Kamis, 13 November 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Debt To Equity Ratio, Current Ratio, Total Asset Turnover Terhadap Earning Per Share Pada Perusahaan Industri Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011

   BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  LATAR BELAKANG.
 Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Debt To Equity Ratio, Current Ratio, Total Asset Turnover Terhadap Earning Per Share Pada Perusahaan Industri Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011
Perusahaan didirikan oleh pemiliknya dengan tujuan untuk meningkatkan  dan  memaksimalkan  keuntungan  dari  pemilik  perusahaan  itu  sendiri. Keuntungan perusahaan tersebut dapat dinilai dari laporan keuangan, sedangkan  keuntungan  pemilik  dapat  dilihat  dari  laba  per  saham  atau  earning  per  share.

Earning per share (EPS) adalah ukuran untuk melihat tingkat kesejahteraan para  pemegang saham atau menggambarkan tingkat balas jasa bagi pemegang saham  biasa.  Kondisi  leverage  dan  kondisi  likuiditas  perusahaan  akan  mempengaruhi  earning  per  share  perusahaan.  Semakin  tinggi  nilai  earning  per  share  hal  ini  menunjukkan  bahwa  perusahaan  semakin  sehat  dan  menjadi  faktor  yang  akan  memotivasi  para  investor  untuk  menginvestasikan  dananya  ke  perusahaan  (Walsh,  2004).   Perhitungan  earning  per  share  didapat  dari  membagikan  pendapatan  setelah  pajak  dengan  jumlah  saham  yang  beredar,  yang  nantinya  dapat  dilihat  bagaimana  kinerja  perusahaan  dalam  memberikan  laba  kepada  pemilik  saham.  Earning  per  share  dapat  memperlihatkan  bagaimana  kinerja  keuangan perusahaan dari tahun ke tahun.  Earning per share  merupakan salah  satu  cara  untuk  mengukur  keberhasilan  pihak  manajemen  dalam  mencapai  keuntungan bagi para pemilik perusahaan, selain itu  earning per share  juga bisa  dijadikan sebagai indikator tingkat nilai perusahaan.
   Secara  umum  ada  dua  faktor  yang  bisa  mempengaruhi  besar  kecilnya  tingkat  earning per share, yakni struktur modal dan tingkat laba bersih sebelum  bunga dan pajak. Kedua faktor tersebut pada dasarnya sama-sama menekankan  pada alternatif sumber pendanaan melalui hutang atau modal pinjaman, dimana  perubahan  dalam  penggunaan  hutang  akan  mengakibatkan  perubahan  laba  per  lembar  saham,  dan  juga  mengakibatkan  perubahan  harga  saham  perusahaan  (Brigham  dan  Houston,  2010).  Ada  beberapa  alasan  mengapa  perusahaan  melakukan  pendanaan  melalui  hutang  (Brigham  dan  Houston,  2010),  diantaranya : 1.  Karena beban dapat menjadi pengurang pajak, pengunaan hutang akan  menurunkan tagihan pajak dan memberikan lebih banyak laba operasi  perusahaan yang tersedia bagi para investornya.
2.  Jika  laba  operasi  dinyatakan  dari  aktiva  ternyata  melebihi  tingkat  bunga  atas  pinjaman,  seperti  yang  biasa  terjadi,  maka  sebuah  perusahaan  dapat  menggunakan  hutang  untuk  memperoleh  aktiva,  membayar bunga atas hutang, dan masih memiliki sisa sebagai bonus  bagi para pemegang sahamnya.
Menurut Brigham dan Houston (2010), pendanaan lewat hutang memiliki  beberapa  kelemahan.  Pertama,  semakin  tinggi  rasio  hutang,  maka  perusahaan  tersebut  akan  semakin  berisiko,  sehingga  semakin  tinggi  pula  biaya  baik  dari  hutang  maupun  ekuitasnya.  Kedua,  jika  sebuah  perusahaan  mengalami  masa  sulit dan laba operasi tidak cukup untuk menutupi beban bunga, para pemegang  sahamnya  harus  menutupi  kekurangan  tersebut,  dan  jika  mereka  tidak  dapat     melakukannya,  maka  akan  semakin  memperbesar  resiko  terjadinya  kebangkrutan.  Menurut  Muslich  (1997),  untuk  meningkatkan  kualitas  manajemen  dalam  melakukan  analisa  terhadap  earning  per  share,  manajemen  perlu  mengenali  factor-factor  internal  perusahaan  yaitu  dan  tingkat  leverage, tingkat likuiditas, tingkat aktivitas (produktivitas).
Rasio  leverage  atau  biasa  disebut  rasio  solvabilitas  berfungsi  mengukur  tingkat  solvabilitas  suatu  perusahaan.  Rasio  ini  menunjukan  kemampuan  perusahaan  untuk  memenuhi  segala  kewajiban  finansialnya  seandainya  perusahaan  pada  saat  itu  dilikuidasi.  Dengan  demikian  solvabilitas  berarti  kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, baik jangka pendek  maupun  jangka  panjang  (Sawir,  2004).  Menurut  Brigham  dan  Houston  (2010)  rasio  leverage  merupakan  rasio  yang  mengukur  sejauh  mana  perusahaan  menggunakan pendanaan melalui utang (financial leverage).  Financial leverage didefinisikan  sebagai  penggunaan  potensial  biaya-biaya  keuangan  tetap  untuk  meningkatkan pengaruh perubahan dalam laba sebelum bunga dan pajak EBIT  terhadap  EPS.  Financial  leverage  tidak  mempengaruhi  risiko  atau  tingkat  pengembalian yang diharapkan dari aktiva perusahaan, tetapi  leverage  ini akan  mendorong  risiko  dari  saham  biasa  dan  mendorong  pemegang  saham  untuk  meminta tingkat pengembalian  yang lebih tinggi. Jadi,  financial leverage  akan  mempengaruhi laba per lembar saham yang diharapkan perusahaan, risiko laba,  dan  juga  mempengaruhi  harga  saham  perusahaan  (Warsono,  2003).  Financial  leverage  perusahaan  dapat  diukur  salah  satunya  dengan  menggunakan  debt  to  equity  ratio  (DER).  Debt  to  equity  ratio  merupakan  perbandingan  hutang  dan     ekuitas  dalam  pendanaan  perusahaan  dan  menunjukkan  kemampuan  modal  sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Sjahrial, 2009).
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan likuiditas jangka  pendek  perusahaan  dengan  melihat  aktiva  lancar  perusahaan  relative  terhadap  hutang  lancarnya.  Meskipun  rasio  ini  tidak  bicara  masalah  solvabilitas  atau  kewajiban  jangka  panjang,  dan  biasanya  relative  tidak  penting  dibandingkan  dengan  rasio  solvabilitas,  namun  rasio  likuiditas  yang  jelek  dalam  jangka  panjang  juga  akan  mempengaruhi  solvabilitas  perusahaan  (Hanafi  dan  Abdul  Halim, 2003). Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan  perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh  tempo  dengan  menggunakan  aktiva  lancar  yang  tersedia  (Syamsuddin,  2007).
Dengan  demikian  perusahaan  harus  memberikan  perhatian  lebih  terhadap  likuiditas  dan  perusahaan  harus  membuat  strategi  yang  bermanfaat  untuk  mengoptimalisasikan dan mengelola aktiva lancar yang dimiliki perusahaan agar  seluruh  kewajiban  lancarnya  yang  segera  jatuh  tempo  dapat  dilunasi  dengan baik.  Suatu  perusahaan  dikatakan  mempunyai  posisi  keuangan  jangka  pendek  yang kuat apabila (Djarwanto, 2001) : 1.  Mampu  memenuhi  tagihan  dari  kreditur  jangka  pendek  tepat  pada  waktunya.
2.  Mampu  memelihara  modal  kerja  yang  cukup  untuk  membelanjai  operasi perusahaan yang normal.
3.  Mampu membayar bunga hutang jangka pendek dan deviden.
4.  Mampu memelihara credit rating yang menguntungkan     Rasio likuiditas yang sering digunakan adalah rasio lancar (current ratio).
Current  ratio  berfungsi  untuk  mengukur  kemampuan  perusahaan  untuk  memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.
Aktiva  lancar  merupakan  aktiva  yang  akan  berubah  menjadi  kas  dalam  waktu  satu  tahun  atau  satu  siklus  bisnis.rasio  lancar  untuk  perusahaan  yang  normal  berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan  rasio lancar yang seharusnya. Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas  yang tinggi, sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan  aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap profitabilitas  perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan  return  yang lebih rendah  dibandingkan dengan aktiva tetap (Hanafi dan Abdul Halim, 2003).
Rasio aktivitas dirancang untuk mengetahui apakah perputaran aktiva yang  dimiliki  oleh  perusahaan  tersebut  tinggi  atau  rendah  bila  dilihat  dari  sudut  pandang  penjualan.  Untuk  mengukur  efisiensi  dan  efektivitas  pemanfaatan  aktiva,  digunakanlah  rasio  perputaran  aktiva.  Apabila  perputaran  aktivanya  tinggi berarti perusahaan mampu memanfaatkan sumber dayanya dengan efisien,  demikian  sebaliknya  apabila  perputaran  aktivanya  rendah  berarti  perusahaan  tidak  mampu  memanfaatkan  sumber  dayanya  dengan  efisien  (Dwi  Prastowo,  2005).  Rasio  aktivitas  salah  satunya  dapat  dihutang  menggunakan  rasio  total  asset  turnover.  Total  asset  turnover  adalah  rasio  yang  digunakan  untuk  mengukur  perputaran  semua  activa  yang  dimiliki  perusahaan  dan  mengukur  berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva (Kasmir, 2008).
Semakin  tinggi  ratio  total  asset  turnover  berarti  semakin  effisien  penggunaan     keseluruhan  aktiva  dalam  menghasilkan  penjualan.  Rasio  yang  tinggi  menunjukkan  manajemen  yang  baik,  sebaliknya  rasio  yang  rendah  harus  membuat  manajemen  mengevaluasi  strategi,  pemasaran,  dan  pengeluaran  modalnya.  Perusahaan  dengan  tingkat  penjualan  yang  besar  diharapkan  mendapat  laba  yang  besar  juga.  Nilai  total  asset  turnoveryang  semakin  besar  menunjukkan nilai penjualan yang juga semakin besar dan harapan memperoleh  laba  yang  semakin  besar.  Jadi,  jika  nilai  total  asset  turnovertinggi  makaakan  berpengaruh  terhadap  meningkatnya  earning  per  share  dikarenakan  laba  yang  diperoleh perusahaan mengalamai peningkatan (Hanafi dan Abdul Halim, 2003).
Subjek  penelitian  yang  digunakan  adalah  perusahaan  yang  bergerak  di  sector makanan dan minuman  (food and beverage)  yang terdaftar di Bursa Efek  Indonesia (BEI). Perumbuhan perusahaan di sector ini terus menerus meningkat  disebabkan  prospek  yang  bagus.  Selain  itu,  hasil  dari  industri  makanan  dan  minuman sangat digemari oleh masyarakat Indonesia dan sebagian produk yang  dihasilkan  merupakan  kebutuhan  pokok  masyarakat  sehingga  investor  banyak  yang  berminat  untuk  menjadikan  perusahaan  di  sector  ini  sebagai  target  investasinya.
Menurut  Sutejo  dkk  (2009)  debt  to  equity  ratio  berpengaruh  positif  dan  signifikan  terhadap  earning  per  Share,  sedangkan  menurut  Pancawati  dkk  (2004)  debt to equity  ratio  berpengaruh  negative dan tidak  signifikan terhadap  earning  per  share.  Menurut  Sutejo  dkk  (2009)  current  ratio  berpengaruh negative  dan  signifikan  terhadap  earning  per  share  sedangkan  menurut  Pancawati  dkk  (2004)  current  ratio  berpengaruh  negatif  dan  tidak  signifikan     terhadap  earning  per  share.  Menurut  Sutejo  dkk  (2009)  total  asset  turnover berpengaruh  positif  dan  signifikan  terhadap  earning  per  share,  sedangkan  menurut Pancawati dkk (2004) total asset turnover berpengaruh positif dan tidak signifikan  terhadap  earning  per  share.  Dapat  disimpulkan  dari  beberapa  penelitian  terdahulu  tersebut  terdapat  beberapa  perbedaan  hasil  penelitian.
Dengan demikian  perlu diuji fenomena tersebut secara lebih lanjut dengan judul  “Analisis  Pengaruh  Debt  to  Equity  Ratio,  Current  Ratio,  Total  Asset  Turnover  Terhadap Earning Per Share  Pada Perusahaan Industri Food and  Beverage yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011”.

 Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Debt To Equity Ratio, Current Ratio, Total Asset Turnover Terhadap Earning Per Share Pada Perusahaan Industri Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi