BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial artinya dimana setiap tingkah
laku manusia pasti akanmembutuhkan bantuan orang lain dan tidak sanggup berdiri sendiri.
Banyak sekali problematika Islam yang ada di sekitar kita salah satunya adalah masalah
gadai. Yang dimaksud dengan gadai sendiri
di sini adalah perjanjian (akad) pinjam meminjamdengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
Dalam
tradisi hukum adat di Indonesia juga dikenal istilah gadai dengan sebutan yang berbeda-beda seperti adol sende
(jawa), gadai dalam hukum adalah perjanjian
yang menyebabkan tanah seseorang diserahkan untuk menerima sejumlah uang tunai, dengan permufakatan bahwa
yang menyerahkan tanah itu akan berhak
mengambil tanahnya kembali dengan cara membayar sejumlah uang yang sama dengan jumlah utang. selama
utang tersebut belum lunas maka tanah
tetap berada dalam penguasaan yang meminjam uang.
Gadai
dalam hukum adat mengandung arti jual gadai. Jual gadai adalah penyerahan tanah untuk dikuasai orang lain
dengan menerima pembayaran www.one.indoskripsi.com/clik/9867/0,25
maret Zuhdi Masyfuk, Masail Fiqhiyah,
(Jakarta:CV.H. Masagung,1988) hal. 153.
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi hukum Islam
,(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1996) ,hal 1 2 tunai, namun penjual (pemilik tanah atau penggadai) tetap berhak untuk menebus kembali tanah tersebut dari pemegang
gadai. Penetapan waktu menebus terserah
kepada penggadai. Hal ini tidak berarti bahwa setiap waktu dapat dilakukan penebusan itu sehinggadapat
berakibat merugikan pemegang gadai . Menurut hukum adat diseluruh Indonesia hak
menebus dalam gadai tanah tidak mungkin
lenyap dengan pengaruh lampau waktu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perjanjian gadai merupakan transaksi
tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak, dengan mana pihak yang satu menyerahkan kebendaan untuk dikuasai
pihak lain dengan menerima pembayaran
tunai, akan tetapi si pemilik kebendaan tetap mempunyai hak untuk menebusnya kembali di kemudian hari. Adapun
yang dimaksud agar penggadai menebus
tanahnya pada suatu waktu tertentu.
Seiring dengan itu perlu kita kemukakan di
sini bahwa semua barang yang
diperdagangkan boleh pula digadaikan di dalam tanggungan utang, apabila utang tetap menjadi tanggungan orang yang
berhutang.
Kemudian untuk lebih meyakinkan kita tentang persoalan gadai ini,
dikemukakan ayat dan hadits yang berkaitan
dengan gadai, di antaranya surat al-Baqarah ayat 283 ibid ,hal 385-386.
Hilman Hadikusuma, Hukum Adat
Yurisprudensi(Bandung: PT Citra Adtya Bakti,1994), hal 168.
/Pengertian%20Gadai%20Tanah%20%20%20Sawah%20%20%20wahyucorner's.htm,
20 april 2012.
file:///
%20skripsi/3086-63-hukum-memanfaatkan-barang-gadai-rahn.html,21 maret 2012.
jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang peulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).
(QS. Al-Baqarah: 283) Dari ayat di atas, teranglah bagi kita bahwa
persoalan gadai tidak hanya dijelaskan
oleh Al-Quran tetapi hadits Rasulpun lebih mengkongkretkan permasalahannya, sehingga kita punya pemahaman
bahwa agama Islam itu tidak hanya
mengkaji masalah yang berkaitan dengan akhirat tetapi juga mengkaji permasalahan dunia.
Harta
benda yang digadaikan adalah suatu amanah bagi orang berutang atas orang yang memberikan utang, bukan
menjadi milik sementara bagi yang memberi
utang. Makanya apabila barang itu rusak atau hilang di tangan yang memegangnya, ia tidak mengganti, kecuali
disebabkan sisa-sisanya. Menurut Imam
Malik aturan mengenai soal itu (aturan pokok) ialah bahwa gadai bisa diadakan pada semua macam harga dalam semua
macam Jual beli, kecuali pada sharf dan
pokok modal pada salam.
Artinya tiap-tiap zat yang boleh dijual boleh dirungguhkan dengan syarat
keadaan barang itu tidak rusak sebelum
sampai janji utang harus dibayar. begitu Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan
Terjemahnya,. hal 49.
Rusjid Ibnu , Bidayatul Mujtahid, terjemahan,
jilid IX, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal 72 .
4 juga barang gadai tidak terlepas dai gadaian
sebelum hutang terbayar seluruhnya.
makanya apabila barang yang dirungguhkan oleh yang berpiutang,tetaplah rungguhan, dan apabila
telah tetap rungghan, yang punya barang
tidak boleh menghilangkan miliknya dari barang itu, baik dengan jual beli atau diberikan, kecuali dengan izin yang
berpiutang.
Ulama-ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa barang yang digadaikan mempunyai tiga syarat. pertama, berupa utang
karena barang nyata tidak digadaikan
kedua, menjadi tetap karena sebelum tetap tidak bisa digadaikan, seperti seseorang menerima gadai dengan
imbalan apa yang dipinjamnya, tetapi hal
ini dibolehkan oleh Imam Malik. Ketiga, mengikatnya gadai tidak dinantikan akan menjadi, dan tidak menjadi
wajib, seperti gadai dalam khitobah, pendapat-pendapat
ini dekat dengan Imam Malik.
Gadai
disini masuk ke dalam hukummuamalat yang artinya membahas tentang perjanjian, segala macam tindakan,
hukuman, kejahatan, dan lain-lain.
Hasil
pengamatan dari penulis di Desa Bangsah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang Madura, apabila padasaat
seseorang sangat membutuhkan uang dan
kemudian ingin menggadaikantanah sawahnya, hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan cara dikurs
dengan uang “repes”.
http://www.buzzdock.com/Pages/Search.aspx?a=1#gadai+menurut+Islam,21maret2012.
Rusjid Ibnu , Bidayatul Mujtahid, terjemahan,
jilid IX, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal74 .
Khallaf Abdul Wahab, ilmu ushul fiqih,
(Jakarta:Rineka Cipta,1993 ), hal 31.
5 Dikurs dengan uang “repes” di sini adalah
sebuah bentuk uang logam kemudian oleh
masyarakat Madura ini dijadikan ukuran dalam melakukan transaksi menggadaikan tanah sawah, misalnya
orang menggadaikan sawah itu pasti yang
menjadi ukurannya adalahdengan menggunakan uang “repes”. Akan tetapi sebelum transaksi itu dilakukan mereka
bersama-sama pergi ke toko mas untuk
menanyakan kepada pemilik toko mas tersebut berapa harga “repes” saat ini, misal harganya “repes” tiga juta
bararti digadaikanlah tiga juta tanah sawah
tersebut.
Harga “repes” itu setiap tahun
berubah kadang turun kadang naik, maka ketika
orang tersebut ingin menebus tanah sawahnya dan harga “repes” itu naik misalnya mencapai lima juta maka orang ini
harus menebus dengan harga lima juta. Sedangkan
orang apabila menggadaikan sebuah tanah sawahnya di Madura itu dikelola dengan ditanami tanam
tanaman dan itu membuahkan hasil dan
mendapatkan untung uang pula dari penebusan “repes” tersebut.
Padahal yang biasanya dilakukan
oleh masyarakat Madura ini apabila menggadaikan
tanah sawah yang dikurs dengan “repes” semua itu dikarenakan mereka sangat membutuhkan uang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka yang sangat
mendesak, karena masyarakat Madura tepatnya di Desa Bangsah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang
dalam menyimpan uang itu tidak disimpan
di bank melainkan dibelikan “repes” tersebut, alasannya karena mudah untuk dijual atau ditukar dengan uang
pada saat dibutuhkn kapan saja.
6 Alasan
yang kedua memang sudah dari sejak dulu sekitar 52 tahun yang lalu memang bahkan sudah Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi