BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Desa Banyuurip
secara geografis terletak
pada posisi 06˚59’-45.8’ Lintang
Utara dan 112˚31’-48.0’
Lintang Selatan. Sedangkan
secara administratif Desa
Banyuurip terletak di
wilayah Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik yang terdiri dari lima dusun
yaitu Dusun Bangsal Sari, Dusun Mulyosari,
Dusun Klakak, Dusun
Banyulegi dan Dusun
Bondot yang secara keseluruhan
jumlah penduduknya 6.639
orang, sebagian dari
mereka berprofesi sebagai
nelayan. Setiap hari
mereka menggantungkan hidup
dari hasil laut seperti
ikan dan kerang untuk mencukupi semua kebutuhan hidup keluargannya.
Sebagian lagi berprofesi sebagai petani selebihnya,
ada yang berprofesi sebagai guru,
wirausaha dan ada juga yang belum mempunyai pekerjaan.
Dengan
tuntutan ekonomi yang
semakin hari semakin
menjepit, setiap orang
dituntut untuk bertahan
dan bersaing untuk
kelangsungan hidupnya.
Banyak
masyarakat yang menggunakan
segala cara untuk
mendapatkan uang.
Sudah
jelas meskipun uang
bukanlah segala-galanya, akan
tetapi, bisa dilihat bahwa
setiap dan semua
yang kita butuhkan
pasti membutuhkan uang
untuk mendapatkannya.
Dewasa
ini tidak sedikit orang yang kurang memperhatikan apakah harta yang
diperoleh berasal dari
sesuatu yang halal
atau sudah sesuai
dengan yang disyari’atkan
oleh agama. Masalahnya
adalah apakah mereka
yang notabene orang Islam
mengetahui hukum Islam
sepenuhnya?, padahal di
dalam Islam semua sudah
diatur, mulai dari bangun tidur sampai
tidur lagi. Bukan hanya satu masalah saja
yang diatur, akan
tetapi, mulai dari
permasalahan ubudiah, sosial serta bermuamalah.
Hukum
Islam mencakup berbagai
aspek dimensi, mulai
dari dimensi abstrak
sampai dengan dimensi
konkrit. Dimensi abstrak
dalam wujud segala perintah
dan larangan-Nya dan
Rosul-Nya serta dimensi
konkrit seperti dalam wujud
perilaku yang bersifat ajeg di kalangan
orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan
titah Allah dan
Rosulnya. Lebih konkret
lagi, dalam wujud perilaku
manusia, baik individu maupun kolektif.
Tidak
sedikit kaum muslimin yang mengabaikan
mempelajari muamalah, mereka melalaikan
aspek ini, sehingga tak perduli kalau mereka memakan barang yang
haram, sekalipun semakin
hari usahanya kian
semakin meningkat dan keuntungan
semakin banyak.
Dalam transaksi
jual beli harus
terpenuhi empat syarat,
yaitu syarat terjadinya transaksi, syarat sah jual
beli, syarat berlakunya jual beli dan
syarat Cik Hasan Basri, Pilar-Pilar
Penelitian Hukum Islam dan Pranata
Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah,
jilid 13, diterjemahkan
oleh Kamaluddin A.
Marzuki, dkk., dari Fiqh as
Sunnah, (Bandung: PT. Al MA Arif, 1988), 46 keharusan (komitmen) jual beli. Sedangkan
rukun jual beli yang harus terpenuhi adalah
adanya penjual, pembeli, pernyataan kata (i>ja>b-qabu>l) dan barang.
Manusia sebagai
makhluk sosial yang
sering melakukan kegiatan muamalah, yang mana masyarakat tersebut dalam mencukupi
kebutuhan sehari harinya dengan cara
jual beli, salah
satunya dengan melakukan
jual beli tanah segoro yang
dilakukan oleh sebagian
masyarakat Desa Banyuurip.
Di mana dalam jual belinya masih mengandung unsur
kesamaran atau masih belum jelas dikarenakan
tanah segoro itu masih berupa lautan sedangkan laut itu tidak boleh diperjualbelikan karena bukan milik pribadi.
Baik
dalam al-Qur’an dan
al-Hadits sebenarnya sudah
diatur tentang bagaimana bersosial dan bermuamalah dengan
baik agar dimensi perekonomian serta
hubungan manusia dengan manusia tetap bisa terjaga.
Pada
dasarnya hukum dari
pada jual beli
adalah diperbolehkan, sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 275: Artinya: Allah menghalalkan jual beli dan Allah juga
mengharamkan riba (Al-Baqarah ayat 275).
Jual
beli adalah pekerjaan yang baik dimata agama, karena dalam jual beli mengandung
unsur usaha sendiri
sampai terkadang keringatpun
bercucuran Wahbah
Al-Zuhaili, Fiqih Islam wa
Adillatuhu, jilid 5, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., dari Fiqih Islam wa
Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), Departemen
Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Jakarta:
Fa. Menara Kudus,
1974) 48 karena pekerjaan
ini. Asal berjual
beli itu semuanya
diperbolehkan (mubah), apabila
dengan ridho dua
orang yang melakukan
jual beli dan
yang berurusan dengan
orang yang melakukan
jual beli itu
sama-sama rela dengan
proses jual belinya.
Objek jual
beli adalah hak
atas tanah, tentu
saja batas-batas tanah
itu harus diketahui,
supaya tidak terjadi
keragu-raguan. Kalau tanah
sudah bersertifikat, maka
batas-batas tanah, luas, panjang dan lebarnya,
sudah ditulis dalam surat
ukur atau gambar
situasi. Jika tanah
itu belum bersertifikat, maka batas-batas
itu harus dijelaskan oleh penjual dan pembeli.
Tanah diberikan
kepada dan dipunyai
oleh orang dengan
hak-hak yang disediakan oleh UUPA (Undang-undang Pokok
Agraria), adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan.
Untuk keperluan apapun
tidak bisa tidak,
pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan air serta ruang yang ada
di atasnya.
Permasalahan ini bermula dari upaya seorang
Kepala Desa Banyuurip yang menjual
perairan warga Banyuurip Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik, tanpa sepengetahuan dan
persetujuan seluruh masyarakat.
Dalam proses penjualan
yang dilakukan sepihak
tersebut, berdasarkan data
lapangan sementara, menyebutkan,
Kepala Desa Banyuurip,
menjual tanah laut seluas Asy-Syafi’i,
Al-U><>m>m,
diterjemahkan oleh Ismail
Yakub dari kitab
Al-U>m>m (Jakarta Selatan: CV. Faizan, 1982), Effendi Perangin, Praktik Jual Beli,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 8-10 hektar
yang terletak 400
meter arah laut
dari bibir pantai
dan berada pada kedalaman 4
meter di kedalaman
laut, kepada investor
luar, yang mana
laut tersebut akan diuruk menjadi
dataran dan akan dibangun sebuah pabrik
dan yang melakukan pengurukan
laut adalah dari
pihak yang membeli tanah
segoro tersebut.
Jual
beli tanah segoro
muncul karena Desa
Banyuurip ini memerlukan dana
yang cukup besar
untuk membangun desa
seperti membangun sarana pendidikan.
Supaya tanah
segoro itu bisa
terjual maka segoro
itupun dipetakpetak dengan luas
terbesar 2 hektar dan terkecil seluas 1 hektar dengan harga Rp 200.000.000,-
per 20.000 meter
perseginya atau per
2 hektarnya, hasil
dari penjualan tersebut
dibagi-bagi ke warga
yang namanya ikut
dalam penjualan tersebut
dengan Rp. 30.000.000,-
sampai Rp. 71.000.000,-
sedang pemerintah desa mendapatkan sekitar Rp. 71.000.000 sampai Rp. 100.000.000,- dan mantan kadesa mendapatkan Rp. 50.000.000,-.
Proses jual beli tanah segoro ini bermula dari
kebutuhan dana yang cukup besar
untuk membangun desa maka jual beli tanah segoro itupun direalisasikan, tetapi
dengan atas nama
sendiri-sendiri, yang mana
setiap orang yang
ikut menjual itu mempunyai
SPOP (Surat Pembayaran
Objek Pajak) atau
laut itu sudah
dikavling menjadi milik
pribadi, sehingga orang
yang menjual itu berjumlah
banyak.
Wantiono,
Kepala Dusun, Wawancara, Banyuurip, Ujungpangkah, Gresik, 28 Agustus 2012 Jual
beli tanah segoro
ini, hanya ada
satu kasus yang
terjadi di Desa Banyuurip tetapi
terjadi di beberapa
dusun yang ada
di desa tersebut,
yang melakukan jual
beli tanah segoro
ini dilakukan oleh
perangkat desa dan pembelinya hanya
ada satu orang
saja yaitu pengusaha
spikulan. Dalam kasus proses jual
beli tanah segoro
tersebut sudah sampai
pada BPN (Badan Pertanahan Nasional), karena dalam proses jual
beli ini hanya berstatus pethok D (SPOP) dan memiliki SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang)
saja.
Dari kasus jual beli tanah segoro ada sebagian
masyarakat yang perduli kepada nasib para
nelayan yang tidak bisa mencari nafkah lagi.
Dari luas segoro 70 hektar dan mempunyai
32 SPPT (32 nama) yang
berhasil terjual sebanyak
9 SPPT atau 9
orang dengan luas hampir 17,5 hektar.
Adapun
akibat dari jual beli tanah segoro ini, menyebabkan para nelayan tidak bisa
pergi melaut untuk
mencari nafkah lagi
karena laut tersebut
akan diuruk sehingga laut
tersebut akan berupa daratan bukan lautan lagi.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi