai - nilai yang
harus diperhatikan, di antaranya: 1. Jujur dan amanah 2. Adil 3.
Profesional 4. Saling
bekerjasama, serta 5. Sabar dan tabah Kegiatan ekonomi merupakan salah satu
kegiatan muamalah yang telah diatur di dalam syariah Islam, yang diantaranya
mencakup konsumsi, investasi dan
simpanan.
Seiring dengan kemajuan zaman,
kebanyakan masyarakat modern melakukan investasi melalui suatu lembaga keuangan
yang me mpunyai fungsi Ibid, h.
Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Lingkup
Peluang, Tantangan, dan Prospek , h. 114
sebagai pengumpul dana melalui
tabungan serta menyediakan kredit bagi masyarakat umum yang membutuhkan.
Di lain pihak, investasi melalui
lembaga keuangan pada sistem pengembaliannya
disusun berdasarkan ketentuan bunga, sedangkan dalam Islam bunga dianggap sebagai suatu kejahatan ekonomi
yang menimbulkan penderitaan masyarakat
baik secara ekonomi, sosial, maupun moral. Sehingga lahirlah Undang- undang No.
10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang- undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan .
Lahirnya UU ini merupakan suatu alternatif baru dalam perkembangan ekonomi Islam pada umumnya
dan perbankan Islam khususnya.
Peluang ini memberikan kesempatan
dunia usaha untuk mencoba mempertimbangkan sistem ekonomi Islam sebagai salah
satu pe ndekatan yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi sebuah
perusahaan. Dengan ini diharapkan para
pelaku bisnis dapat serta mampu bersaing lebih kompetitif dimasa datang.
Sejalan dengan berlakunya UU No.
10 Tahun
1998 tentang penyempurnaan UU NO. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
mulai bermunculan lembaga -
lembaga keuangan yang berlandaskan etika Islam, adapun tujuan utama dari pendirian lembaga- lembaga keuangan yang
berlandaskan etika Islam ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslim untuk
mendasari se genap aspek kehidup an
ekonomi yang berlandaskan Al - Qur’an dan As- Sunnah.
Dalam UU No. 10 Tahun
1998 telah diuraikan bahwa di Indonesia menganut 2 sistem perbankan,
yaitu perbankan dengan sistem bunga dan perbankan yang berdasarkan prinsip
syariah.
Mengenai lembaga perbankan dengan prinsip syariah
telah diatur dalam UU No. 10 tahun 1998
pasal 6 huruf (m) yang berbunyi: “ Menyediakan pembiayaan dan melakukan
kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan BI ” Dalam pasal
1 ayat 3 dijelaskan tentang maksud prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menghimpun dana dari
pihak lain untuk menyimpan dan a dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain: pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mud{a>rabah}), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musyarakah), pembiayaan berdasarkan
prinsip jual - beli barang dengan memperoleh keuntungan (mura>bah{ah) atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ( ijarah) atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan dari pihak bank oleh
pihak lain ( ijarah wa iqtina’) Dari setiap pembiayaan pasti menimbulkan
konsekuensi seperti halnya pola pembiayaan jual beli dan bagi hasil,
konsekuensi logis yang timbul pada pola pembiayaan
jual beli antara lain: Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Perbankan Dan Lembaga Penjamin Simpanan, h. 142 1.
Pembiayaan aka n senantiasa berkait dengan sektor riil, karena harus menyangkut
barang.
2. Harga jual sudah ditetapkan dari awal dan
tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.
3. Tidak ada peluang melipat gandakan 4.
Tidak ada pena lti atas keterlambatan 5.
Pembiayaa n hanya ditujukan
kepada pengadaan barang yang halal sesuai rukun dan syarat jual beli Sedangkan
konsekuensi yang timbul dari pola pembiayaan bagi hasil adalah: 1. Seluruh kerugian dalam usaha yang dibiayai
akan ditanggung oleh bank, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan kelalaian
nasabah, atau nasabah melanggar kesepakatan yang telah disepakati.
2. Pihak bank harus aktif berusaha
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian nasabah sejak awal.
3. Nasabah dan bank cenderung bekerjasama untuk
mengatasi masalah.
Penetapan pemberian pembiayaan dan penyerahan
dana oleh bank kepada masyarakat
merupakan bentuk usaha bank dalam mengembangkan usahanya agar dananya lebih produktif dan agar dana tidak
dibiarkan menganggur ( idle) yang akhirnya akan merugikan pihak bank tersebut.
Untuk itu bank perlu Arifin, Memahami
Bank Syari’ah….., h. 117 -118 mengalokasikan
dana a gar tujuan dari pergerakan dana
atau pembiayaan akan tercapai.
Dalam menjalankan usahanya suatu bank atau lembaga
keuangan syariah mempunyai beberapa
prinsip operasional, di antaranya: 1. Bagi hasil 2.
Sistem simpanan 3. Margin
keuntungan 4. Sewa 5. Pengertian administrasi fee 6. Jasa administrasi Prinsip pengembalian keuntungan ( margin
keuntungan) inimerupakan suatu sistem yang menetapkan tata cara jual beli,
menurut pengertian jual beli ialah
pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti
rugi yang dibenarkan.
Sisi lain keunikan muamalah adalah banyaknya
bentuk kontrak jual beli yang
dimilikinya, hal ini merupakan anugerah yang tidak ternilai harganya dari Allah SWT(sya>ri’ ), untuk kemudahan umat
manusia dalam melaksanakan transaksi
perekonomian mereka. Adapun beberapa dari kontrak jual beli yang berkaitan
dengan produk lembaga keuangan syariah di
antaranya adala h mura>bah}ah.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari
Teori Ke Praktek , h.
Sayyid Sabiq,Fikih Sunnah: Jilid 12 , h.
47 Mura>bah}ah merupakan akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan ( margin) yang disepakati di awal oleh penjual dan pembeli.
Pembiayaan
mura>bah}ah bukan merupakan
transaksi model baru, akan tetapi
seiring berjalannya dan berkembangnya kehidupan masyarakat sehingga mengalami beberapa perubahan bentuk sehingga
hukum Islam yang me nganut prinsip
universalisme di tuntut untuk mampu merespon perubahan - perubahan itu.
Pembiayaan mura>bah}ahjuga memberikan banyak
manfaat, salah satunya adalah keuntungan yang munc ul dari
selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
Selain itu mura>bah}ahjuga merupakan salah satu
konsep yang dapat memecahkan masalah
perekonomian masyarakat lemah di bidang
pembiayaan, karena akad yang di
gariskan adalah akad jual beli antara pihak bank atau l embaga keuangan denga n nasabah. Adapun harga yang di
tawarkan adalah sesuai dengan kesepakatan
yang terdiri dari harga pembelian ditambah margin untuk dibayar dalam jangka waktu yang disetujui bersama.
Adapun dana yang digunakan dalam
pembiayaan mura>bah}ahsebagian besar diperoleh dari dana pihak ke- 3 yang
menyimpan dananya dalam bentuk tabungan
maupun deposito, sedangkan pembiayaan keuntungan merupakan hal yang sangat penting dalam mura>bah}ahkarena terjadi 2 (dua)
kesepakat an dalam pembiayaan keuntungan
mura>bah}ah.
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih
Dan Keuangan , h. 113 Pertama,
kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah pembiayaan .
Kedua, kesepakatan antara pihak
bank dengan nasabah yang menyimpan dananya dalam bentuk tabungan.
Setelah pembagian keuntungan
ditetapkan hal yang harus di perhatikan adalah
penetapan harga jual pada
mura>bah}ah. Harga jual dalam
mura>bah}ah merupakan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati antara penjual dan pembeli. Akibat dari harga jual mura>bah}ahyang pembayarannya dilakukan seca ra tangguh adalah timbulnya
hutang nasabah kepada bank atau lembaga
keuangan.
Dari situ ditarik kesimpulan bahwa harga jual
pada pembiayaan mura>bah}ahharus di sepakati oleh pihak nasabah dan penyedia
dana dalam hal ini bank atau lembaga
keuangan.
Akan tetapi dalam operasional
pembiayaan mura>bah}ahpada Koperasi Simpan Pinjam Syari ah Ben Iman Lamongan pihak koperasi menjual
barang kepada nasabah dengan harga asal di tambah margin keuntungan yang dibuat atau ditentukan sendiri oleh pihak koperasi dan
ketentuan itu harus disepakati oleh pihak nasabah, sedangkan penetapan harga jual
ditetapkan lebih tinggi jika dibayarkan secara tunda.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi