BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Penelitian.
Skripsi EKonomi: Persepsi Wajib Pajak Terhadap Diberlakukannya “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
Pembangunan nasional
merupakan kegiatan yang
berlangsung secara terus m
enerus dan berkesinambungan. Pembangunan
nasional tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat sehingga tujuan tersebut dapat direalisasikan dengan banyaknya
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
Untuk mewujudkan pembiayaan
pembangunan tersebut diperlukan banyak usaha. Salah satu usaha
tersebut adalah dengan menggali sumber
dana yang berasal
dari dalam negeri, yaitu
berupa pajak. Menurut Brotodiharjo dalam Waluyo (2007), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya
adalah untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintahan.
Pajak merupakan sumber penerimaan
dalam negeri yang terbesar yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini
tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara (APBN) yang penerimaan
utamanya berasal dari
pajak. Semakin besar
pengeluaran pemerintah dalam
rangka pembiayaan negara,
maka akan menuntut peningkatan
dalam penerimaan negara.
Departemen Keuangan menyatakan bahwa
pada tahun 2013
penerimaan negara sebesar
70,9 persen bersumber dari penerimaan pajak.
Salah satu pajak yang
dibebankan oleh pemerintah
kepada masyarakatnya adalah
pajak penghasilan (PPh).
PPh merupakan pajak
yang terutang atau
penghasilan yang menjadi
kewajiban bagi wajib
pajak orang pribadi atau badan atas penerimaan yang berupa
gaji atau upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lainnya sesuai
dengan peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pesatnya pertumbuhan
ekonomi sebagai hasil
pembangunan nasional membuat
pemerintah perlu melakukan
perubahan atau reformasi
terhadap undang-undang perpajakan.
Hal tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan fungsi
dan peranannya dalam
rangka mendukung kebijaka n
pembangunan nasional khususnya
di bidang ekonomi.
Pemerintah Indonesia beberapa
kali melakukan reformasi
undang-undang PPh, antara lain berikut
ini.
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1982. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1993. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 200Perubahan undang-undang
perpajakan yang terbaru
mengenai PPh adalah diberlakukannya “Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu”.
Peraturan ini diperuntukkan
bagi usaha mikro
kecil menengah (UMKM)
atas penghasilan dari
usaha yang diterima
atau diperoleh wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu
dikenai PPh yang bersifat final.
Wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut ini.
1. Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak
badan tidak termasuk bentuk usaha tetap,
dan 2. Menerima penghasilan
dari usaha, tidak
termasuk penghasilan dari
jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas, dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) Tahun
Pajak.
Pemberlakuan peraturan
ini menimbul kan pro
dan kontra di
masyarakat.
Menurut Tanoe (2013), peraturan
pemerintah ini mempunyai kekurangan
sebagai berikut ini.
Peraturan pemerintah ini
dipandang telah “melangkahi” ketentuan
Pasal 25
ayat (7) huruf
c Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008
dengan memasukkan Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOPPT) yang
beromset maksimal Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta
rupiah) setahun sebagai
wajib pajak yang
dikenai pajak final dengan
tarif 1 persen dari omset.
Padahal, WPOPPT tersebut seharusnya hanya dikenai pajak bulanan dengan tarif paling tinggi 0,75
persen dari omset dan tidak bersifat final.
Peraturan pemerintah ini
tidak ada lagi
pertimbangan jumlah keluarga yang
harus dihidupi karena
pengusaha dengan omset
yang sama harus membayar
pajak yang sama,
walaupun status dan
tanggungan mereka berbeda.
Peraturan pemerintah ini
tidak memperhatikan apakah
pengusaha mengalami kerugian
dalam usahanya. Bagaimanapun
hasil usahanya, pajak penghasilan sebesar 1 persen dari omset
tetap harus dibayar.
Peraturan pemerintah ini dapat memicu timbulnya kecemburuan dari para pengusaha
yang penghasilannya dikenakan
pajak bersifat final berdasarkan ketentuan
perpajakan tersendiri seperti
usaha jasa konstruksi. Walaupun omset mereka dalam satu
tahun t idak melebihi Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah), mereka tidak berhak
menggunakan tarif 1
persen ini, sedangkan
tarif pajak paling rendah untuk usaha mereka adalah 2 persen.
Beragam penelitian
telah dilakukan mengenai
perubahan undangundang perpajakan.
Misalnya,penelitian Albert dan
Aprilia (2009) meneliti tentang
analisis perubahan tarif
PPh sebelum dan
sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008
terhadap manajemen laba.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa selama periode
penelitian perusahaan sektor primer dan juga sektor jasa tidak
melakukan manajemen laba untuk merespon perubahan
tarif PPh Badan tahun 2008.
Farnika (2010)
meneliti tentang analisis
penerimaan pajak pada Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak
Wajib Pajak Besar
setelah pemberlakuan
kenaikan penghasilan tidak
kena pajak. Hasil
penelitiannya adalah adanya
peningkatan secara signifikan penerimaan PPh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
Anggraeni (2011)
melakukan penelitian tentang
analisis tingkat discretionary accrual sebelum dan sesudah penurunan tariff PPh
Badan 2008.
Hasil penelitian yang disajikan
menunjukkan bahwa perusahaan tidak terbukti melakukan
rekayasa akrual untuk
meminimalkan laba guna
mengurangi beban pajak
sesudah penurunan tarif
PPh Badan 2008.
Tingkat rata-rata discretionary
accrual pada tahun
2008 dimana merupakan
tahun sebelum penurunan
tarif pajak 2008
menunjukkan angka yang lebih rendah
daripada tahun 2009
yang merupakan tahun
setelah diberlakukannya perubahan
tarif pajak. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi usaha penurunan laba pada tahun 2008 dimana tarif pajaknya lebih tinggi sebelum adanya penurunan tarif.
Fitriyani, Maiyarni,
dan Gowon (2012)
telah melakukan penelitian mengenai
analisis perbedaan earnings
management sebelum dan
sesudah pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan. Earnings
management ditunjukkan dengan
adanya perbedaan yang
signifikan antara discretionary
accruals pada periode
sebelum dansesudah pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008. Hasil pengujian hipotesis
secara statistik menunjukkan
bahwa discretionary accruals
sesudah pemberlakuan lebih
tinggi dibandingkan dengan
sebelum pemberlakuan undang-undang. Hal
ini menunjukkan adanya
earnings management yang ditunjukkan dengan perbedaan
discretionary accruals pada sebelum dan
sesudah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Azizah (2013) melakukan
penelitian tentang analisis
pengaruh perubahan tarif PPh
Orang Pribadi terhadap tingkat
pertumbuhan wajib pajak dan penerimaan
pajak penghasilan di
Kota/ Kabupaten Malang.
Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa
tingkat pertumbuhan wajib
pajak orang pribadi
Kota/ Kabupaten Malang mengalami
peningkatan, tingkat penerimaan PPh
orang pribadi meningkat
yang menyebabkan penerimaan
bagi hasil daerah Kota/ Kabupaten Malang mengalami
peningkatan pula.
Salim dan Syafitri (2013)
meneliti tentang analisis pengaruh kenaikan PTKP
terhadap penerimaan PPh
pada KPP Pratama
Palembang Ilir Barat.
Hasil yang
dicapai menunjukan bahwa
kenaikan PTKP mengakibatkan terjadinya
penurunan dan penaikan
penerimaan perpajakan, khususnya
pada PPh. Selain itu juga
kenaikan batas PTKP mempengaruhi jumlah wajib pajak yang
ada. Rekomendasi yang
dapat diberikan sebagai
koreksi atau langkah perbaikan
adalah pemerintah harus
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terutama dalam perpajakan, agar
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas,
beberapa peneltian terdahulu terkait dengan reformasi perpajakan telah banyak d ilakukan oleh peneliti terdahulu,
namun belum ada
penelitian tentang Peraturan
Pemerintah Nomor 46.
Padahal, peraturan ini
menimbulkan kontroversi bagi
masyarakat. Oleh karena
itu, penelitian ini
mengambil judul Persepsi
Wajib Pajak terhadap Diberlakukannya “Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan dari Usaha
yang
Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”.
B. Rumusan Masalah.
Sesuai dengan
uraian pada latar
belakang masalah, maka
rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana persepsiwajib pajak terhadap diberlakukannya “Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu”?.
Skripsi EKonomi: Persepsi Wajib Pajak Terhadap Diberlakukannya “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi