BAB II UTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat
Utang Piutang 1. Pengertian Utang Piutang.
Utang Piutang dalam hukum Islam
disebut dengan istilah ﻦﻳد, dan sebagian ulama ada yang mengistilahkan utang
piutang dengan istilah Iqrad} atau qira>d}. Salah satunya adalah Syekh
Zainuddin bin Abdul Aziz alMalibary, dalam kitab Fath} al-Mu‘i>nbeliau
mendefinisikan Iqrad} dengan memberikan
hak milik kepada seseorang dengan janji harus mengembalikan sama dengan yang diutangkan .
Sedangkan dain adalah harta yang
tetap menjadi tanggungan . Dalam surat al-Baqarah ayat 282 terdapat
kalimat
yang diartikan ”…Jika kamu
bermu‘amalah tidaksecara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya ”.
Kata tada>yantum,yang di atas
diterjemahkan dengan bermu‘amalah,terambil
dari kata (ﻦﻳد) dain.Kata
ini memiliki banyak arti, tetapi makna
setiap kata yang dihimpun oleh huruf-huruf kata dain itu (yakni Zainuddin bin Abdul Aziz al-Mali>ba>ry,
Fath} al-Mu‘i>n 2,terj. Abul Hiyadh, h. 248 Muhammad Rawwas Qal‘ahji, Ensiklopedi Fiqih
Umar bin Khattab ra., terj. Mausu‘ah Fiqh Umar ibnil Khattab ra, M. Abdul Mujieb AS
et.al(penerj), h. 57 15 da>l, ya>’ dan nu>n) selalu
menggambarkan hubungan antar dua pihak, salah
satunya berkedudukan lebih tinggi dari pihak yang lain. Kata ini antara lain bermakna hutang, pembalasan, ketaatan,
dan agama. Kesemuanya menggambarkan
hubungan timbal balik itu, atau dengan kata lain bermuamalah. Muamalah yang dimaksud adalah
muamalah yang tidak secara tunai, yakni
hutang-piutang .
Utang piutang menurut Drs.
Sudarsono adalah memberikan sesuatu kepada
seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu .
2. Dasar Hukum Utang Piutang Al-Qur’a>n telah menggariskan beberapa
ketentuan berkenaan dengan utang-piutang
untuk menjaga supaya jangan timbul perselisihan antara kedua belah pihak, yang berutang dan yang
berpiutang. Diantara ketentuan itu supaya
diadakan perjanjian tertulisyang menyebutkan segala yang bersangkut dengan utang-piutang ini. Disamping itu juga
diadakansaksi-saksi yang turut bertanda
tangan dalam perjanjian tadi . Adapun
dasar hukum utang-piutang adalah : a.
Al-Qur’an surat al-Baqarah : 282 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, vol. 1, h.
564 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, h.
Fachruddin Hs, Ensiklopedia al-Qur’a>n
jilid I,h 282 ( Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jikayang
berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya)atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka
yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksisaksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Departemen
Agama, Al-Qur’a>n dan terjemahannya.
Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.(alBaqarah : 282) Menurut
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perintah menulis disini hanya merupakan petunjuk kejalan yang lebih baik dan
terjaminnya keselamatan yang diharapkan,
bukan perintah wajib .
b. H{adi>s |Nabi Muhammad SAW.
-
H{adi>s riwayat Imam Muslim Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah Saw. pernah mempunyai utang
kepada seorang laki-laki, lalu orang itu menagih beliau dengan nada keras sehingga
membangkitkan rasa kesal sahabat-sahabat
Nabi Saw. Kepadanya. Akan tetapi, Nabi Saw.
Bersabda, ”Sesungguhnya,orang
yang mempunyai hak, dia berhak menuntut
haknya.” Lalu beliau bersabda kepada mereka (para sahabat beliau), ”Belikanlah untuknya (orang
tersebut) seekor unta muda, kemudian
berikanlah unta itu kepadanya.” Mereka berkata.
”Kami tidak mendapatkannya,tetapi
kami mendapatkan seekor unta yang lebih
baik dari padanya.” Beliau bersabda, ”Belikanlah unta yang lebih baik itu untuknya dan berikanlah
kepadanya! Sesungguhnya, sebaik-baik
kamu ialah orang yang paling bagus membayar
utangnya.” (H.R. Muslim) Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, jilid 1, hlm 557.
Al-Ha>fiz} Zaki> al-Di>n ‘Abd Al-
‘Az}i>m al-Munz}iri, Ringkasan S{ah}i>h}
Muslim, terj.
Mukhtas}ar S{ah{i>h{ Muslim,
Syinqithy Djamaluddin dan H.M Mukhtar Zoerni (penerj), h. 518 Mengutangi kepada orang lain hukumnya sunnah
karena termasuk tolong-menolong dalam
kebaikan, bahkan hukumnya menjadi wajib jika orang yang akan berutang itu benar-benar
memerlukan, hukum utang piutang juga
akan berubah menjadi haram jika hutang tersebut misalnya akan digunakan untuk bermaksiat, perjudian,
pembunuhan dan lain-lain. Dan hukumnya
juga menjadi makruh jikabenda yang dihutangkan itu akan digunakan untuk sesuatu yang makruh .
Jika seseorang berhutang
bukan karena adanya kebutuhan yang mendesak, tetapi untuk menambah modal
perdagangannya karena berambisi mendapat
keuntungan yang besar, makahukum memberi utang kepadanya mubah. Seseorang boleh berhutang jika dirinya
yakin dapat membayar, seperti jika ia
mempunyai harta yang dapat diharapkan
dan mempunyai niat menggunkannya untuk
membayar utangnya. Jikahal itu tidak ada pada diri penghutang, maka ia tidak boleh berhutang.
Seseorang harus berhutang jika dalam
kondisi terpaksa dalam rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli makanan agar dirinya tertolong
dari kelaparan .
Tuntunan Agama melahirkan
ketenangan bagi pemeluknya, sekaligus harga
diri. Karena itu agama tidak menganjurkan seseorang berhutang kecuali jika sangat terpaksa. Seseorang yang tidak
resah karena memiliki hutang atau Sudarsono,
Pokok-pokok Hukum Islam,h. 419 Abdullah
bin Muhammad ath-Thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Maz|hab, terj. Al-Fiqhul-Muyassar Qism
al-Mu‘a>malat, Mausu‘ah Fiqhiyyah H{adis|ah Tatana>walu Ahka>mal Fiqhil
Isla>mi> Bi Ushub Wad}ih Lil Mukhtas}s}in wa gairihim,penerj.
Miftahul Khairi, h. 158 tidak merasa risih karenanya, makadia bukan
seorang yang menghayati tuntunan agama.
Salah satu doa Rasul SAW. yang
populer adalah”Alla>humma inni> a‘u>z|u bika min d}ala>’ilid dain
wa galabatir rija>l”, ”Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari hutang yang
memberatkan serta penekanan manusia
terhadapku” .
Disisi lain, beliau bersabda,
bahwa orang-orang yang mengulur-ulur membayar
hutang dalam keadaan mampu membayar adalah kedholiman (perbuatan dosa). Sebagaimana dijelaskan dalam
h}adi>s| S}ah}i>h pada kitab
S}ah}i>h} Muslim dalam bab al-Hiwa>lat, no. 962: ُ
Diriwayatkan dari Abu> Hurairah r.a. Rasulullah SAW. pernah bersabda, ” menunda-nunda waktu pembayaran
hutang seseorang (padahal dia mampu
membayarnya) adalah perbuatan dzalim, dan apabila seseorang diantara kamu mengalihkan piutang kepada orang
yang mampu membayarnya, terimalah cara
demikian itu” (HR. Muslim) Islam juga menganjurkan kepada pihak pemberi
hutang agar memberikan tenggang waktu
bagi orang-orang yang berhutang jika mereka M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishba>h
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, vol. 1, h.
564 masih belum mampu membayar (dalamkesukaran).
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.
dalam surat al-Baqarah ayat 280.
: 280 ( Dan jika (orang berhutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan kalian
menyedekahkan (sebagian atau semua hutang)
itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (al-Baqarah : 280) Juga berdasarkan h}adi>s |Nabi Muhammad SAW.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi