Selasa, 21 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Pada Era Desentralisasi Fiskal Dibandingkan Dengan Era Dekonsentrasi Di Kabupaten Karanganyar

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Analisis Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Pada Era Desentralisasi Fiskal Dibandingkan Dengan Era Dekonsentrasi Di Kabupaten Karanganyar
Pertumbuhan ekonomi nasional tidak lepas dari peran serta pada  sektor-sektor  ekonomi.  Pada  kuartal  I  tahun  2013  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  tercatat  sebesar  6,02%,  lebih  rendah  dari  periode-periode  sebelumnya  yang  mencapai  6,29%.  Di  Indonesia  sendiri  pertumbuhan  ekonomi  di  Indonesia  masih  terpusat  di  pulau  Jawa.Hal  tersebut dikarenakan  pusat  perekonomian  terbesar  masih  berada  di  Pulau  Jawa.

Pertumbuhan  ekonomi  tersebut  juga  dibarengi  oleh  menurunnya  tingkat  pengangguran  dari  9,86%  pada  tahun  2004  menjadi  5,92%  pada  bulan  Maret  2013.Perlambatan  pertumbuhan  ini  disebebkan  oleh  rendahnya  penyerapan  APBN  pada  kuartal  I  2013  yang  berada  dibawah  10%.
Turunnya  kinerja neraca  perdagangan akibat  penurunan  harga  komoditas dunia  juga  menjadi  penyebab  rendahnya  pertumbuhan  ekonomi  kuartal  I 2013.Kondisi  ini  kemudian  menyebabkan  perubahan  asumsi  makro  yang kemudian diajukan dalam RAPBN-P 2013.
Pendapatan  negara  dalam  RAPBN-P  2013  yang  akhirnya  disepakati oleh Badan Anggaran DPR dan pemerintah hingga 14 Juni 2013  juga  berubah  dari  pengajuan  pemerintah  sebelumnya.  Dalam  postur  RAPBN-P 2013 yang disepakati, pendapatan negara ditetapkan sebesar  Rp 1.502  triliun,  lebih  besar  dari  pengajuan  pemerintah  sebelumnya  yang  tercatat sebesar  Rp  1.488 triliun. Dengan demikian, dibandingkan dengan    RAPBN-P  2013  yang  pertama  kali  diajukan,  DPR  berhasil  meminta  pemerintah  menambah  penerimaan  negara  sebesar  Rp  13,679  triliun.
Selain  itu,  belanja  negara  dalam  RAPBN-P  2013  disepakati  sebesar  Rp  1.726,19 triliun.
Gambar 1.1  RAPBN dan APBN 201Sumber : Kementerian Keuangan 201Gambar  1.1  menunjukkan  subsidi  energi  masih  menjadi  beban  APBD  paling  besar  dengan  angka  mencapai  Rp  23,8  Triliun,  disusul  dengan  belanja  pegawai  sebesar  Rp  20,93 Triliun  diikuti  dengan  belanja  barang dan belanja modal masing-masing sebesar Rp 17,39 Triliun dan Rp  15,97  Triliun.  Bisa  dilihat  dari  gambar  tersebut  praktis  hanya  subsidi  energi dan subsidi non energi yang tidak melebihi target RAPBN, sisanya  melebihi  RAPBN.  Penggunaan  BBM  bersubsidi  yang  masih  tinggi    menyebabkan  peningkatan  penyerapan  APBN  dibarengi  dengan  meningkatnya konsumsi kendaraan bermotor.Penggunaan BBM bersubsidi pada  bulan  Maret  2013  sudah  6%  melewati  kuota  yang  ditetapkan.
Diperkirakan  kuota  BBM  akan  kembali  jebol  tahun  ini  hingga  mencapai 48,5  juta  kiloliter,  padahal  dalam  APBN  2013  kuota  BBM  ditetapkan sebesar  46  juta  kiloliter.  Hal  ini  menjadi  salah  satu  alasan  pemerintah untuk  menetapkan  pembatasan  penggunaan  BBM  bersubsidi, mengurangi subsidi BBM untuk menciptakan ruang fiskal  yang lebih sehat dan terjaga.
Pengelolaan  keuangan  daerah  semakin  pesat  denganadanya  era  baru  dalam  pelaksanaan  pengelolaan  keuangan  daerah.  Pengelolaan  keuangan  daerahberpengaruh  terhadap  nasib  suatu  daerah  karena  daerah tersebut dapat menjadi daerah yang mandiri serta mampu mengembangkan  potensi-potensi yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan keuangan  daerah  tersebut.  Keuangan  daerah  merupakan  dokumen  publik  yang  berhak  diketahui  olehmasyarakat.Oleh  karena  itu  masyarakat  dapat  melihat dan meninjau keuangan daerah di buku tahunan yang diterbitkan  Badan Pusat Statistik (BPS).
Penyajian  laporan  keuangan  daerah  oleh  pemerintah  secara  garis  besar  bertujuan  untuk  memberikan  informasi  yang  digunakan  dalam  pembuatan  keputusan  ekonomi,  sosial,  dan  politik  serta  sebagaibukti  pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan  (stewardship) serta    untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja  manajerial dan organisasional.
Aspek  yang  penting  dari  pemerintahan  daerah  yang  harus  diatur  secara  teliti  dan  rinci  adalah  masalah  pengelolaan  keuangan  daerah  dan  anggaran daerah.Seperti sudah diketahui, anggaran daerah adalah rencana  kerja  pemerintah  daerah  dalam  bentuk  uang  dalam  satu  tahun.Anggaran  daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan instrumen kebijakan  yang  utama  bagi  pemerintahan  daerah.Sebagai  instrumen  kebijakan,  anggaran  daerah  menduduki  posisi  sentral  dalam  upaya  pengembangan  kapabilitas  dan  efektivitas  pemerintah  daerah.  Anggaran  daerah  digunakan  sebagai  alat  untuk  menenetukan  besar  pendapatan  dan  pengeluaran,  membantu  peangambilan  keputusan  dan  perencanaan  pembangunan,  otorisasi  pengeluaran  di  masa-masa  yang  akan  datang,  sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat  untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas  dari  berbagai  unit  kerja  dalam  kaitan  ini,  proses  penyusunan  dan  pelaksanaan  anggaran  hendaknya  difokuskan  pada  upaya  untuk  mendukung pelaksanaan aktivitas atau program yang menjadi prioritas dan  preferensi daerah yang bersangkutan.
Desentralisasi  fiskal  sebagaimana  telah  diatur  dalam  UndangUndang  Nomor  33  tahun  2004  tentang  Perimbangan  Keuangan  Antara  Pemerintah  Pusat  dan  Daerah  telah  membawa  perubahan  terhadap  kemampuan  kapasitas  fiskal  daerah  Kabupaten/Kota  di  Indonesia    termasuk  Kabupaten  Pati.  APBD  yang  besar  bukanlah  jaminan  bahwa  penduduk  daerah  tersebut  akan  hidup  lebih  sejahtera  bila  dibandingkan  dengan  penduduk  yang  hidup  pada  daerah  dengan  APBD  yang  lebih  rendah.  Struktur  belanja  daerah  akan  menentukan  kinerja  pembangunan daerah.
Tabel 1.1  Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten Pati  Tahun 2008-2012 (Dalam Rupiah) Tahun  Pendapatan Daerah  Belanja Daerah 2012  1.477.993.189.757  1.425.840.271.102011  1.229.009.231.288  1.200.081.522.702010  1.001.675.112.579  990.687.847.932009  929.172.521.485  957.324.511.392008  886.283.394.723  900.218.508.87Sumber: BPS Kabupaten Pati Tahun 2008-2012 (data diolah) Tabel  1.1  menunjukkan  adanya  peningkatan APBD  dari  tahun  ke  tahun.  Meskipun  APBD  cenderung  meningkat,  namun  belum  menjamin  akan  meningkatkan  kesejahteraan  mansyarakat  di  Kabupaten  Pati.
Pendapatan  daerah  selalu  meningkat  dari  tahun  ke  tahun,akan  tetapi  belanja daerah tidak selalu meningkat dari tahun ke tahun serta target yang  pemerintah  tetapkan  meleset  dikarenakan  beberapa  faktor.  Namun  dari  tahun terakhir hanya di tahun 2008  yang APBD mengalami  defisit, tahun  selanjutnya  mengalami  surplus.  Itu  berarti  Pemerintah  Kabupaten  Pati  berhasil mencapai target bahkan melakukan penghematan anggaran.
  Jumlah  APBD  Kabupaten  Pati  sudah  termasuk  cukup  tinggi  dibandingkan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah lainnya. Bahkan pada tahun  2012,  Kabupaten Pati menempati urutan ke 4 dengan pendapatan daerah  tertinggi antar Kabupaten di Jawa Tengah di bawah Kabupaten Banyumas,  Kabupaten  Cilacap,  dan  Kabupaten  Klaten.  Bantuan  pemerintah  pusat  mendapat  perhatian  khusus  karena  Kabupaten  Pati  termasuk  salah  satu  Kabupaten/Kota  di  Jawa  Tengah  yang  mendapatkan  dana  yang  cukup besar  dari Pemerintah Pusat sehingga berpengaruh besar terhadap jumlah APBD di Kabupaten Pati.
Berdasarkan dari latar belakang di  atas, maka peneliti melakukan  penelitian  dengan  judul  “Analisis  Struktur  APBD  di  Kabupaten  Pati  Tahun 2008 - 2012”.
B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  diuraikan  di  atas,  maka  rumusanmasalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :.
1.  Bagaimana pertumbuhan komponen APBD di Kabupaten Pati ?.
2.  Bagaimana  proporsi  komponen APBD  terhadap APBD  di  Kabupaten  Pati ?.
3.  Bagaimana kinerja keuangan daerah di Kabupaten Pati ?.
C.  Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari peneitian ini adalah sebagai berikut :.
1.  Mengetahui pertumbuhan komponen APBD di Kabupaten Pati .
2.  Bagaimana  proporsi  komponen APBD  terhadap APBD  di  Kabupaten  Pati.
3.  Mengetahui kinerja keuangan daerah di Kabupaten Pati.
D.  Manfaat Penelitian.
Berdasarkan  latar  belakang,  rumusan  masalah,  dan  tujuan  penelitian, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.  Bagi Peneliti.
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi yang telah  diperoleh  selama  duduk  di  bangku  kuliah  serta  menambah  wawasan  pengetahuan mengenai struktur APBD di suatu daerah.
2.  Bagi Pemerintah.
Peneliti  berharap  penelitian  ini  dapat  menjadi  pengetahuan  dan  masukan  bagi  pemerintah  khususnya  Pemerintah  Kabupaten  Pati dalam  membuat  kebijakan  dalam  mengatasi  problematika  mengenai  keuangan daerah.
3.  Bagi Penelitian Selanjutnya.
Dari  hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  bahan  referensi  atau  kajian  bagi  penelitian-penelitian  berikutnya  mampu  memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini.

 Skripsi Ekonomi: Analisis Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Pada Era Desentralisasi Fiskal Dibandingkan Dengan Era Dekonsentrasi Di Kabupaten Karanganyar

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi