Selasa, 11 November 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
 Skripsi Ekonomi: Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran
Kementerian  Dalam  Negeri  menyatakan  sebuah  pernyataan  mengejutkan  pada bulan   Mei 2012  yaitu,  terdapat sekitar 173 kepala daerah  yang tersangkut  kasus korupsi. Dan pada bulan November 2012,  data dari Mahkamah konstitusi  menyebutkan bahwa ada sekitar 240 kepala daerah yang memiliki permasalahan  hukum  (Siregar,  2013).  Meningkatnya  jumlah  kepala  daerah  yang  tersangkut  kasus  hukum  perlu  dijadikan  teguran  bagi  pemerintah  dan  para  penegak  hukum  bahwa  praktik  korupsi  di  tanah  air  sudah  memprihatinkan.  Perkembangan  pelaksanaan  otonomi  daerah  membuat  pola  korupsi  baru,  yakni  desentralisasi  korupsi yang diwarnai dengan maraknya fenomena raja-raja kecil di daerah yaitu  kepala  daerah  yang  kekuasaanya  sering  tidak  bisa  dikontrol  oleh  pemerintah  pusat. Fenomena ini tidak boleh disepelekan, karena memberikan dampak negatif  bagi keuangan pemerintah.

Fenomena  peningkatan  keleluasaan  korupsi  di  daerah  menandakan  adanya  penyimpangan  tujuan  diadakannya  otonomi  daerah,  juga  telah  dinilai  Mantan  Menteri Dalam Negeri Ryaas Rasyid, salah seorang pemrakarsa otonomi daerah.
Beliau mengatakan bahwa kemakmuran yang dijanjikan oleh banyak daerah telah  gagal  terealisasi.  Salah  satu  penyebab  penyimpangan  tujuan  menurut  Fitriani  dalam  Ratnawati  (2010)  adalah  kemanjaan  fiskal  yang  dijamin  Undang-Undang  bagi daerah-daerah pemekaran dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil  1    (revenue sharing).  Dalam web consulate general of republik indonesia di Sydney (14 mei 2013)  dipaparkan bahwa Departemen Dalam Negeri juga  sedang menguji  keefektifan  desentralisasi  dan  menyiapkan  peraturan-peraturan  baru  tentang  bagaimana  daerah-daerah  harus  mengelola  keuangan  mereka,  pengumuman  ini  datang di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang dampak pemberian otonomi  yang lebih besar kepada pemerintah daerah.
Pemberian otonomi kepada daerah diprediksi akan mengalami peningkatan  karena banyaknya daerah yang mencoba mendapatkan keuntungan atas  kebijakan  pemekaran.  Dimotivasi  oleh  percepatan  pertumbuhan  daerah  muncul  kebijakan  pemekaran  daerah  yang  mengakibatkan  perubahan  pola  perkembangan  wilayah.
Pemekaran  wilayah  dipandang  sebagai  sebuah  terobosan  untuk  mempercepat  pertumbuhan  daerah  melalui  peningkatan  kualitas  dan  kemudahan  memperoleh  pelayanan  bagi  masyarakat.  Namun  sebenarnya,  menurut  pendapat  ferrazzi  otonomi  daerah  yang  optimal  tidak  berhenti  pada  berapa  banyak  jumlah  daerah  otonom pada suatu negara (Ratnawati, 2010).
Pemekaran  daerah  sesuai  peraturan  pemerintah  merupakan  bagian  dari  upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan  efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.  Dalam PP  No.129 Tahun  2000 diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan  penggabungan  daerah  bertujuan  untuk  meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat  karena  pembentukan,  pemekaran,  penghapusan  dan  penggabungan  daerah  dilakukan  atas  dasar  Pertimbangan  untuk  meningkatkan  kesejahteran,  meningkatkan  kehidupan  demokrasi,  meningkatkan  pengelolaan  potensi  wilayah    dan  meningkatkan  keamanan  dan  ketertiban.  Menurut  Tiebout  dalam  Ratnawati  (2010) pemekaran daerah merupakan bentuk implementasi otonomi daerah yang  mendekatkan  pelayanan  kepada  publik.  Dikatakan  demikian  karena  sebagian  besar  keputusan  yang  lamban  akibat  harus  mengacu  pada  pusat  akan  beralih  ke  daerah.  Implikasi  yang  penting  dari  model  birokratik  ini  adalah  bahwa  desentralisasi  fiskal  bisa  membantu  dalam  menjelaskan  pertumbuhan  sektor  publik.  Dalam  sistem  yang  terdesentralisasi,  pemerintah  daerah  memiliki  lebih banyak informasi untuk melihat kepentingan penduduknya.
Pemekaran daerah memang dapat memeratakan pendapatan daerah, dengan  bantuan  DAU  dan  Dana  Alokasi  Khusus  (DAK)  yang  jumlahnya  cukup  signifikan.  Daerah  juga  kini  lebih  dapat  menikmati  kekayaan  alamnya,  melalui  dana bagi hasil  yang relatif  lebih besar, setelah lebih dari 30 tahun diperas oleh  Pusat.  Pelayanan  publik  pun  lebih  berpeluang  untuk  ditingkatkan.  Namun,  kenyataan  berbicara  lain.  Bappenas  mengemukakan  hasil  dalam  penelitiannya,  bahwa sebanyak 60% daerah hasil pemekaran memiliki kinerja rendah  (Casdira, 2009).
Kinerja  pemerintah  daerah  menurut  Mahmudi  (2005)  dapat  didefinisikan  sebagai  gambaran  mengenai  tingkat  pencapaian  hasil  pelaksanaan  suatu kegiatan/program/kebijakan  pemerintah  daerah  dalam  mewujudkan  sasaran,  tujuan, misi,  dan visi daerah yang tertuang dalam dokumen Perencanaan Daerah.
Menurut  Mardiasmo  (2002),  pengukuran  kinerja  sektor  publik  dilakukan  untuk  tiga  maksud,  yaitu  membantu  memperbaiki  kinerja  pemerintah,  pengalokasian  sumber  daya  dan  pembuatan  keputusan,  yang  terakhir  sebagai  bentuk    pertanggungjawaban  publik  dan  komunikasi  kelembagaan.  Sistem  pengukuran  kinerja  sektor  publik  adalah  suatu  sistem  yang  bertujuan  untuk  membantu  manajemen  menilai  pencapaian  suatu  strategi  melalui  alat  ukur  finansial  dan  nonfinansial.
Konsep  penilaian  kinerja  suatu  pemerintah  mencakup  perencanaan  dan  pelaksanaan. Implikasi pelaksanaan bergantung pada rumusan perencanaan, dalam  hal  ini  Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Negara  (APBN).  Dalam  organisasi  sektor  publik,  setelah  adanya  operasional  anggaran,  langkah  selanjutnya  adalah  pengukuran  kinerja  untuk  menilai  prestasi  dan  akuntabilitas  organisasi  dan  manajemen dalam menghasilan pelayanan publik yang lebih baik. „‟Akuntabilitas  yang  merupakan  salah  satu  ciri  dari  terapan  good  governance  bukan  hanya  sekedar  kemampuan  menujukan  bagaimana  menunjukan  bahwa  uang  publik  tersebut  telah  dibelanjakan  secara  ekonomis,  efektif,  dan  efisien‟‟.  Adapun  arti  dari penilaian kinerja menurut Mardiasmo (2002) yaitu penentuan secara priodik  efektifvitas oprasional suatu organisasi, bagian organisasi, karyawan berdasarkan  sasaran,  standar,  dan  kreteria  yang  telah  ditetapkan  sebelumnya.  Kinerja  Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di  bidang  keuangan  daerah  yang  meliputi  penerimaan  dan  belanja  daerah  dengan  menggunakan  indikator  keuangan  yang  ditetapkan  melalui  suatu  kebijakan  atau  ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran.
Sejak  dilaksanakannnya  pemekaran  daerah  mulai  tahun  2000  sampai  saat  ini,  telah  dilakukan  beberapa  penelitian  dan  evaluasi  tentang  kinerja  pemerintah  daerah   terkait  adanya  perubahan  kebijakan  pemerintah  daerah.  Beberapa    penelitian    terkait  penilaian  kinerja  daerah  pemekaran  yaitu  penelitian  tentang  evaluasi  kinerja  pemerintah  daerah  yang  dilakukan  oleh  Kementerian  Dalam  Negeri  (Kemendagri)  pada  tahun  2010.  Evaluasi  dilakukan  terkait  kinerja  penyelenggaraan  pemerintah  daerah  di  205  daerah  otonom  hasil  pemekaran  (DOHP)  mulai  Februari  2010.  Turut  dievaluasi  127  daerah  induk  sebelum  pemekaran  (DISP).  Evaluasi  ini  dilakukan  untuk  mengetahui  sejauh  mana  kemajuan  yang  dicapai  oleh  daerah  otonom  baru  dan  daerah  induk.  Dari  hasil  penelitian  yang  dilakukan  dapat  disimpulkan  bahwa  daerah  pemekaran  telah  berhasil  menyelenggarakan  pemerintahannya  dengan  sebesar  67%  (Situmorang,  2010).  Penelitian  yang  dilakukan  Kahar  (2010)  mengevaluasi  kinerja  keuangan  kabupaten  Buton sebelum dan sesudah pemekaran. Hasil dari penelitian tersebut  menunjukkan  terdapat  perbedaan  yang  positif  sesudah  pemekaran,  yaitu  pemerataan PAD yang meningkat.
Penelitian dengan hasil berbeda antara lain akan dijabarkan sebagai berikut.
Penelitian  yang  telah  dilakukan  oleh  Badan  Pemeriksa  Keuangan  (BPK)  pada  tahun  2007  menyimpulkan  mengenai  mengenai  buruknya  kinerja  keuangan  daerah-daerah  pemekaran, sekitar 83% dari 148  daerah hasil pemekaran  kondisi  keuangannya tidak memenuhi syarat (Ratnawati, 2010). Penelitian lain dilakukan  oleh  Badan  Perencanaan  dan  Pembangunan  Nasional  (Bappenas)  kerjasama  dengan  United  Nation  Development  Program  (UNDP).  Penelitian  tersebut  mencakup  evaluasi  pemekaran  daerah  dari  segi  ekonomi,  keuangan  pemerintah,  pelayanan  publik  dan  aparatur  pemerintahan.  Hasil  penelitian   menunjukkan  penilaian  berbeda  mengenai  kinerja  pemerintah  yaitu  mengungkapkan  bahwa    pemekaran  daerah  berdampak  pada  penurunan  tingkat  kesejahteraan  masyarakat  yang  mencerminkan  kinerja  daerah  yang  menurun.  Penilaian  kinerja  yang  menurun  terjadi  pada  evaluasi  dari  tahun  2001-2007,  yang  menyatakan  60%  daerah hasil pemekaran tidak memuaskan (Bappenas & UNDP, 2010).
Berdasarkan  uraian-uraian  diatas  dan  adanya  perbedaan  hasil  penelitian  yang  ada  terkait  pemekaran,  serta  sedikitnya  penelitian  yang  menilai  kinerja  pemerintah daerah  sebelum dan sesudah pemekaran daerah, maka    penulis ingin  melakukan  penelitian  tersebut.  Penelitian  ini  dimaksudkan  untuk  mengetahui  urutan  kinerja  keuangan  pemerintah  daerah  sebelum  dan  sesudah  pemekaran.
Penelitian  ini  dilakukan  dengan  judul  “ANALISIS  KINERJA  KEUANGAN  PEMERINTAH DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN”.
B.  Rumusan Masalah.
Pemekaran  wilayah  akan  mempengaruhi  kinerja  suatu  wilayah,  seiring  dengan berbagai  perubahan  upaya  yang dilakukan. Berdasarkan dari  uraian  latar  belakang  diatas  perlu  diketahui  kinerja  keuangan  daerah  terkait  pemekaran,  dengan rumusan masalah:.
1.  apakah terdapat  perbedaan  kinerja keuangan pemerintah  daerah  sebelum dan  sesudah pemekaran dilihat dari rasio desentralisasi;.
2.  apakah terdapat  perbedaan  kinerja keuangan pemerintah daerah  sebelum dan  sesudah pemekaran dilihat dari rasio kemandirian;.
3.  apakah terdapat  perbedaan  kinerja keuangan pemerintah daerah  sebelum dan  sesudah pemekaran dilihat dari rasio kontribusi pajak; .
4.  apakah terdapat  perbedaan  kinerja keuangan pemerintah daerah  sebelum dan  sesudah pemekaran dilihat dari rasio efesiensi penggunaan anggaran; dan.
5.  apakah terdapat  perbedaan  kinerja keuangan pemerintah daerah  sebelum dan  sesudah pemekaran dilihat dari rasio efektifitas anggaran.
C.  Tujuan Penelitian.
Tujuan  yang  ingin  dicapai  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  mendapatkan  bukti  empiris  yang  menjadi  permasalahan  dalam  pemelitian  sehingga  mendapatkan  bukti  ada  atau  tidaknya  perbedaan  kinerja  keuangan  pemerintah  daerah  sebelum  dan  sesudah  pemekaran  melalui  analisis  rasio  kinerja  keuangan  pemerintah daerah dalam periode-periode.
D.  Manfaat Penelitian.
Manfaaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:.
1.  Bagi  pemerintah  pusat  yang  sudah  menetapkan  adanya  kebijakan  dan  peraturan  terkait  pemekaran,  akan  mengetahui  pengaruh  kebijakan  pemekaran  tersebut  terhadap  kinerja  keuangan  sehingga  akan  dapat  memperkirakan  dampak  kedepan  jangka  panjang  kinerja  keuangan  pemerintah daerah.
2.  Bagi pemerintah daerah yang telah melaksanakan pemekaran daerah,  akan  memperoleh  gambaran  kinerja  yang  telah  dilakukannya  selama  ini,  sehingga dapat mengevaluasi diri.
3.  Bagi  peneliti  akan  menambah  referensi  untuk  penelitian  sejenis  di  masa  yang akan datang.

 Skripsi Ekonomi: Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan sesudah pemekaran

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi