BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam mewajibkan manusia untuk berusaha agar
ia mendapatkan rezeki guna memenuhi
kebutuhan kehidupan, Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Maha Pemurah sehingga rezeki-Nya
sangat luas. Bahkan, Allah tidak
memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang bekerja keras.
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits
Nabi yang memerintahkan manusia agar
bekerja keras. Manusia dapat bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah
ditentukan-Nya. Ia bisa melakukan aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan,
peternakan, pengolahan makanan dan minuman,
dan sebagainya. Ia juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan, atau dalam bidang jasa, seperti
transportasi, kesehatan, dan sebagainya.
Untuk memulai usaha seperti ini
diperlukan modal, seberapa pun kecilnya.
Adakalanya orang mendapatkanmodal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada
rekan-rekannya. Jika tidak 2 tersedia, peran institusi keuangan menjadi
sangat penting karena dapat menyediakan
modal bagi orang yang ingin berusaha.
Tiap
orang yang meminjam sesuatu pada orang lain berarti peminjam memiliki utang kepda yang berpiutang. Setiap
utang wajib dibayar sehingga berdosalah
orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan membayar hutang juga termasuk perbuatan aniaya. Dalam
hal ini Rasulullah saw. Bersabda “Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah
saw., bersabda: “mengolorolorkan orang kaya dalam membayar segala kewajiban
termasuk dhalim, maka apabila salah
seorang dari kalian dipindahkan hutangnya kepada orang kaya, maka hendaklah ia menurutinya”.
Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman
diperbolehkan, asal saja kelebihan itu
merupakan kemauan dari yang berutang semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Dalam
hal ini Rasulullah saw.
Bersaba “Dari Jabir bin Abdullah
r.a., ia berkata aku telah datang menghadap nabi s.a.w.
sedang beliau shalat dua rakaat,
padahal beliau berhutang kepadaku, kemudian Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari
Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 169.
Labib, Shahih Bukhari, (Surabaya:Tiga Dua,
1993), 182.
3 setelah itu beliau membayar kepadaku dan
beliau menambahkan bayarannya kepadaku”.
Sehubungan dengan peristiwa ini Rasulullah saw.
Pernah berutang hewan, kemudian beliau
membayar hewan itu dengan yang lebih tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam, kemudian
Rasulullah bersabda “Berikanlah unta itu kepadanya. Sesungguhnya orang yang
terbaik di antarmu adalah orang yang
paling baik dalam membayar hutang”.
Jika penambahan tersebut dikehendaki oleh
orang yang memberi utang atau telah
menjadi perjanjian dalam akad perutangan, maka tambahan tersebut tidak halal bagi yang berpiutang untuk
mengambilnya. Dalam hal ini Rasulullah saw.
Bersabda ( “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka itu adalah salah satu
cara dari sekian riba”. (Hadist riwayat
Baihaqi).
Al-qard} adalah pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literaturefiqih klasik,qard}
diketegorikan dalam aqd tat}awwui atau
akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Ibid., 227.
Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: pena
Pundi Aksara, 2004), 183-184.
Abdul Rahman Ghozaly.Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Kencana, 2010), 250-251.
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori…, 131.
4 Adapun Rukun-rukunqard} menurut jumhur ulama
ada empat, yaitu: 1. Pihak yang meminjam (muqtarid}) 2.
Pihak yang memberikan pinjaman (muqrid}) 3.
Barang yang di hutangkan/dana 4. Ijab qabul/sighat Kalangan pengikut maz\hab
Maliki berpendapat bahwa pemilikan terjadi dengan akad, walaupun serah terima harta
tersebut belum dilakukan.
Adapun bagi pihak yang menerima
qard}dibolehkan mengembalikan harta tersebut
dengan yang sama atau harta atau barang itu sendiri, serupa atau tidak terdapat perubahan, penambahan ataupengurangan.
Namun, apabila terjadi perubahan, wajib
mengembalikan yang sama.
Qard}adalah akad yang terdapat pada salah satu
program Yayasan Nurul Hayat yaitu
program Penciptaan Lapangan Kerja Mandiri (Pilar Mandiri). Pilar mandiri adalah program pemberdayaan ummat
berupa pemberian modal tanpa bunga bagi
usaha mikro dan bagi para d}}u’afaagar mereka memiliki usaha mandiri.
Akad pada program “Pilar Mandiri” tidak sesuai
dengan rukun dan syarat qard}yaitu
adanya sistem infaq sebagai tambahan pada pembayaran pinjaman yang telah dikelola oleh Yayasan
Nurul Hayat Surabaya.
SayyidSabiq, Fiqih Sunnah…, 182.
Majalah Nurul Hayat, (Surabaya: 2011), 64.
5 Pilar Mandiri ini memberikan pinjaman dengan
akad awal pembayaran ditambahkan dengan
infaq. Infaq yang dibayarkan pada tiap cicilan minimal sebesar Rp. 15.000 (lima belas ribu rupiah).
Sistem pinjaman “Pilar Mandiri” di atas mendapatkan penilaian yang berbeda-beda
di kalangan masyarakat, di antaranya
bagi orang yang setuju dengan sistem pinjaman tersebut mengatakan bahwa pinjaman ini lebih ringan dari pada
sistem pinjaman pada rentenir.
Sedangkan bagi orang yang kurang setujumenilai
tambahan infaq tersebut adalah riba.
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, perlu kiranya penulis paparkan beberapa masalah yang berkenaan
dengan penelitian ini, antara lain: 1. Apa yang dimaksud dengan pinjaman? 2. Apa
akad yang digunakan pada pinjaman Pilar Mandiri? 3.
Bagaimana sistem pinjaman dengan syarat infaq pada “Pilar Mandiri” di Yayasan Nurul Hayat Surabaya? 4. Apa
dasar hukum yang melandasi pinjaman dengan syarat infaq pada “Pilar Mandiri” di Yayasan Nurul Hayat Surabaya? Ela, Wawancara, pegawai yayasan Nurul Hayat,
Surabaya, 25 april 2011.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi