BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran
Kementerian Dalam
Negeri menyatakan sebuah
pernyataan mengejutkan pada bulan
Mei 2012 yaitu, terdapat sekitar 173 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Dan pada bulan November
2012, data dari Mahkamah konstitusi menyebutkan bahwa ada sekitar 240 kepala
daerah yang memiliki permasalahan hukum (Siregar,
2013). Meningkatnya jumlah
kepala daerah yang
tersangkut kasus hukum
perlu dijadikan teguran
bagi pemerintah dan
para penegak hukum bahwa praktik
korupsi di tanah
air sudah memprihatinkan. Perkembangan pelaksanaan
otonomi daerah membuat
pola korupsi baru,
yakni desentralisasi korupsi yang diwarnai dengan maraknya fenomena
raja-raja kecil di daerah yaitu kepala daerah
yang kekuasaanya sering
tidak bisa dikontrol
oleh pemerintah pusat. Fenomena ini tidak boleh disepelekan,
karena memberikan dampak negatif bagi
keuangan pemerintah.
Fenomena peningkatan
keleluasaan korupsi di
daerah menandakan adanya penyimpangan
tujuan diadakannya otonomi
daerah, juga telah
dinilai Mantan Menteri Dalam Negeri Ryaas Rasyid, salah
seorang pemrakarsa otonomi daerah.
Beliau mengatakan bahwa
kemakmuran yang dijanjikan oleh banyak daerah telah gagal
terealisasi. Salah satu
penyebab penyimpangan tujuan
menurut Fitriani dalam
Ratnawati (2010) adalah
kemanjaan fiskal yang
dijamin Undang-Undang bagi daerah-daerah pemekaran dengan Dana
Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil 1 (revenue sharing). Dalam web consulate general of republik
indonesia di Sydney (14 mei 2013)
dipaparkan bahwa Departemen Dalam Negeri juga sedang menguji keefektifan
desentralisasi dan menyiapkan
peraturan-peraturan baru tentang bagaimana
daerah-daerah harus mengelola
keuangan mereka, pengumuman
ini datang di tengah meningkatnya
kekhawatiran tentang dampak pemberian otonomi yang lebih besar kepada pemerintah daerah.
Pemberian otonomi kepada daerah
diprediksi akan mengalami peningkatan karena
banyaknya daerah yang mencoba mendapatkan keuntungan atas kebijakan pemekaran.
Dimotivasi oleh percepatan
pertumbuhan daerah muncul
kebijakan pemekaran daerah
yang mengakibatkan perubahan
pola perkembangan wilayah.
Pemekaran wilayah
dipandang sebagai sebuah
terobosan untuk mempercepat pertumbuhan
daerah melalui peningkatan
kualitas dan kemudahan
memperoleh pelayanan bagi
masyarakat. Namun sebenarnya,
menurut pendapat ferrazzi otonomi
daerah yang optimal
tidak berhenti pada
berapa banyak jumlah
daerah otonom pada suatu negara
(Ratnawati, 2010).
Pemekaran daerah
sesuai peraturan pemerintah
merupakan bagian dari upaya
untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan
pengelolaan pembangunan. Dalam PP No.129 Tahun
2000 diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan
daerah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena
pembentukan, pemekaran, penghapusan
dan penggabungan daerah dilakukan
atas dasar Pertimbangan
untuk meningkatkan kesejahteran, meningkatkan
kehidupan demokrasi, meningkatkan
pengelolaan potensi wilayah dan
meningkatkan keamanan dan
ketertiban. Menurut Tiebout
dalam Ratnawati (2010) pemekaran daerah merupakan bentuk
implementasi otonomi daerah yang mendekatkan pelayanan
kepada publik. Dikatakan
demikian karena sebagian besar
keputusan yang lamban
akibat harus mengacu
pada pusat akan
beralih ke daerah.
Implikasi yang penting
dari model birokratik
ini adalah bahwa desentralisasi fiskal
bisa membantu dalam
menjelaskan pertumbuhan sektor publik.
Dalam sistem yang
terdesentralisasi, pemerintah daerah
memiliki lebih banyak informasi
untuk melihat kepentingan penduduknya.
Pemekaran daerah memang dapat
memeratakan pendapatan daerah, dengan bantuan DAU
dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) yang
jumlahnya cukup signifikan.
Daerah juga kini
lebih dapat menikmati
kekayaan alamnya, melalui dana bagi hasil yang relatif
lebih besar, setelah lebih dari 30 tahun diperas oleh Pusat.
Pelayanan publik pun
lebih berpeluang untuk
ditingkatkan. Namun, kenyataan
berbicara lain. Bappenas
mengemukakan hasil dalam
penelitiannya, bahwa sebanyak 60%
daerah hasil pemekaran memiliki kinerja rendah
(Casdira, 2009).
Kinerja pemerintah
daerah menurut Mahmudi
(2005) dapat didefinisikan sebagai
gambaran mengenai tingkat
pencapaian hasil pelaksanaan
suatu kegiatan/program/kebijakan
pemerintah daerah dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi daerah yang tertuang dalam dokumen Perencanaan Daerah.
Menurut Mardiasmo
(2002), pengukuran kinerja
sektor publik dilakukan
untuk tiga maksud,
yaitu membantu memperbaiki
kinerja pemerintah, pengalokasian sumber
daya dan pembuatan
keputusan, yang terakhir
sebagai bentuk pertanggungjawaban publik
dan komunikasi kelembagaan.
Sistem pengukuran kinerja
sektor publik adalah
suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajemen
menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat
ukur finansial dan nonfinansial.
Konsep penilaian
kinerja suatu pemerintah
mencakup perencanaan dan pelaksanaan.
Implikasi pelaksanaan bergantung pada rumusan perencanaan, dalam hal
ini Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara
(APBN). Dalam organisasi sektor
publik, setelah adanya
operasional anggaran, langkah
selanjutnya adalah pengukuran
kinerja untuk menilai
prestasi dan akuntabilitas
organisasi dan manajemen dalam menghasilan pelayanan publik
yang lebih baik. „‟Akuntabilitas yang merupakan
salah satu ciri
dari terapan good
governance bukan hanya sekedar kemampuan
menujukan bagaimana menunjukan
bahwa uang publik tersebut
telah dibelanjakan secara
ekonomis, efektif, dan
efisien‟‟. Adapun arti dari
penilaian kinerja menurut Mardiasmo (2002) yaitu penentuan secara priodik efektifvitas oprasional suatu organisasi,
bagian organisasi, karyawan berdasarkan sasaran, standar,
dan kreteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang
keuangan daerah yang
meliputi penerimaan dan
belanja daerah dengan menggunakan
indikator keuangan yang
ditetapkan melalui suatu
kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu
periode anggaran.
Sejak dilaksanakannnya pemekaran
daerah mulai tahun
2000 sampai saat ini, telah
dilakukan beberapa penelitian
dan evaluasi tentang
kinerja pemerintah daerah
terkait adanya perubahan
kebijakan pemerintah daerah.
Beberapa penelitian terkait
penilaian kinerja daerah
pemekaran yaitu penelitian
tentang evaluasi kinerja
pemerintah daerah yang
dilakukan oleh Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri)
pada tahun 2010.
Evaluasi dilakukan terkait
kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah di 205
daerah otonom hasil
pemekaran (DOHP) mulai
Februari 2010. Turut
dievaluasi 127 daerah
induk sebelum pemekaran
(DISP). Evaluasi ini
dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana kemajuan
yang dicapai oleh
daerah otonom baru
dan daerah induk.
Dari hasil penelitian
yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa daerah
pemekaran telah berhasil
menyelenggarakan
pemerintahannya dengan sebesar
67% (Situmorang, 2010).
Penelitian yang dilakukan
Kahar (2010) mengevaluasi
kinerja keuangan kabupaten
Buton sebelum dan sesudah pemekaran. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
terdapat perbedaan yang
positif sesudah pemekaran,
yaitu pemerataan PAD yang
meningkat.
Penelitian dengan hasil berbeda
antara lain akan dijabarkan sebagai berikut.
Penelitian yang
telah dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) pada tahun
2007 menyimpulkan mengenai
mengenai buruknya kinerja
keuangan daerah-daerah pemekaran, sekitar 83% dari 148 daerah hasil pemekaran kondisi keuangannya tidak memenuhi syarat (Ratnawati,
2010). Penelitian lain dilakukan oleh Badan
Perencanaan dan Pembangunan
Nasional (Bappenas) kerjasama dengan
United Nation Development
Program (UNDP). Penelitian
tersebut mencakup evaluasi
pemekaran daerah dari
segi ekonomi, keuangan
pemerintah, pelayanan publik
dan aparatur pemerintahan.
Hasil penelitian menunjukkan penilaian
berbeda mengenai kinerja
pemerintah yaitu mengungkapkan
bahwa pemekaran daerah
berdampak pada penurunan
tingkat kesejahteraan masyarakat yang
mencerminkan kinerja daerah
yang menurun. Penilaian
kinerja yang menurun
terjadi pada evaluasi
dari tahun 2001-2007,
yang menyatakan 60% daerah
hasil pemekaran tidak memuaskan (Bappenas & UNDP, 2010).
Berdasarkan uraian-uraian
diatas dan adanya
perbedaan hasil penelitian yang
ada terkait pemekaran, serta
sedikitnya penelitian yang
menilai kinerja pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran daerah,
maka penulis ingin melakukan
penelitian tersebut. Penelitian
ini dimaksudkan untuk
mengetahui urutan kinerja
keuangan pemerintah daerah
sebelum dan sesudah
pemekaran.
Penelitian ini
dilakukan dengan judul
“ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH
PEMEKARAN”.
B. Rumusan Masalah.
Pemekaran wilayah
akan mempengaruhi kinerja
suatu wilayah, seiring dengan berbagai perubahan
upaya yang dilakukan. Berdasarkan
dari uraian latar belakang diatas
perlu diketahui kinerja
keuangan daerah terkait
pemekaran, dengan rumusan
masalah:.
1. apakah terdapat perbedaan
kinerja keuangan pemerintah
daerah sebelum dan sesudah pemekaran dilihat dari rasio
desentralisasi;.
2. apakah terdapat perbedaan
kinerja keuangan pemerintah daerah
sebelum dan sesudah pemekaran
dilihat dari rasio kemandirian;.
3. apakah terdapat perbedaan
kinerja keuangan pemerintah daerah
sebelum dan sesudah pemekaran
dilihat dari rasio kontribusi pajak; .
4. apakah terdapat perbedaan
kinerja keuangan pemerintah daerah
sebelum dan sesudah pemekaran
dilihat dari rasio efesiensi penggunaan anggaran; dan.
5. apakah terdapat perbedaan
kinerja keuangan pemerintah daerah
sebelum dan sesudah pemekaran
dilihat dari rasio efektifitas anggaran.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan yang
ingin dicapai dari
penelitian ini adalah
untuk mendapatkan bukti
empiris yang menjadi
permasalahan dalam pemelitian
sehingga mendapatkan bukti
ada atau tidaknya
perbedaan kinerja keuangan
pemerintah daerah sebelum
dan sesudah pemekaran
melalui analisis rasio
kinerja keuangan pemerintah daerah dalam periode-periode.
D. Manfaat Penelitian.
Manfaaat yang diharapkan dapat
diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:.
1. Bagi
pemerintah pusat yang
sudah menetapkan adanya
kebijakan dan peraturan
terkait pemekaran, akan
mengetahui pengaruh kebijakan pemekaran
tersebut terhadap kinerja
keuangan sehingga akan
dapat memperkirakan dampak
kedepan jangka panjang
kinerja keuangan pemerintah daerah.
2. Bagi pemerintah daerah yang telah
melaksanakan pemekaran daerah, akan memperoleh
gambaran kinerja yang
telah dilakukannya selama
ini, sehingga dapat mengevaluasi
diri.
3. Bagi
peneliti akan menambah
referensi untuk penelitian
sejenis di masa yang
akan datang.
Skripsi Ekonomi: Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi