BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Dalam
kehidupan dewasa ini semakin hari tingkat kebutuhan semakin meningkat, apalagi budaya konsumtif sudah
semakin meluas di tengah-tengah masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan sehaari-hari sering kita jumpai adanya transaksi dengan menggunakan perjanjian.
Adapun cara yang dibutuhkan agar perjanjian
tersebut tidak mengalami perselisihan di masa mendatang, disarankan agar perjanjian tersebut sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam.
Islam sebagai agama yang sempurnatidak seluruh
ajarannya dapat diterapkan secara
aplicablepada semua dimensi kehidupan. Untuk beberapa dimensi, ajaran Islam yang bersifat global
masih memerlukan interpretasi dan pengembangan
untuk sampai pada tataran aplikatif, termasuk pada dimensi ekonomi. Ketentuan ekonomi yang tertuang dalam
al-Qur’an dan al-Hadis| masih memerlukan
penakwilan, penafsiran, dan pengembangan agar menjadi aplikatif.
Mayoritas orang Indonesia bisa dikatakan
adalah beragama Islam.
Meskipun demikian, bukan berarti
mayoritas dalam arti kualitas. Oleh karena itu, permasalahan mendasar yang harus dicarikan
solusinya ialah mengupayakan lahirnya
sebuah sistem hukum ekonomi yang menjujung tinggi keadilan, Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam
Islam, h 50 keseimbangan dan saling
menghidupkan, serta sarat dengan nilai-nilai moral dan etika.
Dalam al-Qur’an surah an-Nisa>’ ayat 29
juga ditegaskan Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”.(Q.S. an-Nisa>’: 29).
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam
memandang bahwa bumi dengan segala
isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan bersama. Untuk mencapai
tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya mengenai apa yang dibutuhkan manusia baik
akidah, akhlak, maupun syariah.
Secara umum, tugas
kekhalifahan manusia adalah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan
kehidupan serta tugas pengabdian atau
ibadah. Untuk menunaikan tugas tersebut, Allah SWT memberikan manusia dua anugrah nikmatutama,
yaitu sistem kehidupan dan sarana
kehidupan.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman
ayat 20 M. Arifin Hamid,Hukum Ekonomi
Islam di Indonesia, h. 21 Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 106-107 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari
Teori ke Praktik, h. 7 Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmatNya
lahir dan batin. Dan, di antara manusia
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan.” (Q.S. Luqman:
20).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam
menyarankan kepada umat manusia agar
menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan, baik materi maupun
non materi. Disamping itu, Islam juga menganjurkan untuk berjuang mendapatkan materi dengan berbagai cara,
asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah
ditetapkan. Rasulullah dalam Haditsnya menegaskan: ىﺬﻣﺮﺘﻟا
( Artinya : "Diriwayatkan dari Hasan ibn Ali al-Khalla>l dari Abu
‘A<mir al-‘Aqadiy dari Kas\i>r ibn ‘Abdullah ibn ‘Amri ibn ‘Auf
al-Muzaniy dari ayahnya dari kakeknya,
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Perdamaian antara kaum muslimin itu diperbolehkan kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
dihalalkan atau menghalalkan yang
diharamkan kaum muslimin (dalam kebebasan) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, h. 582 sesuai dengan
syarat dan kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang
haram.” (H.R.
Tirmidzi).
Rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam syara’
di antaranya adalah: 1. Carilah yang halal lagi baik 2.
Tidak menggunakan cara batil 3. Tidak berlebih-lebihan / melampaui batas 4.
Menjauhkan diri dari unsur riba, maisir(perjudian) dan
ghara>r(ketidak pastian) 5.
Tidak melupakan tanggung jawab sosialberupa zakat, infak, dan sedekah.
Tanpa rambu-rambu syariat, hidup akan menjadi
milik orang yang kuat saja. Bagaimana
tidak, orang yang kuat akan membuat sistem kehidupan dengan caranya sendiri tanpa batas dan peduli dengan
kondisi orang lain. Maka untuk membatasi
kesewenang-wenangan, bermu’amalah harus dijalankan dengan syariat. Karena hanya syariatlah yang dapat
dijadikan ukuran boleh atau tidaknya suatu
akad itu dilakukan. Dari akad tersebut akan timbul suatu perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang bertransaksi.
Disinilah terlihat pentingnya syariat dalam
aspek kehidupan kita.
Kegiatan mu’amalat, termasuk
perbuatan perikatan, tidakakan pernah lepas
dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian, manusia memiliki tanggung jawab akan hal ini. Tanggung jawab kepada
masyarakat, tanggung jawab kepada Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Hadits No.
2344 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, h. 11-12 pihak kedua, tanggung jawab kepada
dirisendiri dan tangung jawab kepada Allah
SWT. Akibatnya, manusia tidak akanberbuat sekehendak hatinya, karena segala perbuatannya akan mendapatkan balasan
dari Allah SWT.
Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung
jawab dari sebuah kebebasan, karena
prinsip kebebasan suatu perjanjian dalam Islam tidaklah bersifat mutlak. Yaitu kebebasan mempergunakan
hak yang disertai sikap tanggung jawab
atas terpeliharanya hak dan kepentingan orang lain. Hak yang tidak dianjurkan dalam Islam adalah : 1.
Apabila seseoarang dalam mempergunakan haknya mengakibatkan pelanggaran terhadap hak orang lain.
2. Apabila seseorang melakukan pebuatan yang
tidak disyari’atkan akan tidak sesuai
dengan tujuan kemaslahatanyang ingin dicapai dalam penggunaan haknya tersebut.
3. Apabila seseorang menggunakan haknya untuk
kemaslahatan pribadinya tetapi
mengakibatkan madharat yang besar terhadap pahak lain, atau maslahat yang ditimbulkan sebanding dengan madharat
yang ditimbulkan baik untuk pribadi
maupun umum.
4. Apabila seseorang menggunakan haknya tidak
sesuai pada tempatnya atau bertentangan
dengan adat kebiasaan yang berlaku serta menimbulkan madharat kepada pihak lain.
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di
Indonesia, h. 31 5. Apabila seseorang menggunakan haknya secara
ceroboh sehingga menimbulkan madharat
terhadap pihak lain.
Selain tersebut di atas, yang diperlukan dalam
transaksi muamalah adalah adanya
kerelaan. Kerelaan antara keduanya adalah aspek yang paling penting dalam bertransaksi, namun bukan berarti aspek
lainya tidak berarti sama sekali.
Seperti halnya transaksi yang
benar atau sesuai syariah. Karena yang tertera dalam setiap kitab fiqih bahwa, mu’amalah
dibagi menjadi dua bagian. yaitu, mu’a>malah
ma>d}iyahdan mu’a>malah adabiyah.
Dalam muamalah
ma>d}iyahdisebutkan bahwa, adalah aturan-aturan yang ditinjau dari segi objeknya. Yakni, jual
beli benda bukan hanya sekedar memperoleh
untung yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal bertujuan memperoleh ridha Allah dan secara horizontal
bertujuan untuk memperoleh keuntungan
sehingga benda yang diperjualbelikan akansenantiasa dirujukkan pada aturan-aturan Allah. Sedangkan dalam
mu’a>malah adabiyahyang di maksud
adalah aturan-aturan Allah yang wajib diikuti di lihat dari segi subjeknya.yakni adanya keridhaan kedua belah
pihak.
Berdasarkan sistem ekonomi Islam yang telah
dipaparkan di atas, merupakan sebuah
acuan penulis, dalam “Transaksi Jasa Rental Pengetikan Skripsi “Sistem Paket” dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Kasus di Ghufron A.
Mas’adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual,h. 41- 43 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, h. 4 Rental Biecomp Jemur Wonosari Surabaya)”. Hal
inilah yang menjadi alasan dalam
penulisan skripsi ini.
B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya? 2.
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad jasa pengetikan dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari
Surabaya? C. Kajian Pustaka Tinjauan pustaka ini pada dasarnya adalah
untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
hubungan topik yang akanditeliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan.
Dari pengamatan peneliti, memang banyak skripsi yang pembahasannya mengenai masalah akad dalam jual
beli, tetapi beda maksud dan tempat
penelitian serta objek yang dibahas. Seperti judul skripsi yang sudah dibahas di bawah ini : 1.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Perjanjian Pemborong (Kontrak) dalam Proyek di Dinas Cipta Karya Kabupaten
Pasuruan. Dalam skripsi ini yang dibahas
adalah penetapan akad perjanjian pemborongan (kontrak) dilakukan melalui pelelangan sedangkan obyeknya adalah
barang atau fasilitas yang berkenaan
dengan kepentingan umum.
2.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Padi dengan Sistem Kwintalan Sebelum Panen di Desa Sidobinangun
Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan.
Dalam skripsi ini yang dibahas adalah jual beli pada umumnya, namun yang menjadi obyeknyaadalah
padi. Sedangkan sistem kwintalan yang
dimasud adalah padi yang dijual sebelum panen (masih berada di sawah) hanya dijual beberapakwintal saja
tidak seluruhnya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi