BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari bentuk kegiatan muamalah
adalah utang-piutang untuk menutup
kebutuhan. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman ke arah yang lebih modern, maka transaksi
utang-piutang juga berkembang menjadi beraneka
ragam bentuk maupun caranya. Salah satunya seperti yang terjadi di Ds.
Sejati Kec. Camplong Kab. Sampang
Madura, di mana ketika masa tanam tembakau
datang, salah satu kendala yang dihadapi sebagian petani adalah tidak adanya modal yang cukup. Untuk
memenuhikebutuhan modal tersebut, berutang sapi adalah salah satu alternatif yang
ditempuh oleh sebagian petani tembakau.
Meskipun dalam pelunasan utang
sapi tersebut kreditur memberikan ketentuan secara sepihak. Dengan kata lain pihak
kreditur adakalanya menginginkan utang sapi
tersebut dikembalikan dengan sapiyang ukuran serta umurnya disesuaikan dengan lamanya masa berutang, tapi adakalanya
pihak kreditur menginginkan utang sapi
tersebut dikembalikan dengan sejumlah uang yang nilainya ditentukan langsung oleh kreditur dalam tempo yang
disepakati.
Padahal dalam suatu H}}adis|
disebutkan tentang larangan mengembalikan utang dengan barang yang tidak sejenis, yaitu Artinya
: “Rasulullah SWA melarang pengembalian utang perak dengan emas.” H{adis|
di atas dapat ditarik kesimpulan membayar utang dengan barang yang tidak sejenis itu dilarang. Sementara
yang terjadi di Desa Sejati adalah salah satu bentuk pelunasan utang sapi adalah dengan
sejumlah uang. Di sini terdapat kesenjangan
antara isi H{adis|| dengan praktek yang ada di Desa Sejati.
Utang memang suatu transaksi
biasa dan lumrah yang biasa terjadi dan menimpa
pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja, tanpa ada perbedaan apakah dia seorang yang kaya yang notabenenya
adalah surplus kekayaan maupun dia
sebagai kaum miskin yang status ekonominya minus. Oleh karena itu Islam telah memberikan suatu ketentuan atau
aturan yang harus dijalankan oleh para
pelaku transaksi tersebutagar tidak menyalahi syari>‘at Islam. Lebih lanjut pemberlakuan aturan tersebut dimaksudkan untuk
tidak menimbulkan kerugian bagi salah
satu pihak. Hal ini dikarenakan utang adalah suatu jalan yang sah-sah saja dilakukan seseorang dalam menjalani
aktivitasnya sebagai manusia. Akan tetapi,
yang tidak dibenarkan disini adalah dalam proses pengembalian utang itu, seperti adanya persyaratan tertentu dengan
tujuan mengambil manfaat (keuntungan)
dari pihak yang berutang atau pengembalian obyek utang dengan suatu barang yang tidak sejenis, padahal jelas
hal semacam ini dilarang dalam Islam.
Muslim, S}ahi>h Muslim biSyarah bab
Naha> ‘an Bai’ al-Wariqi..., h 200 Lain
halnya jika orang yang berutang itu memberi bonus atau tambahan dalam pengembalian utangnya tanpa ada
persyaratan dari pihak berutang sebelumnya.
Hal ini dianjurkan Rasulullah dalam H{adis||nya : Artinya : dari Ja>bir, beliau berkata “ aku
pernah datang ketempat Nabi SWA.,
sedangkan Nabi mempunyai utang kepadaku,
kemudian beliau membayarku dan menambah
padaku.” Pemilik harta dalam hal ini
adalah kreditur mempunyai wewenang untuk menagih utang kepada pihak berutang sampai
dibayar apabila sudah jatuh tempo.
Sedangkan pihak berutang
berkewajiban mengembalikan utangnya pada jangka waktu yang telah disepakati manakala dia mampu
membayarnya, sebab utang merupakan suatu
perjanjian yang harus di tepati. Sebagaimana dalam QS. al-Isra’ : Artinya : ” dan penuhilah janji yang telah
dibuat, sebab suatu perjanjian itu harus
dipertanggungjawabkan.” Akan tetapi,
jika pihak berutang tidakmampu membayar utangnya (pailit) pada saat jatuh tempo, maka pihak kreditur
memberi perpanjangan waktu dengan adanya
tambahan nominal pengembalian, padahal dalam al-Qur’an Allah Bukha>ri>, s}ahi>h Bukha>ri>
Juz 2,h 713 M. Said, Tarjamah
al-Qur’an…,h 258 mewajibkan hamba-Nya
untuk bermurah hati dengan penambahan waktu bagi orang yang pailit, tanpa adanya tendensi
keuntungan pribadi. Alangkah lebih baik lagi
jika utang tersebut diberikan saja baik sebagian atau semua bagi orang yang memang pailit. Hal ini bertujuan untuk memupuk
rasa cinta dan kasih serta kesetiakawanan
diantara kaum Muslim, sebagaimana dalam QS. al-Baqarah : 280 Artinya : ” Jika orang yang mempunyai utang
itu sedang dalam keadaan krisis, maka
hendaklah ditangguhkan pembayarannya. Jika kamu rela untuk menyedekahkan utangnya itu, maka itu adalah
yang terbaik bagi kamu, kalau kamu
mengetahui.” Diambilnya Desa Sejati
sebagai lokasi penelitian, karena transaksi seperti di atas dapat ditemukan di Desa Sejati, dan
transaksi semacam itu terjadi secara berulang-ulang
tiap tahunnya manakala musim tanam tembakau tiba.
Dari deskripsi di atas, maka
nampakadanya kesenjangan antara aturan dalam
al-Qur’an dan H}adis| dengan praktek. Maka untuk mengetahui bagaimana praktek tersebut dilakukan di Desa Sejati,
perlu adanya penelitian yang lebih mendalam
mengenai praktek semacam itu, sehingga transaksi seperti itu bisa diangkat kepermukaan dan di tarik suatu
kesimpulan, kemudian ditinjau dari teori hukum Islam, karena seluruh masyarakat Desa
Sejati beragama Islam karenanya seharusnya
dalam kehidupan sehari-hari berpegang teguh pada ajaran agama Islam atau syari>‘at Islam.
M. Said, Tarjamah al-Qur’an al-Karim,h 44 Oleh karena itu pertanyaan pokok dalam
skripsi ini adalah : Bagaimana Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pelunasan Utang Sapi untuk Penanaman Tembakau Berdasarkan Ketentuan Kreditur di Ds.
Sejati Kec. Camplong Kab.
Sampang Madura ? B.
Rumusan Masalah Dari pertanyaan
pokok di atas, dapat ditulis dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pelaksanaan akadnya ? 2. Bagaimana cara pelunasannya ? 3.
Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap praktek tersebut ? C. Kajian Pustaka Ada beberapa judul skripsi yang membahas
tentang masalah utang-piutang, diantaranya
oleh Mujib Ridwan, dengan judul “Sistem
Pelaksanaan Utang Piutang dan
Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Petani (Berutang) di Ds.
Gedong Boyountung Kec. Turi Kab.
Lamongan (Sebuah Tinjauan Hukum Islam),”karya
ini membahas pelaksanaanutang-piutang dengan dua sistem, yang pertama petani utang kepada pedagang
berupa uang sebagai modal usaha tanam
padi dengan pengembalian berupa padi dan dengan syarat hasil panennya Mujib Ridwan, lulusan IAIN Surabaya Fakultas
Syariah Tahun 2008 dengan Judul Skripsi “ Sistem Pelaksanaan Utang Piutang dan Pengaruhnya
Terhadap Pendapatan Petani (Berutang) di Ds.
Gedong Boyountung Kec. Turi Kab.
Lamongan (Sebuah Tinjauan Hukum Islam).” harus dijual kepada pedagang tersebutdengan
dikurangi utangnya, yang kedua petani
utang kepada pedagang berupa barang produktifitas pertanian tambak dengan pengembalian berupa uang yang dipotong
dari hasil penjualan panen tambak yang
harus dijual ke pedagang tersebut.
Ada juga karya Nurrul Nisfu Suci
Rofikhoh, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Utang Uang dengan Sistem
Jual Beli Barang (Murabahah) dari
Piutang di Ds. Sawo Babat Lamongan,”
karya ini membahas pihak yang
berutang mendapat pinjaman dari piutang dalam bentuk barang yang mana pihak piutang memberi alternative bahwa
barang yang diberikan bisa dijual kembali
kepada piutang agar pihak berutang mendapatkan uang yang dibutuhkan.
Berbagai karya di atas tidak ada
yang secara spesifik membahas tentang pelunasan
utang sapi berdasarkan ketentuan kreditur dalam karya ilmiah (skripsi) yang penulis lakukan, maka penelitian ini
bukan mengulang penelitian yang sudah
ada.
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada penelitian yang
akandilakukan, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, di antaranya: 1.
Untuk mengetahui cara akad utang sapidi Ds. Sejati Kec. Camplong Kab.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi