Jumat, 15 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL SISTEM SETONPADA POHON WOLO DI DESA SUMURGUNG KECAMATAN PALANG KABUPATEN TUBAN


BAB I  PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah  Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia dituntut untuk  melaksanakan segala sesuatu dengan hati-hati, cermat dan tentunya sesuai dengan  norma-norma yang ada, agar mendapatkan sebuah hasil yang maksimal dan tidak  bertentangan dengan aturan yang ada. Padadasarnya manusia diciptakan oleh  Allah SWT sebagai makhluk sosial dengan sifat ini manusia akan selalu akan  membutuhkan orang lain dalam setiap aspek kehidupannya, hal ini menunjukkan  bahwa manusia tidak bisa hidup secara individual dalam memenuhi  kebutuhannya. Oleh karena itu manusia akan selalu memerlukan bantuan dari  orang lain. Hal ini berarti manusia akan terdorong untuk berinteraksi dengan  sesamanya dalam melaksanakan aktifitas terhadap segala aspek kehidupannya,  baik politik, sosial, agama, budaya dan ekonomi, sehingga akan tercapai  kehidupan yang tentram dan harmonis tanpa adanya sikap saling bermusuhan atau  saling membenci diantara manusia. Agama islam sebagai agama yang kaffah  memberikan aturan-aturan yang jelas dan tegas bahwa antara manusia yang satu  dengan yang lainnya diperintahkan  untuk saling tolong menolong atau  bekerjasama diantara sesamanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam alQur’an Surat al-Ma>idah ayat 2 berikut ini:   Artinya: “…… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan  …….” (Q.S. Al- Ma>idah:2)  Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah keterangan bahwasannya antara  manusia yang satu dengan yang lain harus saling tolong menolong. Tetapi tidak  dalam semua aspek kehidupan kita dianjurkan untuk tolong-menolong, tolong  menolong pada ayat di atas hanyalah untuk perbuatan yang baik-baik saja  menurut ketentuan syari’at agama Islam sebagaimana dalam al-Qur’an Surat alMa<idah tadi .

Ajaran Islam yang terdapat dalam Nash yakni al-Qur’an dan al-Hadist  mengatur seluruh aspek kehidupan manusiadan akan selalu relevan dengan  perubahan dan perkembangan peradaban manusia, aturan-aturan yang kompleks  itu mengatur mulai dari interaksi manusia dengan Allah atau h{ablun min Allah,  dan juga mengatur unteraksi manusia yang satu dengan yang lainnya atau h{ablun  min an-nas yang mana aturan-aturan Allah terhadap interaksi ataupun perilaku  antar sesama manusia ada secara lengkap. Dan diantara sekian banyak perilaku  kehidupan manusia yang diatur dalam Islam, adalah bidang muamalah.Adapun  dalam bidang muamalah sendiri terdapat berbagai macam akad di bidang  transaksi perekonomian Islam, yang diantaranya adalah akad bagi hasil petanian  atau perkebunan yang dalam istilah Fiqih dikenal dengan istilah musa>qa>h.
 Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Terjemahannya, h. 156-157   Di antara contoh tentang sistem bagihasil pertanian atau perkebunan ini  disebutkan dalam hadist Nabi SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh  Imam Muslim berikut ini (  Artinya:  “Dari Ibnu Umar RA berkata: Bahwa Rasul menyerahkan  ladangnya kepada penduduk Khaibar yang berupa buah dan biji-bijian”. 2  Dan dalam hadist yang lain Imam Bukhari meriwayatkan:  َ ( Artinya: ”Bahwa sesungguhnya sahabat Anshor berkata kepada Nabi  SAW: Bagilah antara kami dan saudara kami, Rasul menjawab tidak, lalu mereka  berkata biarlah urusan pembiayaankepada kami, dan kami bersama kamu  bersekutu dalam memperoleh buah, mereka berkata kami dengar kami patuh.
 Dengan keterangan hadist di atas dapat diketahui bahwa usaha perkebunan  dengan cara bagi hasil pada dasarnya diperbolehkan dalam hukum Islam. Bentuk  kerjasama ini telah diketahui dan dijalankan oleh umat Islam sehingga terus  berkembang dimana-mana mulai zaman Nabi hingga saat ini.
Di lingkungan masyarakat Indonesia dalam bidang muamalah khususnya,  bagi hasil kebun mempunyai corak dan sistem yang beragam dan juga berbedabeda adakalanya bagi hasil sistem seperdua atau paroan, bagi hasil sistem  sepertiga, bagi hasil sistem seperempat, dan lain sebagainya yang intinya dibentuk  berdasarkan kesepakatan yang dibuat pada awal melakukan akad perjanjian. Salah  satu contoh dari banyaknya corak sistem bagi hasil pertanian dapat dilihat dari   Imam Muslim, S{ah{{i>h{ Muslim Juz 10,hal. 177   Imam Bukhari, S{ah{i>h{ Bukhori Juz 2, hal. 67   perjanjian bagi hasil sistem setonpada pohon wolo di Desa Sumurgung  Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, yang dijalankan oleh para petani kebun  wolo (siwalan) di wilayah Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.
Perjanjian bagi hasil sistem setonini berawal dari hukum adat setempat  yang telah dilaksanakan secara turun-temurun sampaisekarang, perjanjian bagi  hasil sistem setonmerupakan bentuk kerjasama antara pemilik lahan perkebunan  wolo dengan petani penggarap atau pemelihara pohon wolo tersebut di wilayah  Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban yang mayoritas  penduduknya adalah petani. Kerjasama ini dilakukan dengan maksud untuk  meningkatkan mutu dari hasil perkebunan yang mana diperlukan suatu kerjasama  antara pihak petani pemilik kebun dengan pihak petani penggarap kebun. Terlebih  ini disebabkan adanya unsur-unsurdan kemungkinan-kemungkinan sebagai  berikut:Pertama ada petani yang memiliki lahan perkebunan wolo, tetapi tidak  mempunyai keahlian untuk mengelola kebun wolonya sehingga tidak dapat  memaksimalkan hasil panen dari kebun miliknya, kedua di sisi lain ada petani  yang memiliki keahlian di bidang pemeliharaan pohon wolo tetapi tidak  mempunyai kebun yang hendak dikelola kemudian terjadilah kerjasama di antara  kedua belah pihak tersebut.
Menurut penelitian awal yang penulis lakukan, bahwa dalam mekanisme  pembentukan akad kerjasama perjanjian bagi hasil sistem setonini terjadi tanpa  adanya pencatatan formal yang disaksikan oleh perangkat desa dan terbentuk,  disisi lain juga dengan adanya pembagian hasil keuntungan yang menggunakan   sistem harian yaitu seton. Seton berasal dari bahasa jawa yang artinya Sabtu atau  hari Sabtu, dinamakan setonkarena pelaksanaan bagi hasilnya adalah dari hasil  kerjasama pengelolaan pohon wolo tersebutpada hari Sabtu akan diberikan  kepada petani pemilik pohon sedangkan ketika pada hari-hari selain itu akan  diambil sendiri oleh petani penggarap pohon tersebut. Perjanjian ini dibuat juga  tanpa menyebutkan jangka waktu berapa lama perjanjian itu, sehingga terlihat  berbeda dengan perjanjian-perjanjian  bagi hasil yang lain yang biasanya  dilakukan dengan akad paroan atau sepertiga dan lain sebagainya yang juga  disertai dengan perjanjian lamanya jangka waktu penggarapan. Kemudian, di sana  juga ada yang namanya musim pati wolo dimana pada masa-masa itu hasil  produktifitas dari pada pohon wolo akanmenurun drastis dari yang semula  hasilnya banyak menjadi sedikit. Faktorlain yang dapat mempengaruhi naikturunnya penghasilan petani adalah  ketika suatu saat  dia tidak mampu  melaksanakan pekerjaannya yakni memanjat pohon wolo yang mengakibatkan  petani penggarap tidak bisamengambil hasil pada hari itu, tentunya hal itu akan  berdampak pada penghasilan petani penggarap dan sementara jatah petani pemilik  pohon akan tetap di hari Sabtu, berarti ada unsur untung-untungan juga di  dalamnya.
Jika diperhatikan uraian singkat tentang pelaksanaan perjanjian bagi hasil  sistem setonpada pohon wolo di Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten  Tuban secara sekilas terlihat adanya unsur ketidak pastian keuntungan atau  penghasilan yang disebabkan dari beberapa faktor yang terjadi diantaranya faktor   musim panen atau tidaknya, atau faktorkesehatan fisik dari penggarap, dan  adanya selisih penghasilan yang besar antara pemilik kebun dan pengelola kebun  yakni 1 hari : 6 hari. Dengan demikian seperti ada spekulasi atau maysiryang  samar pada akad perjanjian bagi hasil sistem setonpada pohon wolo di Desa  Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Padahal dalam konsep Islam  pembagian hasil pertanian jumlahnya menurut kesepakatan bersama, tetapi pada  umumnya paroan atau dibagi sama rata.
Berangkat dari adanya bentuk perjanjian kerjasama bagi hasil pertanian  semacam ini, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam  tentang tinjauan hukum islam tentang permasalahan perjanjian bagi hasil sistem  setonini.
B.  Rumusan Masalah  Dari latar belakang masalah tersebut diatas, tampak adanya masalah yang  akan dibahas. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:  1.  Bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil sistem setonpada pohon wolo di  Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban?  2.  Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadappelaksanaan perjanjian bagi hasil  sistem setonpada pohon wolo di Desa Sumurgung Kecamatan Palang  Kabupaten Tuban?   C. Kajian Pustaka  Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran  tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah  dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak ada pengulangan dalam  penelusuran awal. Sampai saat ini penulis belum menemukan akan tulisan yang  spesifik mengkaji tentang tinjauan hukum Islam terhadap perjanjian bagi hasil  sistem setonpada pohon wolo di Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten  Tuban, namun sebelumnya penulis pernah membaca skripsi saudari Hofiyah  dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Bagi Hasil  Tanaman Padi di Desa Banjar Kecamatan Kedung Dung Kabupaten Sumenep”  pada tahun 1997, yang secara garis besar skripsi ini membahas tentang perjanjian  bagi hasil yang dilaksanakan pada tanah pertanian yang berupa sawah atau ladang  yang bagi hasil dari ini dibagi model bagian sama rata antara pemilik lahan  dengan penggarap lahan yang mana hasil panennya adalah padi. Akan tetapi  dalam penelitian ini penulis memfokuskan pembahasan pada tinjauan hukum  Islam terhadap perjanjian bagi hasil sistem setonpada pohon wolo di Desa  Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban yang secara garis besar skripsi  ini membahas tentang perjanjian bagihasil kebun wolo atau pohon penghasil  minuman legen yang mana dalam perjanjian ini bagi hasilnya menggunakan  sistem setonyang berarti Sabtu, yakni mekanismenya hasil dari pohon wolo tadi  pada hari Sabtu diberikan kepada pihak pemilik lahan dan mulai hari minggu   sampai Jum’at hasilnya akan dimiliki sendiri oleh pihak pengelolaan atau  penggarap.
D. Tujuan Penelitian  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:  1.  Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil sistem seton pada pohon wolo di Desa Sumurgung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi