Selasa, 14 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar

   BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar
Perkembangan  indutri yang  sangat  pesat  telah  membawa  Indonesia menjadi salah satu potensi kekuatan ekonomi terbesar di Asia bahkan dunia. Pada tahun 2030 saja Indonesia telah mencanangkan target sebagai tiga besar kekuatan perekonomian  dunia  bersama  Amerika  Serikat  dan  China. Hal  ini  merupakan suatu target yang wajar jika melihat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun meskipun pada saat ini Indonesia masih kalah dengan  negara-negara  di  Asia Tenggara  lainnya  terutama Malaysia.

Perkembangan industri  tak  ayal  merupakan  salah  satu  kunci  utama  dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang kini  berdiri  dan  bersaing  di  pasar  Indonesia. Tercatat  kurang  lebih  23  juta perusahaan yang ada di Indonesia dan kurang lebih lima ratus di antaranya adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perusahaan  yang  merupakan  salah  satu  faktor  kunci  dari  pertumbuhan perekonomian  di  Indonesia  dianggap  masyarakat  sebagai  lembaga  yang memberikan  banyak  manfaat  dan  keuntungan.  Salah  satu  keuntungan  nyata  dari adanya  perusahaan  bagi  masyarakat  adalah  terciptanya  lapangan  pekerjaan.
Masalah sosial klasik berupa pengangguran kini sedikit teratasi berkat berdirinya lembaga  ini.  Meskipun  tidak  menyelesaikan  permasalah  pengangguran  secara total,  dengan  berdirinya  perusahaan  paling  tidak  telah  berhasil  menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Dengan terserapnya tenaga kerja inilah    yang  akan  meningkatkan  pendapatan  per  kapita  masyarakat  sehingga  kehidupan mereka  akan  lebih  sejahtera.  Dengan  manfaat  inilah  perusahaan  mendapatkan legitimasi  dari  pemerintah  dan  masyarakat  untuk  berdiri  dan  melangsungkan operasinya.
Untuk  dapat  memenuhi  kebutuhan  masyarakat  yang  meningkat  secara drastis  seiring  dengan  meningkatnya  pertumbuhan  penduduk maka  peningkatan produksi menjadi suatu hal yang wajar bagi perusahaan. Ditambah dengan adanya motif  bisnis  yakni  untuk  memaksimalkan  laba membuat  perusahaan  mengambil kebijakan peningkatan  volume  penjualan.  Peningkatan  volume  penjualan  berarti peningkatan aktivitas produksi. Dengan peningkatan aktivitas produksi ini maka perusahaan akan membutuhkan  sumber  daya  yang  semakin  besar. Salah  satu sumber daya yang dibutuhkan perusahaan dalam aktivitas ini adalah sumber daya alam. Pada akhirnya usaha dalam rangka meningkatkan dan memaksimalkan laba mereka  membuat  operasi  perusahaan  sulit  dikendalikan,  akibatnya  terjadilah eksploitasi sumber daya alam.
Eksploitasi  sumber  daya  alam  inilah  yang  menyebabkan  kerusakan ekosistem lingkungan.  Hal  ini  diperparah  dengan  adanya  limbah  hasil  proses produksi  yang  mencemari  lingkungan.  Dalam  jangka  pendek  kondisi  seperti  ini belum  terasa  dampak  negatifnya  akibatnya  perusahaan  terus  melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang ada. Akibatnya dalam jangka panjang kerusakan lingkungan hidup tidak dapat dihindari lagi yang pada ujungnya akan mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.
   Isu lingkungan hidup ini sendiri sebenarnya sudah menjadi agenda penting masyarakat  internasional  di  forum  regional  dan  multilateral  sejak  tahun  19 setelah  pelaksanaan  konferensi  internasional  tentang Human  Environment di Stockholm, Swedia dan  KTT  Bumi di Rio de Jeneiro,  Brazil tahun 1992. Sejak saat itu, masyarakat internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup menjadi  tanggung  jawab  bersama  dan  perlindungan  lingkungan  hidup  tidak terlepas  dari  aspek  pembangunan  ekonomi  dan  sosial  (Nuraini,  2011). Pasca konferensi  tersebut  juga  muncul perjanjian  internasional  yang  berhubungan dengan lingkungan  hidup  yaitu  Protokol  Kyoto. Protokol  Kyoto  lahir  dari amandemen PBB mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB (UNFCCC) mengenai perubahan  iklim.  Dari  protokol  ini  negara-negara  yang  meratifikasi  protokol  ini mempunyai  komitmen  untuk  mengurangi  pemakaian  emisi  dan  pengeluaran karbondioksida dengan  tujuan  utama  adalah  mengurangi  terjadinya  pemanasan global (Wikipedia, 2013).
Kini  masyarakat  menjadi  semakin  sadar  akan  pentingnya  lingkungan hidup dan bahaya dari eksploitasi sumber daya alam serta polusi yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan setelah mengalami sendiri berbagai fenomena-fenomena alam  yang  menjurus  pada  bencana  yang  merenggut  nyawa  dan  harta  mereka.
Berbagai gerakan dan kebijakan kini mulai dilakukan dan digalakkan pemerintah bersama  masyarakat  mulai  dari  tanam  seribu  pohon,  normalisasi  sungai  dan waduk, pengelolaan sampah terpadu dan berbagai usaha lain yang bertujuan untuk memperbaiki  lingkungan  hidup  dan  mengurangi terjadinya  risiko  bencana  alam sebagai akibat dari kerusakan ekosistem.
   Masyarakat  juga  sadar  akan  perlunya  peran  aktif  dari  perusahaan  dalam pengelolaan  lingkungan  hidup. Oleh  karena  itu  masyarakat  bersama  pemerintah selaku  regulator menuntut  agar  perusahaan  dalam  menjalankan  operasinya  juga harus  mengutamakan  lingkungan  di samping  tujuan  utama  mereka  yakni memaksimalkan  laba.  Sebagai  salah  satu  perwujudan  dari  bentuk  peran  aktif perusahaan  maka  diterapkanlah ISO-14001 dan  ISO-17025.  ISO  sendiri merupakan  semacam  standar  berskala  internasional  yang  menetapkan  kriteriakriteria  tertentu  yang  salah  satunya  adalah  kriteria  dalam  dunia  industri. ISO-14001 merupakan  standar  mengenai  sistem  manajemen  lingkungan  bagi perusahaan. Penerapan ISO-14001 oleh perusahaan dianggap sebagai salah satu perwujudan  peran  aktif  mereka  dalam  pengelolaan  lingkungan.  Namun ISO-14001 merupakan  standar  yang  bersifat  sukarela  yang  artinya  perusahaan memiliki  kebebasan  dalam  menjalankan  standar  ini.  Pada  akhirnya  standar  ini dirasa  kurang  mampu  memberikan  kontribusi  positif  dari  perusahaan  terhadap lingkungan  dikarenakan  tidak  adanya  komitmen  dari  perusahaan  sendiri mengingat sifatnya yang sukarela. Kemudian muncul ISO 17025 yang merupakan sertifikasi  bagi  perusahaan  dalam  pengelolaan  lingkungan  oleh  lembaga  yang berkompeten. Pada akhirnya jelas tujuan utama dari standar dan sertifikasi di atas adalah melibatkan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Agar dapat terus beroperasi di tengah tuntutan masyarakat yang semakin tinggi  mau  tidak  mau  perusahaan  harus  mengikuti  apa  yang  menjadi  tuntutan masyarakat  tersebut  sebab  salah  satu  syarat  agar  perusahaan  dapat  menjalankan operasinya  secara  berkesinambungan  adalah  mendapatkan  legitimasi  dari    pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya kini perusahaan memiliki pemangku kepentingan yang  semakin  luas  dan  tidak  hanya  terfokus  pada  investor  dan kreditor saja.
Pada  awalnya,  perusahaan  hanya  bertanggung  jawab  kepada para  pelaku pasar  yaitu investor  dan  kreditor  saja  selaku  penyandang  dana  namun kini tanggung  jawab  perusahaan  semakin  meluas dan tidak  hanya  pada pelaku  pasar saja namun juga pada pelaku non pasar seperti pemerintah dan masyarakat umum.
Perusahaan  yang  memiliki  kewajiban  membayar  pajak  kepada  pemerintah menjadikan  pemerintah  sebagai pemangku  kepentingan.  Selain  itu  pemerintah juga  memiliki  peran  dalam  pembuatan  peraturan  dan  perijinan  bagi  perusahaan.
Selanjutnya  perusahaan  dalam  operasinya  menggunakan  sumber  daya  alam  dan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan harus bertanggung  jawab  kepada  masyarakat  terutama  masyarakat  di  sekitar  tempat perusahaan itu beroperasi.
Jadi,  kini  konsep  akuntansi  tradisional  yang  menganggap  investor  dan kreditor  sebagai pemangku  kepentingan tunggal  kini  telah dilengkapi dengan konsep baru  yaitu Corporate Social Responsibility (CSR). Rakhiemah dan Agustia (2008)  menyatakan  bahwa Corporate  Social  Responsibility adalah  transparansi pengungkapan  sosial  atas  kegiatan  atau  aktivitas  sosial  yang dilakukan  oleh perusahaan  dimana  transparansi  yang  diungkapkan  tidak hanya informasi  keuangan perusahaan,  tetapi  juga  diharapkan  mengungkapkan  informasi mengenai  dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. Selain itu sejarah juga  mencatat  telah  muncul  konsep  akuntansi  baru  yang   melengkapi  akuntansi tradisional yaitu konsep akuntansi lingkungan.
   Konsep  akuntansi  lingkungan  sebenarnya  sudah  mulai  berkembang  sejak tahun  1970an  di  Eropa.  Akibat  tekanan  lembaga-lembaga  bukan  pemerintah  dan meningkatnya  kesadaran  lingkungan  dikalangan  masyarakat  yang  mendesak  agar perusahaan-perusahaan  menerapkan  pengelolaan  lingkungan  tidak  hanya  kegiatan industri  demi  bisnis  semata  (Djogo  dalam  Almilia  dan  Wijayanto,  2007). Ikhsan (2008)  menyatakan  bahwa  secara  garis  besar,  keutamaan  penggunaan  konsep akuntansi lingkungan  bagi  perusahaan  adalah  kemampuan  untuk  meminimalisasi persoalan-persoalan  lingkungan  yang  dihadapinya. Tujuannya jelas  yaitu  untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan  dari  sudut  pandang  biaya (environmental  costs)  dan  manfaat  atau  efek (economic benefit).
Dengan adanya konsep akuntansi lingkungan dan CSR maka kini kewajiban manajemen  perusahaan  tidak  hanya  menyampaikan  informasi  keuangan  semata namun informasi mengenai kinerja sosial dan lingkungan juga diperlukan. Perusahaan wajib menyediakan informasi kepada semua pemangku kepentingan tak terkecuali adalah masyarakat luas yang dalam hal ini terkena dampak dari aktivitas operasi perusahaan. Informasi yang dimaksud di sini adalah informasi mengenai kondisi lingkungan tempat perusahaan ini beroperasi.
Sebagai  salah  satu  perwujudan  dari  konsep  akuntansi  lingkungan  dan CSR,  maka  perusahaan  mulai  mengalokasikan  dana  mereka  khusus  untuk pengelolaan lingkungan. Wujud tanggung jawab seperti ini biasa dikenal dengan sebutan kos lingkungan (environmental cost). Informasi mengenai kos lingkungan sendiri  dipertanggungjawabkan  dan  dilaporkan  oleh  manajemen  kepada  para pemangku  kepentingan melalui  laporan keberlanjutan  (sustainability  reporting).
   Laporan  keberlanjutan  (sustainability  reporting)  adalah laporan  yang  memuat kinerja  perusahaan  dalam  tiga  aspek  yaitu  Ekonomi,  Lingkungan  dan  Sosial.
Laporan ini menjadi sarana bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menilai sejauh mana perusahaan mengatasi isu keberlanjutan seperti penghematan dan konservasi energi, pengelolan air, pengelolaan limbah, mengatasi pencemaran udara serta isu sosial seperti partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. (Ali Darwin dalam Kompas, 3 Desember 2012).
Laporan  keberlanjutan  ini  merupakan  informasi  yang  dikeluarkan  oleh perusahaan  dengan  harapan  para pemangku  kepentingan akan  menerima pertanggungjawaban mereka utamanya dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
Laporan keberlanjutan kian menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk  menginformasikan  perihal  kinerja  ekonomi,  sosial  dan  lingkungannya sekaligus  kepada  seluruh  pemangku  kepentingan  (stakeholders)  perusahaan (Chariri,  2009). Salah  satu  cerminan  dari  diterimanya  laporan  keberlanjutan  ini oleh  para pemangku  kepentingan adalah  informasi  yang  disampaikan  dalam laporan  ini  digunakan  sebagai  acuan  bagi  para pemangku  kepentingan dalam mengambil keputusan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor, karena dengan adanya informasi ini memungkinkan para investor melakukan pengambilan keputusan secara rasional berdasarkan fakta yang ada.
Dilihat dari segi pertanggungjawaban sosial jelas informasi dalam laporan berkelanjutan  akan memberikan manfaat  bagi  perusahaan  sendiri  dan  para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan, namun jika dilihat dari segi    ekonomi  informasi mengenai  kos  lingkungan  yang  disajikan  dalam  laporan keberlanjutan belum  tentu bermanfaat. Sebuah  informasi  dianggap berguna apabila  mampu  mengubah pertimbangan  dan kepercayaan  dari  para  investor dalam mengambil keputusan. Pertimbangan dan kepercayaan dalam hal ini adalah pertimbangan  dan kepercayaan  dari  segi  ekonomi yang ditunjukkan  dengan adanya  perubahan  harga  pada  surat-surat berharga  yang  mereka  terbitkan.  Oleh karena  itu  penelitian  ini  memberikan  bukti  empiris  apakah  informasi mengenai kinerja  lingkungan  yang  ditunjukkan  dalam  laporan  keberlanjutan ini  memiliki dampak terhadap kinerja ekonomi perusahaan di pasar dan mendapat respon dari para investor.
Penelitian-penelitian empiris terdahulu  mengenai pengaruh kinerja lingkungan juga  sudah  banyak  dilakukan  antara  lain  adalah penelitian  yang dilakukan Al-Tuwaijri, et al. (2003). Al-Tuwaijri, et al. (2003) melakukan analisis terintegrasi mengenai hubungan antara kinerja lingkungan, environmental disclosure dan  kinerja  ekonomi.  Hasilnya  dalam  penelitian  tersebut menyatakan  bahwa bagusnya  kinerja  lingkungan  berhubungan  signifikan  dengan  bagusnya  kinerja ekonomi dan semakin luas dan berkualitas environmental disclosure tersebut. Dari hasil  penelitian  tersebut  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa kinerja  lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi dan environmental disclosure suatu perusahaan.
Selain itu Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) dalam penelitiannya menguji  pengaruh kinerja  lingkungan terhadap environmental  disclosure dan pengaruh kinerja  lingkungan terhadap kinerja  ekonomi pada perusahaan    manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan  Lingkungan Hidup (PROPER) pada  tahun  2002-2005. Kinerja  lingkungan  dalam  penelitian  tersebut  diukur melalui  prestasi  perusahaan  dalam  mengikuti Program  Penilaian  Peringkatan Kinerja  Perusahaan  dalam  Pengelolaan  Lingkungan (PROPER)  yang diselenggarakan  oleh  Kementerian  Lingkungan  Hidup (KLH).  Sementara  tolok ukur  kinerja  ekonomi  dalam  penelitian  tersebut  sama  dengan  kinerja  ekonomi yang digunakan oleh Al-Tuwaijri, et al. (2003). Penelitian ini menyatakan bahwa kinerja lingkungan secara signifikan berpengaruh positif terhadap environmental disclosure dan  kinerja  lingkungan  juga  secara  signifikan  berpengaruh  positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan.
Sama  halnya  dengan  penelitian  sebelumnya Cortez (2011) menyatakan bahwa  kinerja  lingkungan memiliki pengaruh  positif  dan  signifikan  terhadap market  performance suatu  perusahaan. Penelitian  ini  dikuatkan  oleh AndersonWeir  (2010)  yang  menyatakan  bahwa  pasar  akan  bereaksi  terhadap  peringkat perusahaan  dalam  kinerja  lingkungan. Namun dalam  hal  ini Anderson-Weir (2010)  menyimpulkan  bahwa  investor  akan  memberikan  reaksi  negatif  terhadap kinerja  lingkungan  perusahaan. Selain  itu  terdapat  pula  penelitian  yang menyangkut  pengungkapan  kinerja  lingkungan  yang  diproksikan  melalui penghargaan Indonesia  Sustainability  Reporting (ISRA)  terhadap abnormal return dan volume perdagangan saham oleh Armin (2011) yang hasilnya adalah signifikan.
   Rakhiemah dan Agustia (2008) juga meneliti mengenai pengaruh kinerja lingkungan  terhadap  kinerja  ekonomi  dan  CSR disclosure terhadap  perusahaan manufaktur  yang  terdaftar  di  BEI  pada  tahun  2004-2006.  Sama  halnya  dengan Suratno et al. (2006) kinerja lingkungan dalam penelitian ini diukur menggunakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup  (PROPER) yang  diselenggarakan  oleh  Kementerian  Lingkungan  Hidup.
Hasilnya  kinerja  lingkungan  berpengaruh  signifikan  terhadap CSR disclosure.
Namun tidak pada kinerja ekonomi, hasil penelitian  yang menggunakan  analisis regresi  berganda  ini  ternyata  menyatakan  bahwa  kinerja  lingkungan  tidak berpengaruh terhadap kinerja ekonomi.
Bemby  S, et  al (2013) dalam  penelitiannya  juga  menguji  kandungan informasi mengenai kinerja lingkungan terhadap reaksi investor. Informasi kinerja lingkungan  yang  dimaksud  adalah  PROPER  yang  diselenggarakan  oleh Kementerian Lingkungan Hidup.  Reaksi  investor  dalam  penelitian  ini  diukur menggunakan abnormal  return.  Pada  penelitian  digunakan  teknik  analisis event study terhadap  abnormal  return  sebelum  dan  pasca  pengumuman  PROPER tersebut.  Pengujian  hipotesis  dalam  peneltian  ini  menggunakan  Wilcoxon  Rank.
Hasil  penelitian  ini  menyatakan  bahwa abnormal  return tidak  terpengaruh terhadap  adanya  pengumuman  penilaian  PROPER  ini  namun  apabila  penilaian dikategorikan berdasarkan ranking perusahaan yang baik dan buruk maka terdapat perbedaan abnormal retrun ketika informasi mengenai PROPER ini dikeluarkan.
Beberapa  penelitian  lain  mengenai  kinerja  lingkungan juga menyatakan bahwa tidak  berdampak  signifikan  pada  performa  ekonomi. Sarumpaet  (2005)    dalam  penelitiannya menyimpulkan  bahwa  tidak  ada  hubungan  antara  kinerja lingkungan dan kinerja keuangan. Almilia dan Wijayanto (2007) juga menyatakan bahwa  kinerja  lingkungan  tidak  memiliki  pengaruh  yang  signifikan  terhadap performa ekonomi perusahaan perhutanan dan pertambangan. Sudaryanto (2011) juga berpendapat sama bahwa berdasarkan penelitiannya kinerja lingkungan tidak berpengaruh  signifikan  terhadap  kinerja  finansial  perusahaan  manufaktur  yang terdaftar di BEI. Senada dengan ketiga peneliti di atas, Rahmawati (2012) dalam penelitiannya  juga  menemukan  pengaruh  yang  tidak  signifikan  antara  kinerja lingkungan  terhadap Corporate  Financial  Performance (CFP). Donato  (2007) juga  menunjukkan  hasil  yang  serupa.  Donato  (2007)  menguji  pengaruh  antara CSR terhadap perubahan harga saham. Dalam penelitian ini Donato menggunakan tiga  parameter  yaitu  ketenagakerjaan,  lingkungan,  dan  masyarakat  sebagai indikator  CSR  perusahaan.  Parameter  lingkungan  dalam  penelitian  ini  diukur menggunakan kualitas dari kebijakan lingkungan, sistem pengelolaan lingkungan hidup,  dan  pelaporan  tanggung  jawab  sosial.  Hasil  penelitiannya menyatakan bahwa CSR tidak mempengaruhi harga saham.
Meskipun berbagai penelitian mengenai kinerja lingkungan sudah banyak dilakukan, namun  ternyata  masih terdapat  perbedaan  penelitian-penelitian sebelumnya dan masih  terdapat  inkonsistensi antara hasil  penelitian terdahulu sebagaimana  yang  telah  dijelaskan  di  atas.  Dikarenakan  alasan  itulah  maka penelitian  ini dilakukan untuk  melengkapi  penelitian  sebelumnya  dan  menguji kembali mengenai pengaruh kinerja  lingkungan dengan menggunakan  kos lingkungan sebagai alat ukurnya.

Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi