Rabu, 29 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Pengungkapan Akuntabilitas Pada Pemerintah Daerah Di Indonesia

  BAB I.
Pendahuluan.
A. Latar Belakang.
 Skripsi Ekonomi: Pengungkapan Akuntabilitas Pada Pemerintah Daerah Di Indonesia
Saat ini telah terjadi perubahan lingkungan eksternal yang berkaitan dengan pengelolaan  keuangan  negara, yaitu  meningkatnya  kesadaran  masyarakat  untuk memiliki  pemerintahan  yang  bersih,  akuntabel,  dan  transparan  dalam mengelola keuangan negara (Nuraeni et al.,2012). Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan  Negara  mewajibkan  Presiden  dan  Gubernur/Bupati/Walikota  untuk menyampaikan  laporan  pertanggungjawaban  pelaksanaan  APBN/APBD  berupa laporan  keuangan  yang  setidaknya  meliputi  Laporan  Realisasi  APBN/APBD, Neraca,  Laporan  Arus  Kas,  dan  Catatan  atas  Laporan  Keuangan  (Suhardjantodan Rena, 2011).

Penyampaian  laporan  pertanggungjawaban, yaitu  laporan  keuangan merupakan  salah  satu  bentuk  akuntabilitas agent kepada principal (Wulandari,2008). Stanburry et  al. (2003)  berpendapat bahwa  akuntabilitas diartikan  sebagai  bentuk  kewajiban  mempertanggungjawabkan  keberhasilan  atau kegagalan  pelaksanaan  misi  organisasi  dalam  mencapai  tujuan  dan  sasaran  yang telah  ditetapkan  sebelumnya,  melalui  suatu  media  pertanggungjawaban  yang dilaksanakan secara periodik (Sumiatiet al., 2010). Dalam memenuhi akuntabilitas, pemerintah  dituntut  untuk  menyajikan  dan  mengungkapkan  elemen  akuntansi laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) sesuai dengan standar yang berlaku,   yaitu  standar  akuntansi  pemerintah yang  mempunyai  kekuatan  hukum (BastiandanSoepriyanto, 2007), sehingga kesesuaian pengungkapan dengan standar akuntansi menunjukkan adanya kepatuhan terhadap standar akuntansi pemerintahan (SAP) (Suhardjanto dan Rena, 2011).
Pengungkapan  akuntabilitas  menduduki  posisi  penting  dalam LKPD sehingga  rakyat  berhak  mengetahui  segala  tindakan  yang  dilakukan  oleh pemerintahnya karena hal tersebut merupakan suatu konsep dasar dari akuntabilitas publik (Suryanto, 2010). Dalam hal akuntabilitas keuangan, transparansi memiliki pengertian  prinsip  yang  menjamin  akses  atau  kebebasan  bagi  setiap  orang  untuk memperoleh  informasi  tentang  penyelenggaraan  pemerintahan,  yakni  informasi tentang  kebijakan,  proses  pembuatan  dan  pelaksanaannya,  serta  hasil-hasil  yang dicapai (Sukhemi, 2011).
Schiavo-Campo  and  Tomasi  (1999)  dalam Mardiasmo  (2006)  menyatakan bahwa  pembuatan  laporan  keuangan  merupakan  suatu  bentuk  kebutuhan transparansi  yang  merupakan  syarat  pendukung  adanya  akuntabilitas  yang  berupa keterbukaan  pemerintah  atas  aktivitas  pengelolaan  sumber  daya  publik (Sukhemi,2011). Dengan  diterbitkannya SAP undang-undang  dan  peraturan pemerintah yang mendukung, maka pemerintah baik pemerintah daerah, pemerintah tingkat  provinsi  dan  pemerintah  pusat  telah  menyusun  laporan  keuangan  sesuai dengan  standar  yang  telah  ditetapkan  yang  sesuai  dengan  peraturan  perundangundangan yang berlaku meskipun kelengkapan informasi laporan keuangan sampai saat ini masih dipertanyakan (Adella, 2010).
  Jones  (1985)  dan Stecollini  (2002)  berpendapat  bahwa  ketidakmampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak saja disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, akan tetapi karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan  aksesibel  pada  para  pengguna  potensial  (Mustofa, 2012).  Hal  tersebut mewajibkan  pemerintah  daerah  untuk  meningkatkan  aksesibilitas  laporan keuangannya, tidak sekedar menyampaikan ke DPRD saja, tetapi juga menyediakan fasilitas  kepada  masyarakat  secara  luas  agar  laporan  keuangan  dapat  diperoleh dengan mudah (Mustofa, 2012).
Masyarakat berperan sebagai shareholder dari pemerintah daerah memiliki hak  untuk  mengetahui  penganggaran  daerah,  bagaimana  suatu  anggaran direncanakan, dan bagaimana suatu anggaran dilaksanakan sehingga dengan hal ini publik  akan  mampu  mengukur  kinerja  dari  anggaran  daerah  (Sukhemi, 2011).
Permasalahan  teknis-administratif,  bahwa  pelaporan  keuangan  pemerintah  daerah belum  sepenuhnya  memenuhi  standar  akuntansi  pemerintahan  sehingga  laporan keuangan  daerah  yang  disampaikan  belum  memiliki  kualitas  yang  diharapkan (Suryanto, 2010).
Penelitian  ini merupakan  penelitian  replikasi  dari  penelitian  Christine Ryanet  al.(2002)  di Queensland. Sampel  penelitian tersebut terdiri  berjumlah  3dari 125 kabupaten pada tahun 1998. Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji kualitas  pengungkapan  pemerintah  daerah  di  Queensland dengan  menggunakan model Modified  Accountability  Disclosures (MAD)  yang  dikembangkan  oleh   Marston  dan  Shrives  (1991) menunjukkan  terdapat  perbedaan  pengungkapan  di tiap-tiap  daerah  Queensland sehingga kualitas  laporan  tahunan  tiap  pemerintah daerah  di  Queensland juga berbeda.George  dan  Jennifer  Law  dalam  penelitian ”Accountability  and  Local  Authority  Annual  Reports:the  case  of  Weilsh  district councils”yang  meneliti  laporan  tahunan  tahun  1981/1982  sampai  dengan 1988/1989 menyimpulkan bahwa kualitas  laporan  tahunan  yang  dihasilkan  oleh Weilsh sangat rendah.
Di Indonesia terdapatpenelitian Suhardjanto dan Rena (2011) yang menguji karakteristik  dan kepatuhan  pengungkapan  wajib  serta menguji  adanya  perbedaan pengungkapan  pemerintah  kota/kabupaten  Indonesia  yang  terdapat  di  Pulau  Jawa dan Pulau Bali,menunjukkan nilai rata-rata pengungkapan wajib pemerintah daerah di Indonesia tahun 2006,yaitu sebesar 10,49 atau 30,85% dengan nilai maksimum sebesar 55,88% (Kabupaten Sinjai) dan nilai minimum 14,70% (Kota Sukabumi).
Hal  tersebut  memperlihatkan  bahwa  pemerintah  daerah  belum  sepenuhnya mengungkapkan elemen pengungkapan wajib akuntansi.
Penelitian Suhardjanto dan  Rena (2011) didukung  dengan  pernyataan Sumiatiet  al. (2010) yang  menjelaskan bahwa  akuntabilitas  kinerja  instansi Pemerintah  setiap  daerah berbeda-beda  karena  dapat  dilihat  dari  beberapa  faktor yang mempengaruhi akuntabilitas kinerja tersebut, yaitu penerapan sistem akuntansi pemerintah  daerah,  akuntabilitas  keuangan, dan ketaatan  pada  peraturan perundangan. Hal tersebut diungkapkan karena pemerintah daerah cenderung tidak   mengimplementasikan  peraturan  perundangan  dan  belum  ada  kepedulian  secara konkrit (Sumiatiet al., 2010).
Adella (2010) mengungkapkan adanya  ketidakseragaman  dalam pengungkapan  informasi  dalam LKPD karena  rata-rata  pemerintah  daerah  hanya mengungkapkan  informasi  umum  dan  tidak  menjelaskan  secara  rinci.  Munculnya ketidakseragaman dalam pengungkapan disebabkan belum adanya pengaturan lebih lanjut  mengenai  seberapa  luas  informasi  yang  harus  diungkapkan  dan  informasi mana yang dianjurkan. Hal tersebut dikarenakan bukan hanya kinerja keuangan saja yang dibutuhkan untuk diungkapkan akan tetapi kinerja non keuangan juga penting untuk  diungkapkan dengan  alasan informasi tersebut juga  sangat  menarik  bagi pengguna laporan keuangan pemerintah (Adella, 2010). Dari item-item yang harus diungkapkan berdasarkan SAP, sebagian daerah telah mengungkapkan dan sebagian lagi tidak mengungkapkan, sehingga terdapat ketidakseragaman di tiap-tiap daerah dalam  pengungkapan  informasi  (Adella, 2010). Pelaksanaan  transparansi  dan akuntabilitas  keuangan  negara di  Indonesia sampai  detik  ini  masih  jauh  dari  apa yang diharapkan (BPK,Memori Jabatan 2004-2009).
Selain itu, penelitian Hartanti (2010) dalam artikel "Analisa Pengungkapan Laporan  Keuangan  Opini  Wajar  Tanpa  Pengecualian"  dengan  studi  kasus Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan  kualitas  pengungkapan  kedua  laporan  keuangan  kedua  pemerintah daerah tersebut,  sedangkan penelitian  Suhardjanto dan  Rena (2011)  juga menunjukkan  tidak  adanya  perbedaan  pengungkapan  wajib  antara  pemerintah   daerah  di  Jawa/Bali  dengan  pemerintah  daerah  di  luar  Jawa/Bali. Adanya ketidaksamaan  hasil  penelitian  tentang  pengungkapan  akuntabilitas  dalam pemerintah  daerah  menyebabkan  peneliti  ingin  meneliti  lebih  lanjut  mengenai pengungkapan akuntabilitas di pemerintah daerah Indonesia.
Terdapat hubungan antara persaingan politik dengan pengungkapan pemerintah daerah melalui website (Serrano et  al.,  2008). Menurut Laswadet  al.
(2005)  kepala daerah  yang  terpilih melalui kompetisi politik  yang  besar akan mengungkapkan informasi melalui website daripada mereka yang bukan (Serrano et al.,  2008). Hal  tersebut terjadi pada Provinsi Jawa  Tengah  yang  melakukan pergantian kepala daerah setiap  5  tahun. Pemerintah Provinsi Jawa  Tengah  akan berusaha melakukan pengungkapan secara lengkap karena kepala daerah  yang dipilih melalui pemilihan akan berusaha mengakomodasi pengawasan  yang dilakukan oleh koalisi pemilih dengan cara menyediakan informasi  yang  berguna dalam pemantauan dari tindakan kepala daerah (Febriyanty, 2011).
Berbeda dengan Provinsi DIY yang mendapatkan status  istimewa atau otonomi khusus dari pemerintah pusat  (Kurniawati,  2013),  dengan adanya  status istimewa tersebut, DIY mendapatkan substansi keistimewaan diantaranya pemilihan kepala pemerintahan DIY yang dijabat oleh Sultan dan Adipati (Kurniawati, 2013).
Dengan adanya hak tersebut,  persaingan politik untuk memperebutkan kursi kepemimpinan DIY tidak terjadi. Selain itu, Provinsi DIY terkenal sarat akan nilainilai budaya dan tradisinya. Menurut Abdullah (2004) jenis daerah mempengaruhi kelengkapan pengungkapan dikarenakan adanya perbedaan karakteristik   masyarakat sehingga masyarakat tradisional tidak memiliki kontrol sosial yang kuat seperti masyarakat kota (Suhardjanto dan Rena, 2011).
Terjadinya perbedaan kondisi persaingan politik dan budaya tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan uji beda dalam hal pengungkapan akuntabilitas antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menguji tingkat perbedaan pengungkapan akuntabilitas yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
1.2.Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:.
1. Bagaimana tingkat pengungkapan akuntabilitas pada masing-masing provinsi di Indonesia?.
2. Apakah  terdapat  perbedaan  pengungkapan  akuntabilitas  di  tiap  provinsi  di Indonesia?.
1.3.Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.
1.3.1.Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengukur  tingkat  pengungkapan  akuntabilitas  kabupaten/kota  yang  terdapat  di wilayah provinsi Jawa Tengah dan DIY.
  2. Membuktikan  bahwa  terdapat  perbedaan  tingkat  pengungkapan  akuntabilitas antara pemerintah daerah di wilayah provinsi Jawa Tengah dan DIY.
1.3.2.Manfaat Penelitian.
a.  Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  bagi  akademik sebagai berikut:.
1. Memberi  sumbangan  referensi  bagi  pengembangan  ilmu  akuntansi Sector publik  terutama  dalam  bidang  akuntabilitas  demi  terwujudnya transparansi.
2. Memberi  masukan  bagi  kegiatan  penelitian  yang  lain  di  bidang Akuntansi sektor  publik  terutama  mengenai  pentingnya  akuntabilitas  bagi organisasi sektor publik.
b. Kegunaan penelitian ini bagi sektor pemerintahan adalah: 1. Memberi  sumbangan  referensi  bagi  pemerintah  daerah  dalam  pengambilan kebijakan  mengenai  akuntabilitas  laporan  keuangan  dan memberikan kontribusi bagi perkembangan Undang-undang Otonomi Daerah di Indonesia.
2. Memberi  sumbangan  referensi  bagi  organisasi  sektor  publik  yangberwenang dalam  menentukan  pedoman  penyelenggaraan  pemerintahan  terutama  dalam kaitanya dengan akuntabilitas laporan keuangan.

 Skripsi Ekonomi: Pengungkapan Akuntabilitas Pada Pemerintah Daerah Di Indonesia

Download lengkap Versi PDF

1 komentar:

pesan skripsi