Sabtu, 16 Agustus 2014

Skripsi Syariah:UTANG PIUTANG EMASDENGAN PENGEMBALIAN UANG DI KAMPUNG PANDUGO KELURAHAN PENJARINGAN SARI KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II  UTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM
 A. Pengertian, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat Utang Piutang  1.  Pengertian Utang Piutang.
Utang Piutang dalam hukum Islam disebut dengan istilah  ﻦﻳد, dan  sebagian ulama ada yang mengistilahkan utang piutang dengan istilah Iqrad} atau qira>d}. Salah satunya adalah Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz alMalibary, dalam kitab Fath} al-Mu‘i>nbeliau mendefinisikan Iqrad} dengan  memberikan hak milik kepada seseorang dengan janji harus mengembalikan  sama dengan yang diutangkan  .
Sedangkan dain adalah harta yang tetap menjadi tanggungan  . Dalam  surat al-Baqarah ayat 282 terdapat kalimat 
yang diartikan ”…Jika kamu bermu‘amalah tidaksecara tunai untuk waktu  yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya ”.
Kata tada>yantum,yang di atas diterjemahkan dengan  bermu‘amalah,terambil dari kata (ﻦﻳد) dain.Kata ini memiliki banyak arti,  tetapi makna setiap kata yang dihimpun oleh huruf-huruf kata dain itu (yakni   Zainuddin bin Abdul Aziz al-Mali>ba>ry, Fath} al-Mu‘i>n 2,terj. Abul Hiyadh, h. 248   Muhammad Rawwas Qal‘ahji, Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khattab ra., terj. Mausu‘ah Fiqh  Umar ibnil Khattab ra, M. Abdul Mujieb AS et.al(penerj), h. 57  15   da>l, ya>’ dan nu>n) selalu menggambarkan hubungan antar dua pihak,  salah satunya berkedudukan lebih tinggi dari pihak yang lain. Kata ini antara  lain bermakna hutang, pembalasan, ketaatan, dan agama. Kesemuanya  menggambarkan hubungan timbal balik itu, atau dengan kata lain  bermuamalah. Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara  tunai, yakni hutang-piutang  .

Utang piutang menurut Drs. Sudarsono adalah memberikan sesuatu  kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan  itu  .
2.  Dasar Hukum Utang Piutang  Al-Qur’a>n telah menggariskan beberapa ketentuan berkenaan dengan  utang-piutang untuk menjaga supaya jangan timbul perselisihan antara kedua  belah pihak, yang berutang dan yang berpiutang. Diantara ketentuan itu  supaya diadakan perjanjian tertulisyang menyebutkan segala yang bersangkut  dengan utang-piutang ini. Disamping itu juga diadakansaksi-saksi yang turut  bertanda tangan dalam perjanjian tadi  . Adapun dasar hukum utang-piutang  adalah :  a.  Al-Qur’an surat al-Baqarah : 282   M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, vol. 1, h.
564   Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, h.
 Fachruddin Hs, Ensiklopedia al-Qur’a>n jilid I,h 282 (  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara  tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan  hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah  mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang  berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia  bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi  sedikitpun daripada hutangnya. Jikayang berhutang itu orang yang  lemah akalnya atau lemah (keadaannya)atau dia sendiri tidak mampu  mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di  antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan  dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika  seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksisaksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan  janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai  batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan  lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)  keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu  perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada  dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah  apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit  menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal  itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah;   Departemen Agama, Al-Qur’a>n dan terjemahannya.
 Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(alBaqarah : 282)  Menurut Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perintah menulis disini hanya  merupakan petunjuk kejalan yang lebih baik dan terjaminnya keselamatan  yang diharapkan, bukan perintah wajib  .
b.  H{adi>s |Nabi Muhammad SAW.
-  H{adi>s riwayat Imam Muslim Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw. pernah  mempunyai utang kepada seorang laki-laki, lalu orang itu menagih  beliau dengan nada keras sehingga membangkitkan rasa kesal  sahabat-sahabat Nabi Saw. Kepadanya. Akan tetapi, Nabi Saw.
Bersabda, ”Sesungguhnya,orang yang mempunyai hak, dia berhak  menuntut haknya.” Lalu beliau bersabda kepada mereka (para  sahabat beliau), ”Belikanlah untuknya (orang tersebut) seekor unta  muda, kemudian berikanlah unta itu kepadanya.” Mereka berkata.
”Kami tidak mendapatkannya,tetapi kami mendapatkan seekor unta  yang lebih baik dari padanya.” Beliau bersabda, ”Belikanlah unta  yang lebih baik itu untuknya dan berikanlah kepadanya!  Sesungguhnya, sebaik-baik kamu ialah orang yang paling bagus  membayar utangnya.” (H.R. Muslim)   Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, jilid 1, hlm 557.
 Al-Ha>fiz} Zaki> al-Di>n ‘Abd Al- ‘Az}i>m al-Munz}iri, Ringkasan S{ah}i>h}  Muslim, terj.
Mukhtas}ar S{ah{i>h{ Muslim, Syinqithy Djamaluddin dan H.M Mukhtar Zoerni (penerj), h. 518   Mengutangi kepada orang lain hukumnya sunnah karena termasuk  tolong-menolong dalam kebaikan, bahkan hukumnya menjadi wajib jika  orang yang akan berutang itu benar-benar memerlukan, hukum utang piutang  juga akan berubah menjadi haram jika hutang tersebut misalnya akan  digunakan untuk bermaksiat, perjudian, pembunuhan dan lain-lain. Dan  hukumnya juga menjadi makruh jikabenda yang dihutangkan itu akan  digunakan untuk sesuatu yang makruh  .
Jika seseorang berhutang bukan  karena adanya kebutuhan yang  mendesak, tetapi untuk menambah modal perdagangannya karena berambisi  mendapat keuntungan yang besar, makahukum memberi utang kepadanya  mubah. Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar, seperti  jika ia mempunyai harta yang dapat  diharapkan dan mempunyai niat  menggunkannya untuk membayar utangnya. Jikahal itu tidak ada pada diri  penghutang, maka ia tidak boleh berhutang. Seseorang harus berhutang jika  dalam kondisi terpaksa dalam rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti  untuk membeli makanan agar dirinya tertolong dari kelaparan  .
Tuntunan Agama melahirkan ketenangan bagi pemeluknya, sekaligus  harga diri. Karena itu agama tidak menganjurkan seseorang berhutang kecuali  jika sangat terpaksa. Seseorang yang tidak resah karena memiliki hutang atau   Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam,h. 419   Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan  4 Maz|hab, terj. Al-Fiqhul-Muyassar Qism al-Mu‘a>malat, Mausu‘ah Fiqhiyyah H{adis|ah  Tatana>walu Ahka>mal Fiqhil Isla>mi> Bi Ushub Wad}ih Lil Mukhtas}s}in wa gairihim,penerj.
Miftahul Khairi, h. 158   tidak merasa risih karenanya, makadia bukan seorang yang menghayati  tuntunan agama.
Salah satu doa Rasul SAW. yang populer adalah”Alla>humma inni> a‘u>z|u bika min d}ala>’ilid dain wa galabatir rija>l”, ”Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari hutang yang memberatkan serta  penekanan manusia terhadapku”  .
Disisi lain, beliau bersabda, bahwa orang-orang yang mengulur-ulur  membayar hutang dalam keadaan mampu membayar adalah kedholiman  (perbuatan dosa). Sebagaimana dijelaskan dalam h}adi>s| S}ah}i>h pada  kitab S}ah}i>h} Muslim dalam bab al-Hiwa>lat, no. 962:  ُ Diriwayatkan dari Abu> Hurairah r.a. Rasulullah SAW. pernah  bersabda, ” menunda-nunda waktu pembayaran hutang seseorang (padahal  dia mampu membayarnya) adalah perbuatan dzalim, dan apabila seseorang  diantara kamu mengalihkan piutang kepada orang yang mampu  membayarnya, terimalah cara demikian itu” (HR. Muslim)   Islam juga menganjurkan kepada pihak pemberi hutang agar  memberikan tenggang waktu bagi orang-orang yang berhutang jika mereka   M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, vol. 1, h.
564   masih belum mampu membayar (dalamkesukaran). Hal ini berdasarkan  firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 280.

: 280 ( Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh  sampai dia berkelapangan. Dan kalian menyedekahkan (sebagian atau semua  hutang) itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (al-Baqarah : 280)  Juga berdasarkan h}adi>s |Nabi Muhammad SAW.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi