Rabu, 29 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Ketergantungan Keuangan Daerah, Dan Efektivitas Pad Terhadap Alokasi Belanja Modal

   BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang Masalah.
 Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Ketergantungan Keuangan Daerah, Dan Efektivitas Pad Terhadap Alokasi Belanja Modal
Desentralisasi  dimulai  dengan  berakhirnya  rezim Orde  Baru pada  tahun 1989,  digantikan  dengan  era  reformasi  yang  lebih  bebas  dan  demokratis. Pengalihan  sistem  pemerintahan  yang  sentralistis menjadi  desentralisasi  tentu memerlukan  banyak  penyesuaian  dan  penetapan  peraturan  agar  perubahan  yang terjadi dapat memberi pengaruh yang baik secara signifikan untuk perkembangan negara. Pada masa peralihan ini, otonomi daerah pun mulai direalisasikan dengan ditetapkannya  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  1999  Tentang  Pemerintahan Daerah  dan  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  1999  Tentang  Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Halim, 2004: 3).

Peraturan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 19 tentang  Pemerintahan  Daerah  dianggap  tidak  sesuai  lagi  dengan  perkembangan, ketatanegaraan  dan  tuntutan  penyelenggaraan  otonomi  daerah,  sehingga  pada tahun  2004  diganti  dengan  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  Tentang Pemerintahan  Daerah.  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  1999  Tentang Perimbangan  Keuangan  Antara  Pemerintah  Pusat  dan  Daerah juga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurut  UU  No.  32  Tahun  2004  Pasal  1,  pengertian  otonomi  daerah adalah  hak,  wewenang,  dan  kewajiban  daerah  otonom  untuk  mengatur  dan    mengurus  sendiri  urusan  pemerintahan  dan  kepentingan  masyarakat  setempat sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan.  Kewenangan  yang  dimaksud mencakup dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali wewenang dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, serta kewenangan lainnya.
Thesaurianto  (2007)  menyebutkan  bahwa  salah  satu  alasan penyelenggaraan  otonomi  daerah  adalah  agar  pembangunan  di  daerah  berjalan seiring  dengan  pembangunan  pusat.  Ini  merupakan  bentuk  koreksi  atas pelaksanaan  pembangunan ekonomi  yang  selama  ini  menitikberatkan pembangunan  di  pusat  dan  kurang  memperhatikan  perkembangan  pembangunan daerah.  Terlihat  pada  pemerintahan  pada  masa  Orde  Baru dengan  sistem kebijakan sentralistis sampai dengan tahun 1997, di mana pemerintah kurang bisa membiayai  proyek-proyek  pembangunan  dikarenakan  kurangnya  pendapatan internal pemerintah, terutama dari bidang pajak dan retribusi.
Kebijakan  pemerintah  yang  memusat  tersebut  menyebabkan  terjadinya disparitas  dan  ketidakseimbangan  pelaksanaan  pembangunan  di  pemerintahan pusat  maupun  daerah.  Akibatnya  hampir  seluruh  potensi  ekonomi  di  daerah tersedot  ke  pusat  sehingga  daerah  tidak  mampu  berkembang  secara  memadai.
Kesenjangan sosial, pembangunan, dan pemerataan pendapatan antar daerah serta golongan pun ikut menjadi momok keruntuhan perekonomian Indonesia pada saat itu,  karena  menyebabkan  timbulnya  gejolak  sosial  dan  geliat  kekacauan  dalam kehidupan sosial  ekonomi masyarakat. Ditambah lagi dengan mencuatnya  krisis moneter  yang  makin membuka  mata  pemerintah  akan  kelemahan  sistem    perekonomiannya.  Maka  dengan pelaksanaan otonomi  daerah,  terkandung maksud dari pemerintah pusat untuk memperbaiki kekeliruan selama ini dengan cara memberikan peluang kepada daerah untuk mendapatkan dana lebih besar dan kebebasan untuk mengelolanya sendiri.
Dengan  dijalankannya  otonomi  daerah,  diharapkan  daerah-daerah  di Indonesia  dapat  lebih  menggali  potensi  daerahnya  dan  mengembangkan  sistem serta  tata  daerah  yang  mencangkup  struktural  maupun  infrastruktur,  sehingga daerah-daerah  otonom  tersebut  mampu  menghasilkan  pendapatan  guna merealisasikan pemerataan pembangunan daerah secara lebih nyata dan mandiri.
Dengan  meningkatnya  kemampuan,  pendapatan, dan  potensi  daerah-daerah  di Indonesia,  otomatis  akan  memperkuat  perekonomian  sentral  maupun perkembangan sosial budaya Indonesia.
Menteri  Dalam  Negeri  Gamawan  Fauzi  menuturkan,  kebijakan desentralisasi  dan  otonomi  daerah  telah  menjadi  konsensus  pendiri  bangsa.
Penyelenggaraan  otonomi  daerah  dan  kebijakan  desentralisasi  di  Indonesia merupakan  pilihan  yang  tepat  untuk  mengelola  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia  yang  begitu  luas  (www.suaramerdeka.com).  Melalui  otonomi  daerah, pemerintah  daerah  menjadi  manajer  yang  secara  mandiri  mengelola  keuangan daerahnya  sendiri  untuk  dapat  mencapai  peningkatan  kinerja  ke arah  yang  di inginkan oleh masyarakatnya. Setiap daerah adalah “unik dan khas”, oleh sebab itulah  harus  dapat  mengembangkan local  genius masing-masing  sebagai peningkatan potensi comparative advantage (Rasul, 2008).
   Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab memerlukan  kewenangan  dan  kemampuan  yang  menggali  sumber  keuangan sendiri  yang  didukung  oleh  perimbangan  keuangan  antara  pusat  dan  daerah (Frediyanto, 2010). Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan daerah akan menjadi  indikasi  terlaksananya  otonomi  daerah  yang  baik  dan  efisien  selaras dengan konsep value for money.
Kinerja  keuangan  pemerintah  daerah perlu  diukur  dengan  rasio  kinerja keuangan daerah agar dapat menganalisis seberapa baik pemerintah daerah dalam mengelola  keuangannya.  Halim  (2007:148), menyatakan  bahwa  hasil  analisis rasio-rasio keuangan ini dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam: 1. menilai  kemandirian  keuangan  daerah  dalam  membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, 2. mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, 3. mengukur  sejauh  mana  aktivitas  pemerintah daerah dalam  membelanjakan pendapatan daerahnya, 4. mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, dan 5. melihat pertumbuhan/ perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Sularso dan Restianto (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ada beberapa  rasio  yang  dapat  digunakan  untuk  mengukur  kinerja  keuangan  daerah, yaitu rasio  kemandirian  daerah,  derajat  desentralisasi,  rasio ketergantungan keuangan daerah, dan rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah.
   Analisis rasio keuangan adalah suatu proses yang mengidentifikasikan ciriciri yang penting tentang keadaan keuangan dan kegiatan perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Salah satu alat ukur kinerja adalah analisis rasio keuangan  yang  dapat  digunakan  sebagai  konsep  pengelolaan  organisasi pemerintah  untuk  menjamin  pertanggungjawaban  publik  oleh  lembaga-lembaga pemerintah kepada masyarakat luas (Nugroho, 2012). Penggunaan analisis rasio pada sektor   publik   khususnya   terhadap   APBD   belum   banyak   dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam  rangka pengelolaan keuangan  daerah   yang   transparan,   jujur,   demokratis,  efektif,  efisien,   dan accountable, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan (Sidik, 2008).
Kemandirian  keuangan  daerah  (otonomi  fiskal)  kabupaten/ kota  adalah kemampuan keuangan daerah otonom tersebut dalam mendanai belanja daerahnya dengan kemampuan  sendiri,  yaitu dari penghasilan  asli  daerah  atau  PAD.
Kemandirian  keuangan  daerah  ini  dapat  diukur  dengan  menggunakan  rasio kemandirian daerah (Dwirandra, 2006). Semakin baik tingkat kemandirian suatu daerah, maka daerah tersebut terbukti dapat melaksanakan otonomi daerah secara efektif,  dan  mampu  mengembangkan  potensi  daerahnya  sendiri  tanpa  perlu bergantung pada pendanaan eksternal.
Menurut  penjelasan  dalam Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor   Tahun  2006  Tentang  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah,  daerah  otonom adalah  kesatuan  masyarakat  hukum  yang  mempunyai  batas-batas  wilayah, yang berwenang  mengatur  dan  mengurus  urusan  pemerintahan  dan  kepentingan    masyarakat  setempat  menurut  prakarsa  sendiri  berdasarkan  aspirasi  masyarakat dalam  sistem  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.  Jadi,  telah  sangat  jelas disebutkan  bahwa berhasil  tidaknya otonomi  daerah  tergantung  dari  seberapa besar  prakarsa  pemerintah  dan  kemandirian  daerah  untuk  memenuhi kepentingannya sendiri.
Pemerintah daerah harus mampu menggali potensi daerah guna menunjang PAD,  dan  mencari  faktor–faktor  yang berpengaruh  secara  signifikan  terhadap PAD untuk  mewujudkan  kemandirian  daerah.  Sebagai  upaya  peningkatan  PAD, perlu  diambil  langkah  kebijakan  efisiensi  di dalam  pelaksanaan  anggaran  yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga ada saving yang  dapat  dimanfaatkan  untuk  investasi  daerah  yang  dialokasikan  pada badan  usaha  baik  milik  daerah  sendiri  maupun swasta  yang  mau  diajak bekerjasama  agar  mendapatkan  hasil  yang  lebih  bermanfaat  untuk  menambah penerimaan daerah selain dari sektor pajak dan retribusi daerah serta dari transfer pemerintah  pusat  melalui  pengalokasian  DAU  atau  dana  perimbangan (Thesaurianto, 2007).
Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin besar kontribusi pendapatan asli daerah, maka dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut telah berhasil membiayai kebutuhan keuangan daerahnya  sendiri,  karena  mampu  menghasilkan  pendapatan  yang  relatif  besar dari siklus perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Namun kontribusi PAD yang  kurang  memadai akan  mengancam  kemampuan  daerah  tersebut  dalam memenuhi  kebutuhan  belanja  dan  pembangunan  daerah,  sehingga  agar  lancar    dalam  melaksanakan  kegiatan  rutin,  pemerintah  daerah  akan  terlalu  bergantung pada  dana  perimbangan dan  hibah  dari  pemerintah  pusat.  Inilah  yang  akan memicu kegagalan dalam sistem desentralisasi dan implementasi undang-undang otonomi daerah.
Seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap pengalokasian dana  dari  pemerintah  pusat dapat  diukur  dengan  rasio  ketergantungan  keuangan daerah. Rasio  ini  dihitung  dengan  cara  membandingkan  transfer  penerimaan dengan total penerimaan daerah. Semakin besar hasil yang didapat dari rasio ini, maka  akan  semakin  tinggi  ketergantungan  pemerintah  daerah  terhadap transfer dari pusat.
Rasio  terakhir  yang  akan  diuraikan  dalam  makalah  ini  adalah  rasio efektivitas  Pendapatan  Asli  Daerah.  Efektivitas  PAD membandingkan berapa persen realisasi dari dana PAD yang telah diberlakukan oleh pemerintah dengan target  yang  telah  ditetapkan.  Hal  ini  dapat  dikaitkan  dengan  terlaksana  atau tidaknya pembelanjaan daerah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan  Keuangan  Daerah  menjelaskan bahwa kelompok  belanja  langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas: 1. belanja pegawai, 2. belanja barang dan jasa, dan 3. belanja modal.
   Belanja  langsung  yang  terdiri  dari  belanja  pegawai,  belanja  barang  dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan.
Belanja modal adalah pengeluaran pemerintah dari total pendapatan, yang digunakan  untuk  membiayai  pembelian  atau  pembangunan  suatu  aset  tetap dengan  masa  penggunaan  lebih  dari  12  bulan.  Belanja  modal  berkaitan  dengan penambahan  aset  atau  kekayaan  daerah yang  juga  akan  menambah  investasi daerah.  Seperti  contohnya  pembangunan  infrastruktur  daerah  seperti  pembelian tanah,  mesin,  pembangunan  jembatan,  perbaikan  jalan,  ataupun  pembangunan gedung pemerintahan.
Pertumbuhan  ekonomi  dalam  suatu  daerah,  dapat  dilihat  berdasarkan besarnya  investasi  yang  dikeluarkan  pemerintah  daerah.  Semakin  besar  alokasi belanja  modal,  maka kemampuan  keuangan  daerah  tersebut  semakin memadai.
Kinerja  keuangan  yang  baik,  akan  berpengaruh  pada jumlah  pengalokasian belanja  modal,  di mana  akan  juga  menambah  besarnya  investasi  dan  aset  yang dimiliki  daerah.  Maka dapat  diperkirakan bahwa  terdapat  keterkaitan  antara kinerja keuangan  yang  akan diukur melalui rasio kemandirian keuangan  daerah, derajat  desentralisasi,  ketergantungan  keuangan daerah,  dan  efektivitas  PAD, dengan seberapa besar alokasi belanja modal di daerah.
Dengan  berbagai alasan  yang  telah  disebutkan  di  atas,  maka  dipilihlah judul  penelitian  “Pengaruh  Kemandirian  Keuangan  Daerah,  Derajat Desentralisasi,  Ketergantungan  Keuangan  Daerah,  Dan  Efektivitas  PAD Terhadap  Alokasi  Belanja  Modal  (Studi  Pada  Pemerintah  Kabupaten  Dan    Kota  Se-Pulau Jawa  Tahun  2012)”.  Daerah  yang  dirujuk  dalam  penelitian  ini adalah  semua  kota dan  kabupaten  yang  terdapat  di  Pulau  Jawa,  karena  telah diketahui bahwa  Pulau Jawa  adalah  pulau  yang  paling  banyak  populasi penduduknya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi di antara pulau–pulau  lain  di  Indonesia.  Selain  karena  heterogenitas  masyarakat  dan perekonomian  di  tiap  daerah  yang  beragam,  sistem  pemerintahan  yang  lebih kompleks juga terdapat di pulau ini, mengingat pemerintahan pusat juga berada di Pulau Jawa.
Dalam  pencarian  data  dan  referensi,  diketahui  bahwa  penelitian  sejenis masih  sangat  jarang,  maka  diharapkan  dengan  adanya  penelitian  ini dapat memberi manfaat dan rujukan bagi penelitian-penelitian yang akan datang.
1.1. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
1. Apakah  kemandirian keuangan  daerah  memiliki  pengaruh  terhadap  alokasi belanja modal?.
2. Apakah  derajat  desentralisasi  memiliki  pengaruh  terhadap  alokasi  belanja modal ?.
3. Apakah ketergantungan keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap alokasi belanja modal ?.
4. Apakah efektivitas PAD memiliki pengaruh terhadap alokasi belanja modal ?.
   1.3 Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh kemandirian keuangan  daerah,  derajat  desentralisasi,  ketergantungan  keuangan  daerah,  dan efektivitas PAD terhadap alokasi belanja modal pada kabupaten dan kota se-Pulau Jawa Tahun  2012,  agar  didapatkan  bukti  yang  valid  dan  dapat dipertanggungjawabkan.
1.4. Manfaat Penelitian.
1.4.1. Implikasi Praktis.
1.4.1.1. Pihak Pemerintah Republik Indonesia.
Hasil  penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi  yang bermanfaat  mengenai  pengaruh  kemandirian  keuangan  daerah,  derajat desentralisasi,  ketergantungan  keuangan  daerah,  dan  efektivitas  PAD  terhadap alokasi  belanja  modal  pada  kabupaten  dan  kota se-Pulau  Jawa  Tahun  2012.
Semoga  penelitian  ini  dapat menginspirasi  dan menjadi  alat  analisis  pemerintah untuk  mengukur  kinerja  keuangan  daerah  dan  mengetahui  perkembangan kemampuan  daerah,  terutama  bagi  pihak  eksekutif  guna  mempertimbangkan kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya agar dapat melakukan perbaikan di masa mendatang.
1.4.1.2. Pihak masyarakat.
Diharapkan  penelitian  ini  dapat  memberi informasi  bagi  masyarakat dan kreditur mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah dan pengalokasian belanja modal  untuk  pembangunan  daerah,  sehingga  masyarakat  dapat  mengawasi  dan mengetahui kinerja pemerintah daerah terutama di Pulau Jawa.
1.4.2. Implikasi Teoritis.
Penelitian  ini  diharapkan  dapat  bermanfaat  secara  signifikan  dan  mampu memberi  tambahan  pengetahuan  juga  wawasan  dan  referensi  untuk  penelitianpenelitian  yang  selanjutnya,  mengingat  penelitian  mengenai  Akuntansi  Sektor Publik masih sangat terbatas.

 Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Ketergantungan Keuangan Daerah, Dan Efektivitas Pad Terhadap Alokasi Belanja Modal

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi