BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Ukuran (Size) Daerah Terhadap Kualitas Pengungkapan Akuntabilitas Publik Pemerintah Daerah
Sejak Indonesia menerapkan sistem
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, masing-masing
daerah otonom memiliki
keleluasaan dalam merencanakan, melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan, dan
mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah
(Mardiasmo, 2002). Otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Tujuan utama otonomi daerah
adalah pemerataan pembangunan.
Diharapkan pemerintah daerah dapat
mengelola sumber daya
yang dimilikinya dan
melaksanakan tata kelola pemerintah dengan baik sehingga pelayanan
masyarakat semakin meningkat (Handra dan
Maryati, 2009).
Otonomi daerah juga memberikan
dampak adanya tuntutanmasyarakat yang semakin besar
terhadap transparansi dan akuntabilitas
publik. Pada perkembangannya, muncul paradigma-paradigma baru
bahwa akuntabilitas publik memiliki
dua pola, yaitu vertical accountabilitydi mana
pertanggungjawaban atas pengelolaan
dana dan kinerja
pemerintah daerah kepada
otoritas yang lebih
tinggi, serta horizontal accountability yaitu wujud
pertanggungjawaban pada masyarakat luas
(Sukhemi, 2011). Akuntabilitas
publik memiliki kaitan
dengan transparansi.
Transparansi merupakan
suatu keterbukaan pemerintah
dalam membuat kebijakan
kebijakan keuangan daerah
di bawah pengawasan
DPRD dan masyarakat
yang merupakan syarat pendukung
adanya akuntabilitas (Mardiasmo, 2006). Transparansi akan memunculkan horizontal
accountabilitysehingga tercipta adanya pemerintahan yang
bersih, efektif dan efisien,
serta responsiveterhadap aspirasi dan
kepentingan masyarakat
(Mardiasmo, 2002).
Salah satu
bentuk mekanisme dari
pertanggungjawaban dan dasar pengambilan keputusan
untuk pihak eksternal
adalah dengan menyusun laporan keuangan (Fitria, 2006). Pengawasan terhadap
kualitas laporan keuangan pemerintah akan berpengaruh
terhadap akuntabilitas pemerintah
baik secara parsial
maupun secara bersama-sama
(Santoso dan Pambelum, 2008, dalam Permana, 2011). Tujuan umum dari laporan tahunan sektor publik
pemerintah daerah adalah akuntabilitas dan pengambilan
keputusan (Ryan, Stanley,
and Nelson, 2002).
Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
diwajibkan bagi pemerintah daerah untuk menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD berupa laporan
keuangan. Dalam penyusunan
laporan keuangan daerah,
standar akuntansi yang
digunakan sektor publik
adalah Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005. SAP
mengatur format penyusunan dan
penyampaian laporan keuangan
yang akan mencerminkan kualitas, manfaat,
dan kemampuan laporan
keuangan (Suhardjanto, Rusmin, Mandasari,
dan Brown, 2010),
sehingga laporan keuangan
tersebut telah memenuhi
kriteria transparansi bagi
pengguna laporan keuangan (Bapepam, 2003).
Meskipun telah dikeluarkan adanya
peraturan terhadap pengungkapan
wajib di Indonesia,
namun pada kenyataannya
tingkat pengungkapan wajib
lembaga- lembaga pemerintahan
dinilai masih sangat rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
hasil penelitian Suhardjanto et al. (2010),
menyatakan bahwa nilai
rerata pengungkapan wajib
pemerintah daerah di
Indonesia tahun 2006
adalah sebesar 51,56%. Selanjutnya dalam penelitian yang
dilakukan oleh RenaRukmanita (2010), menunjukkan hasil bahwa nilai rerata
pengungkapan wajib dalam neraca pemerintah daerah di Indonesia tahun 2007 sebesar
30,85%.Hal tersebut dapat diartikan bahwa pengungkapan
wajib akuntansi pemerintah
daerah pada tahun
2006-2007 belum sesuai
dengan standar karena
belum sepenuhnya mengungkapkan
elemen pengungkapan. Berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan
oleh BPK pada
362 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD)
tahun 2006, sebanyak
359 LKPD tidak disusun dan disajikan semestinya (Sindo,
2010, dalam Suhardjanto et al.2010), yang
berarti kepatuhan pemerintah
daerah terhadap SAP
masih sangat rendah
dan lebih rendah dari tahun
sebelumnya.
Di sisi lain, seiring dengan
semakin majunya penerapan prinsip akuntabilitas publik
dan transparansi yang
diwujudkan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai regulasi,
ketertarikan publik terhadap
informasi yang terkandung
dalam pengungkapan dan
kualitas laporan tahunan
pemerintah daerah semakin
meningkat (Ryan, Stanley, and
Nelson, 2002).Banyak studi yang menguji kualitas akuntabilitas publik
diberbagai negara, misalnya
Boyne dan Law
(1991) yang menguji kualitas akuntabilitas pemerintah distrikWelsh.Dalam
penelitiannya, Boyne dan Law (1991) menyatakan bahwa
laporan keuangan merupakan
informasi yang relevan
bagi para stakeholder untuk memperoleh
pemahaman yang komprehensif
tentang kinerja keuangan
dan non keuangan
pemerintah.Dixon et al. (1991)
meneliti faktor yang mempengaruhi
akuntabilitas pada universitas New Zealand, ditemukan hasil bahwa terdapat
korelasi positif antara
kualitas akuntabilitas dan
ketepatan waktu pengungkapan laporan. Semakin tinggi kualitas
laporan akuntabilitas, maka semakin dibutuhkan
banyak waktu untuk menyusun laporan (Dixon et al., 1991). Ramasamy et al.
(2005) meneliti faktor-faktor
yang menentukan kualitas
pengungkapan akuntabilitaspada
industri sawit di Malaysia.
Pengungkapan akuntabilitas
merupakan penjelasan hal-hal
informatif selain pernyataan
statement keuangan utama
dengan tujuan menyajikan
informasi yang dianggap
perlu untuk mencapai tujuan
pelaporan keuangan dan
untuk melayani berbagai
pihak yang memiliki
kepentingan berbeda-beda (Suripto,
1999, dalam Suhardjanto,
2010). Kualitas pengungkapan
akuntabilitas yang baik
sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan
oleh standar akuntansi yang
berlaku (Naim dan Rakhman, 2000,
dalam Suhardjanto 2010). Terdapat berbagai
faktor yangdapat mempengaruhi kualitas pengungkapan akuntabilitas publik,
salah satu faktor
yang sering dianggap berpengaruh
adalah ukuran (size) pemerintahdaerah. Semakin besar ukuran
organisasi pemerintah di
suatu daerah, sumber daya
yang digunakan dalam proses
pemerintahan juga akan semakin besar, hal tersebut diindikasikan bahwa akan semakin
tinggi pula kualitas
akuntabilitas dari daerah
tersebut (Ryan, Stanley, and Nelson, 2002).
Kabupaten/Kota yang memiliki
total aset lebih
besar akan lebih kompleks
dalam menjaga dan mengelola
asetnya, sehingga akan diperlukan adanya pengungkapan
lebih lanjut mengenai
daftar aset yang
dimiliki, pemeliharaan, dan pengelolaannya (Suhardjanto et al.,
2010). Perusahaan yang
memiliki ukuran lebih besar akan
mendapatkan tekanan yang
lebih besar pula
untuk melaporkan pengungkapan
wajib (Cooke, 1992,
dalam Ryan, Stanley
and Nelson, 2002), sehingga
perusahaan tersebut akan
meningkatkan diri pada
kinerja yang lebih
baik karena perusahaan
cenderung akan memberikan
pencitraan yang baik
terhadap publik.
Penelitian ini merupakan pengembangan
dari penelitian Ryan,
Stanley, and Nelson,
2002. Sizedapat diukur dengan
berbagai komponen seperti, total aset, total pendapatan,
dan total produktifitas
(Damanpour, 1991). Menurut
Baber (2010), populasi penduduk juga dapat digunakan untuk
mengukur ukuran daerah. Ryan et al.
(2002), memproksikan size dengan total
penerimaan. Hasil penelitian
Ryan et al.
(2002) yang menggunakan data
pemerintah distrik di Australia, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sizedengan kualitas
pengungkapan di tahun 1998 dan 1999.
Penelitian serupa telah dilakukan
oleh Dixon et al.(1991) dan Coy et al.(1994), yang menemukan
bahwa tidak ada
hubungan antara size dengan kualitas
pengungkapan akuntabilitas. Hal
tersebut menunjukkan adanya ketidakkonsistenan hasil.
Berdasarkan pengetahuan penulis,
penelitian-penelitian yang telah
dilakukan di Indonesia
lebih banyak menggunakan size yang diukur
dengan total aset
seperti yang dilakukan oleh
Suhardjanto et al.(2010), Sumarjo (2010) dan Marfiana (2013).
Berbeda dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya, penelitian ini
mengukur size menggunakan
analisis rasio keuangan
dengan rasio pertumbuhan
(growth rasio).
Analisis rasio
keuangan merupakan inti
pengukuran kinerja sekaligus
konsep pengelolaan organisasi
pemerintah untuk menjamin
dilakukannya pertanggungjawaban publik
oleh lembaga-lembaga pemerintah
kepada masyarakat luas
(Halim, 2002). Menurut
Harahap (1999), analisis
rasio memiliki keunggulan mampu menstandarisasi sizeperusahaan. Dari
berbagai alat analisis
keuangan yang ada
(rasio kemandirian, rasio
efektivitas, rasio efisiensi,
rasio aktivitas, dan
rasio pertumbuhan), peneliti
memilih menggunakan rasio
pertumbuhan karena, rasio pertumbuhan mengukur
seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang
telah dicapai dari
satu periode ke periode berikutnya dengan cara mengetahui
pertumbuhan untuk masingmasing komponen
penerimaan dan belanja
(Ningsih, 2010). Pada
penelitian sektor swasta yang dilakukan oleh Dwimulyani dan
Shirley (2007), juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan
dapat diukur dengan
menggunakan analisis trend, yaitu dengan membandingkan
ukuran perusahaan dalam
beberapa periode. Di
samping itu, Harahap
(1999) menyatakan bahwa
pertumbuhan berbanding lurus
dengan size, semakin tinggi pertumbuhan
suatu perusahaan maka
semakin besar pula
ukuran perusahaan tersebut.
Sizeyang diukur dengan rasio
pertumbuhan dalam penelitian ini diproksikan dengan
total penerimaan. Daerah
yang memiliki pertumbuhan
pendapatan yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah pendapatan daerah tersebut juga semakin tinggi, sehingga sumber daya yang dapat digunakan
untuk melakukan pengungkapan lebih besar
(Hilmi, 2011).
Penelitijuga menambahkan pendapatan asli daerah sebagai proksi dari
size.
Pendapatan asli
daerah merupakan satu-satunya
sumber keuangan yang berasal dari daerah itu sendiri (Suhardjanto, et al., 2010). Dengan peningkatan kekayaan
daerah yang semakin
besar, maka semakin
besar sumber daya yang dimiliki
untuk melakukan pengungkapan
sehingga dengan kekayaan daerah
yang meningkat dapat meningkatkan
kualitas pengungkapan laporan keuangan (Liestiani, 2008).
Oleh sebab
perbedaan pengukuran dari
penelitian-penelitian sebelumnya,
peneliti mengaji kembali
studi tentang kualitas
pengungkapan akuntabilitas serta faktor yang
mempengaruhinya dengan melakukan
penelitian berjudul Pengaruh Ukuran (Size)
Daerah Terhadap Kualitas
Pengungkapan Akuntabilitas Pemerintah
Daerah (StudiEmpiris pada Kabupaten/Kota se-Indonesia) .
B.Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang di atas,
masalah utama yang
diangkat dalam size) pemerintah daerah berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan akuntabilitas
pemerintah daerah di tiap kabupaten/kota seC.Tujuan Penelitian.
Tujuan dari
penelitian ini adalah
untuk menemukan bukti-bukti empiris adanya
pengaruh ukuran (size)
pemerintah daerah terhadap
kualitas pengungkapan akuntabilitas pada pemerintah daerah
diIndonesia.
D.Manfaat penelitian.
1. Akademis.
Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi
sumber referensi bagi
penelitian selanjutnya. Hal
ini dikarenakan masih
terbatasnya penelitian di
bidang sektor publik di Indonesia.
2. Praktisi.
a) Pihak Pemerintah.
Bagi pemerintah penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan yang
berkaitan dengan
pertanggungjawaban kinerja
terhadapmasyarakat.
b) Pihak Masyarakat.
Penelitian ini
dapat digunakan sebagai
informasi bagi masyarakat
maupun para stakeholder untuk
mengetahui tingkat pengungkapan publik dan sebagai pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Ukuran (Size) Daerah Terhadap Kualitas Pengungkapan Akuntabilitas Publik Pemerintah Daerah
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi