BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Narkoba
adalah Narkotika dan Obat-obatan terlarang, selain itu juga dikenal dengan
istilah NAPZA yang
merupakan singkatan dari
Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Masalah penyalahgunaan narkoba saat ini menjadi
perhatian banyak orang dan terus-menerus
dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan narkoba
menjadi perhatian berbagai
kalangan di Indonesia,
mulai dari pemerintah, LSM,
Ormas bahkan masyarakat
juga turut serta
membicarakan tentang bahaya penyalahgunaan
narkoba. hampir semuanya
mengingatkan sekaligus menginginkan agar
masyarakat Indonesia, utamanya
remaja untuk tidak
sekali-kali mencoba dan mengkonsumsi
makhluk yang disebut narkoba.
Akan tetapi pada realitanya
pemakai narkoba sudah masuk kesegala lapisan, baik
kalangan atas, kalangan
menengah maupun kalangan
bawah sekalipun. Dari sudut usia,
narkoba sudah tidak
dinikmati golongan remaja,
tetapi juga golongan setengah baya maupun golongan usia tua.
Pada tahun
1961 pemerintah Indonesia
telah melakukan pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika yang merupakan
hasil dari United Nations Conference For Adoption
of a Single
Convention on Narcotic
Drug, yang diselenggarakan di New
York dari tanggal 24 Januari sampai dengan tanggal 30 Maret 1961. Konvensi ini
bertujuan untuk menjalin
kerja sama internasional
dalam pengawasan atas narkotika.
Langkah-langkah Internasional
untuk mengawasi dan
membatasi penggunaan
penyalahgunaan dan perdagangan gelap bahan-bahan yang digolongkan jenis narkotika. Semua Negara menyepakati
untuk melawan perdagangan gelap jenis narkotika
tersebut.
Berdasarkan konvensi
PBB tentang Pemberantasan
Gelap Narkotika dan Psikotropika, merupakan
penegasan dan penyempurnaan
atas prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang
telah diatur dalam
Konvensi Tunggal Narkkotika
1961, serta Konvensi Psikotropika
1971, tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Konvensi ini lebih dikenal
dengan istilah Konvensi Wina, 1988.
Perkembangan
pengaturan melalui instrumen
hukum terhadap keberadaan narkotika
tersebut di atas
merupakan suatu siklus
yang tidak terpisahkan
dengan dinamika perkembangan
sosial masyarakat dalam
menyikapi keberadaan narkotika dan psikotropika di Indonesia. Pemerintah
Indonesia telah menerbitkan dua UndangUndang, yakni: Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika dan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika.
Tujuan Undang-Undang narkotika
dan psikotropika adalah menjamin
ketersediaan narkotika dan
psikotropika guna kepentingan
layanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan, mencegah
terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta memberantas peredaran
gelap narkotika dan psikotropika.
Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika(Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2004), hlm.108.
Ibid., hlm. 109.
Terjadinya
fenomena penyalahgunaan dan
peredaan gelap narkotika
dan psikotropika, menuntut
perlunya tindakan nyata
untuk pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan psikotropika tersebut.
Presiden RI
Megawati Soekarno Putri
membuka Lokakarya Nasional mengenai
“ Peran Lembaga
Pendidikan dan Masyarakat
dalam Upaya Pencegahan Dini
Penyalahgunaan Narkoba di
Istana Negara Jakarta pada
tanggal 29 Oktober 2001.
Dengan
dibukanya Lokakarya tersebut,
harapan presiden ialah
agar para pelaku
tindak kriminal yang
sesungguhnya berlangsung terhadap
kemanusiaan itu dijatuhi
hukuman yang seberat-beratnya.
Karena banyak di Negara Indonesia
yang menyalahgunakan narkotika
tersebut. Hal ini di susut oleh budaya asing yang masuk ke dalam wilayah Negara yang tercinta ini,
penyalahgunaan narkotika ini tujuannya untuk
merusak budaya bangsa Indonesia yang pada akhirnya akan menguasai Negara Indonesia dengan merusak moral generasi muda.
Di Indonesia,
perkembangan pencandu narkoba
semakin pesat. Para pencandu narkoba
itu pada umumnya
berusia antara 11 sampai 24
tahun. Artinya usia
tersebut ialah usia
produktif atau usia
pelajar. Pada awalnya,
pelajar yang mengkonsumsi
narkoba biasanya diawali
dengan perkenalannya dengan
rokok.
Karena kebiasaan merokok ini
sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar
saat ini. Dari
kebiasaan inilah, pergaulan
terus meningkat, apalagi
ketika pelajar tersebut
bergabung ke dalam
lingkungan orang-orang yang
sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu
kemudian mengalami ketergantungan.
Ibid., hlm. 111.
Hingga
kini penyebaran narkoba
sudah hampir tidak
bisa dicegah.
Mengingat hampir seluruh penduduk
dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari
oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Misalnya
saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah
sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan
tempat-tempat perkumpulan genk.
Tentu saja hal ini bisa membuat para
orang tua, ormas,
pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu merajalela.
Upaya pemberantas
narkoba pun sudah
sering dilakukan namun
masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari
kalangan remaja maupun dewasa, bahkan
anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat
ini upaya yang
paling efektif untuk
mencegah penyalahgunaan Narkoba
pada anak-anak yaitu
dari pendidikan keluarga.
Orang tua diharapkan
dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi
Narkoba.
Narkoba adalah isu yang kritis
dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya
satu pihak saja.
Karena narkoba bukan
hanya masalah individu
namun masalah semua orang.
Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang
melibatkan dan semua
pihak baik pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan komunitas lokal.
Adalah sangat penting
untuk bekerja bersama
dalam rangka melindungi
anak dari bahaya
narkoba dan memberikan
alternatif aktivitas yang
bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada
anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan
mereka terima.
Ancaman bahaya
narkotika telah berkembang
di Indonesia. Kekhawatiran yang
paling mendasar dalam
merebaknya peredaran jenis
narkotika yang dialami oleh
bangsa Indonesia pada
umumnya adalah para
remaja. Diusia remaja
ini anak sangat
mudah terpengaruh oleh hal-hal
yang bersifat negatif, karena
pada usia ini sedang mengalami perubahan, yaitu perubahan dari
anak-anak menuju kedewasaan yang disebut
dengan masa puber.
Pada masa ini anak tidak lagi
hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan
dirinya, serta mencapai pedoman hidup
untuk bekal kehidupannya mendatang. Kegiatan tersebut dilakukannya penuh semangat menyala-nyala tetapi ia sendiri belum
memahami akan hakikat dari sesuatu yang dicarinya
itu. Ch. Buhler
pernah menggambarkan dengan
ungkapan “Saya menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui
akan sesuatu itu”. Sehingga masa ini disebut
sebagai masa strummund drang (badai dan dorongan).
Pada
periode ini terjadi
gejolak emosi dan
tekanan kejiwaan yang
sangat besar pada diri remaja
yang apabila tidak mampu mengendalikan dan mengontrolnya dengan
baik dan terarah,
maka remaja akan
melakukan tindakan perusakan, penyimpangan
dan pelanggaran norma-norma,
aturan dan ketentuan-ketentuan agama. Maka dari itu sangat perlunya
pengawasan dan perhatian orang tua agar anak tidak terjerumus pada lubang kesesatan.
Berkurangnya pengawasan
orang tua diusia
remaja akan menjerumuskan anak kedalam hal-hal seperti perkelahian, Seks
bebas, penyalahgunaan narkoba dan sebagainya.
Selain pengawasan orang tua yang terlalu longgar dan pergaulan mereka yang
semakin meluas juga
ikut menjadi faktor
anak terlibat kedalam
hal-hal yang bersifat
negatif. Dan juga
diusia seperti ini
anak sudah tidak
mau diatur oleh siapapun,
mereka berkecenderungan mengukuti keinginan dirinya sendiri yang ingin tampil beda diantara teman-temannya.
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan(Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 123-124.
Pada masa remaja ini sangat membutuhkan
perhatian yang sangat serius dari semua pihak,
baik di rumah,
di sekolah maupun
pada lingkungan. Dengan memperhatikan
dan membimbing mereka
untuk menuju kehidupan
yang terarah maka
akan membuka masa
depan yang sangat
cerah dalam kehidupan
yang akan datang.
Dalam buku yang tertulis
oleh Abdul Mujib menyebutkan bahwa
pendidik dalam pendidikan
Islam adalah sebagai bapak rohani
(spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan
illmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena itu,
pendidik mempunyai kedudukan tinggi
dalam Islam.
Karena itu guru pendidikan agama Islam
merupakan seseorang yang harus memberi
suri tauladan yang baik kepada seluruh peserta didik secara umum, dan juga kepada
guru-guru yang lain.
Guru pendidikan agama
Islam harus berpenampilan yang sesuai
dengan nilai-nilai agama, harus
menjaga pergaulan dan jangan
sampai guru pendidikan
agama Islam bergaul
dengan orang yang
terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi