BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah. Skripsi Ekonomi: “Analisis Proses Penetapan Upah Minimum KabupatenKota (UMK) Berdasarkan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tenaga Kerja Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta”
Permasalahan mengenai
tenagakerja di Indonesia
merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan.
Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan hanya
pada bagaimana cara
untuk menangani masalah-masalah angkatan kerja yang semakin meningkat setiap
tahun akan tetapi kesempatan kerja yang
tersedia terbatas. Hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh/ tenaga kerja tidak diperhatikan termasuk yang paling
utama yaitu pengupahan tersebut.
Tenaga kerja
adalah faktor penting
dalam proses produksi.
Dalam memandang definisi
tenaga kerja, terdapat
pandangan yang berbeda
antar keduanya. Hal
yang menjadi perdebatan
salah satunya adalah
tentang upah minimum.
Perbedaan pendapat antara
dua pihak tersebut
bukanlah suatu permasalahan
yang baru. Perbedaan
ini dapat dilihat
dari perselisihan antara kelompok
serikat pekerja yang
menginginkan kenaikan upah
minimum, sementara kelompok
pengusaha merasa bahwa tuntutan
tersebut bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong perbaikan
ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Daya
beli masyarakat merupakan
salah satu indikator
dalam proses perbaikan
ekonomi, sehingga masalah
kebutuhan hidup layak
yang di survey berdasarkan
pengeluaran buruh untuk
dapat bertahan hidup
secara layak akan menjadi indikator yang jelas. Untuk memenuhi
kebutuhan hidup layak, para buruh mayoritas pendapatannya
berasal dari hasil
kerja mereka atau
upah (Wongdesmiwati, 2013).
Sebelum tahun
1999, Surya Tjandra,Yasmine MS
Soraya dan Jamaludin (2007)
berpendapat bahwa upah
minimum merupakan tanggung
jawab pemerintah pusat,
dalam hal ini
Menteri Tenaga Kerja
yang memutuskan upah minimum
tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia. Sejak era otonomi daerah inilah tanggung
jawab sepenuhnya pada
Pemerintah Daerah, di
mana Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota akan merekomendasikan dan
kemudian Gubernur yang akan
memutuskan. Pada masa lalu, serikat buruh terorganisir di Indonesia fokus dengan
upaya-upaya aspirasi di
tingkat nasional, dan
jauh lebih sedikit
pada tingkat Provinsi. Otonomi
daerah menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi serikat buruh untuk bisa mempengaruhi
hasil-hasil kebijakan perburuhan di setiap daerah
agar terlibat dalam
proses pembuatan kebijakan
dan peraturan secara umum.
Perdebatan upah merupakan perdebatan
yang sulit diselesaikan. Penetapan upah
di Kabupaten/Kota adalah permasalahan nyata bagi para tenaga kerja. Upah merupakan hal yang sangat dipermasalahkan.
Setiap tahun tuntutan-tuntutan dan aspirasi tenaga
kerja diteriakkan melalui
media-media informasi mereka
yaitu melalui serikat
pekerja/ buruh yang
mewakili kepentingan mereka.
Perbaikan kesejahteraan buruh
menjadi tuntutan utama
dimana mereka menginginkan adanya
peningkatan kualitas kehidupan
yang lebih baik demi kelangsungan hidupnya.
Hal ini menjadi
masalah yang kompleks
apabila dikaitkan dengan tingkat kebutuhan buruh yang tidak sesuai
dengan tingkat upah yang diterima dari hasil
kerja mereka. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat harus dibayrkan dengan upah yang minim menjadi beban dalam
kelangsungan hidup mereka.
Mohammad Ikhsan
dalam Wongdesmiwati (2013)
berpendapat bahwa perdebatan
yang muncul antara
lain (i) menyangkut
hubungan antara upah
riil dengan pertumbuhan
produktivitas; (ii) kebutuhan
terhadap penentuan upah minimum. Upah
minimum dapat menghambat
penciptaan lapangan kerja
dan menambah persoalan
perbaikan ekonomi. Sementara
kelompok lain menunjukkan, penerapan upah minimum tidak
selalu identik dengan pengurangan tenaga
kerja, bahkan akan mampu mendorong proses perbaikan ekonomi.
Upah adalah komponen yang sangat
penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah
satu unsur dalam
pelaksanaan hubungan kerja,
yang mempunyai peranan
dalam pelaksanaan hubungan
industrial. Upah diterima
pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukan bagi
perusahaan, sehingga pada dasarnya harus sebanding
dengan kontribusi yang
diberikan pekerja atas
tenaga dan waktunya untuk
memproduksi barang atau
jasa tertentu. Dalam
menentukan tingkat upah pihak pekerja/
buruh dan perusahaan
memiliki pandangan yang
berbeda. Bagi perusahaan,
upah merupakan biaya
yang dikeluarkan oleh
perusahaan, yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh
karena itu, dalam penetapan upah perusahaan sangat
berhati-hati. Sedangkan bagi
buruh, upah merupakan
sumber penghasilan, sehingga
mereka sangat mengharapkan
tingkat upah yang
sangat tinggi.
Pihak-pihak yang terkait
pada penetapan upah
minimum adalah Kepala daerah (Bupati/Walikota atau Gubernur) dan
Dewan Pengupahan. Kepala daerah menetapkan upah
minimum dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan
berdasarkan usulan komisi
penelitian pengupahan dan
jaminan social dewan
ketenagakerjaan Daerah. Dewan pengupahan sesuai dengan pasal 98 UU
No.13 Tahun 2003,
Dewan Pengupahan bertugas
memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan
pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah,
serta untuk pengembangan system pengupahan nasional. Sedangkan definisi Dewan Pengupahan menurut Keppres
No.107 Tahun 2004 adalah suatu lembaga non
strukturan yang bersifat
tripartite. (Surya Tjandra,Yasmine MS Soraya,Jamaludin,
2007) Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh seorang pekerja sehubungan dengan
pekerjaannya menurut Wongdesmiwati
(2013) dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk yaitu : 1. Upah atau gaji yaitu gaji pokok yang
didasarkan pada kepangkatan atau masa kerja
seorang pekerja 2. Tunjangan dalam
bentuk natura seperti; beras, gula, garam, pakaian dll 3. Fringe
Benefits yaitu jenis
benefit lain yang
diterima oleh seseorang
diluar gaji sehubungan dengan
jabatan atau pekerjaannya 4. Kondisi
lingkungan kerja.
Besarnya UMK
Tahun 2013 menggunakan
peraturan pemerintah yaitu PERMENAKERTRANS
No. 13 Tahun 2012. UMK ditetapkan setiap satu tahun.
Sebelum penetapan dilakukan,
dilakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Dinas Tenaga Kerja
pada tiap daerah
bersama Dewan Pengupahan
Daerah masing-masing daerah
menghitung nilai KHL
menurut hasil survey
yang telah dilakukan.
Komponen-komponen yang di
survey dalam Permenakertrans 13 Tahun
2012 digolongkan menjadi 7 kelompok yaitu : 1.
Kelompok Makanan dan Minuman 2.
Kelompok Sandang 3. Kelompok
Perumahan 4. Kelompok Pendidikan 5. Kelompok Kesehatan 6. Kelompok Transportasi 7. Kelompok Rekreasi dan Tabungan.
Untuk memperoleh
nilai akhir KHL,
dalam Permenakertrans 13
Tahun 2012 ini
memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti tingkat inflasi,
pertumbuhan ekonomi, kemampuan
perusahaan serta perbandingan tingkat pengupahan di daerah sekitar.
Upah bagi pekerja memiliki 2
(dua) sisi manfaat yaitu: pertama, sebagai imbalan, balas jasa terhadap hasil produksi
yang dihasilkan. Dalam hal ini upah merupakan hak
pekerja terhadap tenaga
dan pikiran yang
telah dikeluarkannya.
Kemudian yang kedua adalah
sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas.
Upah dapat bermanfaat untuk
meningkatkan motivasi pekerja dalam bekerja lebih giat
lagi. Bagi perusahaan,
upah merupakan komponen
biaya produksi yang dipandang
dapat mengurangi tingkat keuntungan yang dihasilkan. Oleh karena itu dipandang
sebagai biaya faktor
produksi, maka pengusaha
berusaha untuk menekan upah tersebut sampai pada tingkat
paling minim, sehingga keuntungan perusahaan
dapat ditingkatkan (Wongdesmiwati, 2013).
Perbedaan pandangan yang
dijelaskan di atas mengenai penetapan tingkat upah
ini sering memicu
ketidaksepakatan antara buruh
dan pengusaha. Oleh karena itu,
untuk mencapai kesepakatan
dalam proses penetapan
tingkat upah, peran campur tangan/ keterlibatan pemerintah
sangatlah diperlukan. Hal ini juga sebagai bentuk
perlindungan buruh yang
menjadi pihak yang
dikecilkan jika berhadapan
dengan pengusaha. Campur
tangan dan peran
pemerintah dalam hubungan
industrial merupakan bentuk
perlindungan terhadap kedua
pihak agar tidak saling merugikan. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan
penetapan upah minimum. Upah
minimum diartikan sebagai
ketetapan yang dikeluarkan
oleh pemerintah mengenai
kewajiban perusahaan untuk membayar upah seminimalnya sama
dengan Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) kepada
pekerja. Dapat diartikan bahwa upah minimum digunakan sebagai salah
satu peran serta pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling
bawah di setiap perusahaan seluruh Indonesia agar
memperoleh upah minimum
sesuai dengan nilai
atau harga kebutuhan hidup layak (KHL) di masing-masing
wilayah.
Tujuan penetapan
upah minimum ini
berfungsi untuk menjaga
agar tingkat upah
tidak merosot kebawah
atau jaring pengaman
kemudian untuk meningkatkan
daya beli pekerja
yang paling bawah
dan mempersempit kesenjangan
secara bertahap antara
yang berpenghasilan tertinggi
dan terendah.
(Wongdesmiwati, 2013).
Proses perolehan
nilai KHL untuk
upah minimum dilakukan
secara tripartit antara
pengusaha, pemerintah dan serikat buruh. Hal tersebut dilakukan bersama bertujuan agar tercapai kesepakatan
tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil untuk para buruh. Berasal
dari perbedaan pandangan antara pengusaha
dan buruh tersebut, maka dalam hal penetapan tingkat upah bukanlah hal
yang mudah. Masing-masing
pihak memiliki kepentingan
masing-masing yang bertolak
belakang, sehingga untuk mencapai kesepakatan mengenai tingkat upah
pasti akan diwarnai
oleh pertentangan. Perdebatan
atau perbedaan usulan upah minimum
masing-masing sangat berpengaruh
pada keputusan-keputusan yang diambil dalam penetapan nilai UMK.
Penetapan nilai UMK haruslah
mempertimbangkan dari tuntutan-tuntutan buruh
akan upah yang layak bagi mereka. Karena UMK yang layak adalah UMK yang
mampu memenuhi tuntutan
pihak serikat buruh
serta mampu dibayarkan nantinya
oleh pengusaha. Ini
merupakan bentuk kesepakatan
bersama yang dilakukan secara tripartit dalam hal
kesepakatan tingkat upah yang adil bersama.
Seluruh tuntutan buruh mengenai
upah yang layak menjadi pertimbangan dalam proses
penetapan upah minimum
oleh Dewan Pengupahan.
Tuntutantuntutan dari pihak
buruh ini dibahas
dalam rapat dewan
pengupahan nantinya.
Melalui rapat
Dewan pengupahan pada
masing-masing daerah tersebut
yang mengikutsertakan anggota
Tripartit akan dibentuk
tingkat upah yang
menjadi standar upah minimum.
Oleh karena itu besar tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/
kota berbeda. Hal
ini disesuaikan berdasarkan
kemampuan ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi setiap daerah.
Dewan pengupahan
dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu Dewan
Pengupahan Nasional, Dewan
Pengupahan Provinsi, dan Dewan Pengupahan
Kabupaten/ Kota. Berikut lebih
jelasnya: 1. Dewan Pengupahan Nasional Dibentuk
oleh Presiden atas usul Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan bertugas
memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah
dalam rangka perumusan
kebijakan pengupahan dan
pengembangan system pengupahan nasional.
2. Dewan
Pengupahan Provinsi adalah
organisasi perangkat daerah
provinsi yang bertanggung
jawab di bidang
ketenagakerjaan dan bertugas
untuk memberikan saran
pertimbangan kepada Gubernur
dalam rangka penetapan UMK,
serta menyiapkan bahan
perumusan pengembangan system pengupahan nasional.
3. Dewan
Pengupahan Kabupaten/Kota diangkat
dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota. Dewan Pengupahan
ini bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan dan
bertugas memberikan saran
dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam
rangka pengusulan UMK
serta penerapan system pengupahan
di tingkat Kabupaten/Kota dan
menyiapkan bahan perumusan pengembangan system pengupahan nasional.
Skripsi Ekonomi: “Analisis Proses Penetapan Upah Minimum KabupatenKota (UMK) Berdasarkan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tenaga Kerja Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta”
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi