Rabu, 12 November 2014

Skripsi Ekonomi: “Analisis Proses Penetapan Upah Minimum KabupatenKota (UMK) Berdasarkan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tenaga Kerja Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta”

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah. Skripsi Ekonomi: “Analisis Proses Penetapan Upah Minimum KabupatenKota (UMK) Berdasarkan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tenaga Kerja Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta”
Permasalahan  mengenai  tenagakerja  di  Indonesia  merupakan  masalah  nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah  ketenagakerjaan  hanya  pada  bagaimana  cara  untuk  menangani  masalah-masalah  angkatan kerja yang semakin meningkat setiap tahun akan tetapi kesempatan kerja  yang tersedia terbatas. Hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh/ tenaga  kerja tidak diperhatikan termasuk yang paling utama yaitu pengupahan tersebut.

Tenaga  kerja  adalah  faktor  penting  dalam  proses  produksi.  Dalam  memandang  definisi  tenaga  kerja,  terdapat  pandangan  yang  berbeda  antar  keduanya.  Hal  yang  menjadi  perdebatan  salah  satunya  adalah  tentang  upah  minimum.  Perbedaan  pendapat  antara  dua  pihak  tersebut  bukanlah  suatu  permasalahan  yang  baru.  Perbedaan  ini  dapat  dilihat  dari  perselisihan  antara  kelompok  serikat  pekerja  yang  menginginkan  kenaikan  upah  minimum,  sementara  kelompok  pengusaha  merasa  bahwa  tuntutan  tersebut  bertentangan  dengan upaya pemerintah mendorong perbaikan ekonomi dan perluasan lapangan  kerja.  Daya  beli  masyarakat  merupakan  salah  satu  indikator  dalam  proses  perbaikan  ekonomi,  sehingga  masalah  kebutuhan  hidup  layak  yang  di  survey  berdasarkan  pengeluaran  buruh  untuk  dapat  bertahan  hidup  secara  layak  akan    menjadi indikator yang jelas. Untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, para buruh  mayoritas  pendapatannya  berasal  dari  hasil  kerja  mereka  atau  upah (Wongdesmiwati, 2013).
Sebelum  tahun  1999,  Surya  Tjandra,Yasmine  MS  Soraya  dan  Jamaludin  (2007)  berpendapat  bahwa  upah  minimum  merupakan  tanggung  jawab  pemerintah  pusat,  dalam  hal  ini  Menteri  Tenaga  Kerja  yang  memutuskan  upah  minimum tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia. Sejak era otonomi daerah inilah  tanggung  jawab  sepenuhnya  pada  Pemerintah  Daerah,  di  mana  Pemerintah  Daerah  Kabupaten/Kota  akan  merekomendasikan  dan  kemudian  Gubernur  yang  akan memutuskan. Pada masa lalu, serikat buruh terorganisir di Indonesia fokus  dengan  upaya-upaya  aspirasi  di  tingkat  nasional,  dan  jauh  lebih  sedikit  pada  tingkat Provinsi. Otonomi daerah menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi  serikat buruh untuk bisa mempengaruhi hasil-hasil kebijakan perburuhan di setiap  daerah  agar  terlibat  dalam  proses  pembuatan  kebijakan  dan  peraturan  secara umum.
Perdebatan upah merupakan perdebatan yang sulit diselesaikan. Penetapan  upah di Kabupaten/Kota adalah permasalahan nyata bagi para tenaga kerja. Upah  merupakan hal yang sangat dipermasalahkan. Setiap tahun tuntutan-tuntutan dan  aspirasi  tenaga  kerja  diteriakkan  melalui  media-media  informasi  mereka  yaitu  melalui  serikat  pekerja/  buruh  yang  mewakili  kepentingan  mereka.  Perbaikan  kesejahteraan  buruh  menjadi  tuntutan  utama  dimana  mereka  menginginkan  adanya  peningkatan  kualitas  kehidupan  yang  lebih  baik  demi  kelangsungan  hidupnya.  Hal  ini  menjadi  masalah  yang  kompleks  apabila  dikaitkan  dengan    tingkat kebutuhan buruh yang tidak sesuai dengan tingkat upah yang diterima dari  hasil kerja mereka. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat harus dibayrkan  dengan upah yang minim menjadi beban dalam kelangsungan hidup mereka.
Mohammad  Ikhsan  dalam  Wongdesmiwati  (2013)  berpendapat  bahwa  perdebatan  yang  muncul  antara  lain  (i)  menyangkut  hubungan  antara  upah  riil  dengan  pertumbuhan  produktivitas;  (ii)  kebutuhan  terhadap  penentuan  upah  minimum.  Upah  minimum  dapat  menghambat  penciptaan  lapangan  kerja  dan  menambah  persoalan  perbaikan  ekonomi.  Sementara  kelompok  lain  menunjukkan, penerapan upah minimum tidak selalu identik dengan pengurangan  tenaga kerja, bahkan akan mampu mendorong proses perbaikan ekonomi.
Upah adalah komponen yang sangat penting dalam ketenagakerjaan, yaitu  sebagai  salah  satu  unsur  dalam  pelaksanaan  hubungan  kerja,  yang  mempunyai  peranan  dalam  pelaksanaan  hubungan  industrial.  Upah  diterima  pekerja  atas  imbalan jasa kerja yang dilakukan bagi perusahaan, sehingga pada dasarnya harus  sebanding  dengan  kontribusi  yang  diberikan  pekerja  atas  tenaga  dan  waktunya  untuk  memproduksi  barang  atau  jasa  tertentu.  Dalam  menentukan  tingkat  upah  pihak  pekerja/  buruh  dan  perusahaan  memiliki  pandangan  yang  berbeda.  Bagi  perusahaan,  upah  merupakan  biaya  yang  dikeluarkan  oleh  perusahaan,  yang  berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, dalam penetapan upah  perusahaan  sangat  berhati-hati.  Sedangkan  bagi  buruh,  upah  merupakan  sumber  penghasilan,  sehingga  mereka  sangat  mengharapkan  tingkat  upah  yang  sangat  tinggi.
  Pihak-pihak  yang  terkait  pada  penetapan  upah  minimum  adalah  Kepala  daerah (Bupati/Walikota atau Gubernur) dan Dewan Pengupahan. Kepala daerah  menetapkan  upah  minimum  dengan  memperhatikan  rekomendasi  dari  Dewan  Pengupahan  dan  berdasarkan  usulan  komisi  penelitian  pengupahan  dan  jaminan  social dewan ketenagakerjaan Daerah. Dewan pengupahan sesuai dengan pasal 98  UU  No.13  Tahun  2003,  Dewan  Pengupahan  bertugas  memberikan  saran,  pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh  pemerintah, serta untuk pengembangan system pengupahan nasional. Sedangkan  definisi Dewan Pengupahan menurut Keppres No.107 Tahun 2004 adalah suatu  lembaga  non  strukturan  yang  bersifat  tripartite.  (Surya  Tjandra,Yasmine  MS  Soraya,Jamaludin, 2007) Penghasilan atau imbalan yang diterima oleh seorang pekerja sehubungan  dengan  pekerjaannya  menurut  Wongdesmiwati  (2013)  dapat  diklasifikasikan  menjadi empat bentuk yaitu : 1.  Upah atau gaji yaitu gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan atau masa  kerja seorang pekerja 2.  Tunjangan dalam bentuk natura seperti; beras, gula, garam, pakaian dll 3.  Fringe  Benefits  yaitu  jenis  benefit  lain  yang  diterima  oleh  seseorang  diluar  gaji sehubungan dengan jabatan atau pekerjaannya 4.  Kondisi lingkungan kerja.
Besarnya  UMK  Tahun  2013  menggunakan  peraturan  pemerintah  yaitu  PERMENAKERTRANS No. 13 Tahun 2012. UMK ditetapkan setiap satu tahun.
Sebelum penetapan dilakukan, dilakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
  Dinas  Tenaga  Kerja  pada  tiap  daerah  bersama  Dewan  Pengupahan  Daerah  masing-masing  daerah  menghitung  nilai  KHL  menurut  hasil  survey  yang  telah  dilakukan.  Komponen-komponen  yang  di  survey  dalam  Permenakertrans  13  Tahun 2012 digolongkan menjadi 7 kelompok yaitu : 1.  Kelompok Makanan dan Minuman 2.  Kelompok Sandang 3.  Kelompok Perumahan 4.  Kelompok Pendidikan 5.  Kelompok Kesehatan 6.  Kelompok Transportasi 7.  Kelompok Rekreasi dan Tabungan.
Untuk  memperoleh  nilai  akhir  KHL,  dalam  Permenakertrans  13  Tahun  2012  ini  memperhatikan  faktor-faktor  yang  mempengaruhinya  seperti  tingkat  inflasi,  pertumbuhan  ekonomi,  kemampuan  perusahaan  serta  perbandingan  tingkat pengupahan di daerah sekitar.
Upah bagi pekerja memiliki 2 (dua) sisi manfaat yaitu: pertama, sebagai  imbalan, balas jasa terhadap hasil produksi yang dihasilkan. Dalam hal ini upah  merupakan  hak  pekerja  terhadap  tenaga  dan  pikiran  yang  telah  dikeluarkannya.
Kemudian yang kedua adalah sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas.
Upah dapat bermanfaat untuk meningkatkan motivasi pekerja dalam bekerja lebih  giat  lagi.  Bagi  perusahaan,  upah  merupakan  komponen  biaya  produksi  yang  dipandang dapat mengurangi tingkat keuntungan yang dihasilkan. Oleh karena itu    dipandang  sebagai  biaya  faktor  produksi,  maka  pengusaha  berusaha  untuk  menekan upah tersebut sampai pada tingkat paling minim, sehingga keuntungan  perusahaan dapat ditingkatkan (Wongdesmiwati, 2013).
Perbedaan pandangan yang dijelaskan di atas mengenai penetapan tingkat  upah  ini  sering  memicu  ketidaksepakatan  antara  buruh  dan  pengusaha.  Oleh  karena  itu,  untuk  mencapai  kesepakatan  dalam  proses  penetapan  tingkat  upah,  peran campur tangan/ keterlibatan pemerintah sangatlah diperlukan. Hal ini juga  sebagai  bentuk  perlindungan  buruh  yang  menjadi  pihak  yang  dikecilkan  jika  berhadapan  dengan  pengusaha.  Campur  tangan  dan  peran  pemerintah  dalam  hubungan  industrial  merupakan  bentuk  perlindungan  terhadap  kedua  pihak  agar  tidak saling merugikan.  Kebijakan ini disebut dengan kebijakan penetapan upah  minimum.  Upah  minimum  diartikan  sebagai  ketetapan  yang  dikeluarkan  oleh  pemerintah mengenai kewajiban perusahaan untuk membayar upah seminimalnya  sama  dengan  Kebutuhan  Hidup  Layak  (KHL)  kepada  pekerja.  Dapat  diartikan  bahwa upah minimum digunakan sebagai salah satu peran serta pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan seluruh  Indonesia  agar  memperoleh  upah  minimum  sesuai  dengan  nilai  atau  harga  kebutuhan hidup layak (KHL) di masing-masing wilayah.
Tujuan  penetapan  upah  minimum   ini  berfungsi  untuk  menjaga  agar  tingkat  upah  tidak  merosot  kebawah  atau  jaring  pengaman  kemudian  untuk  meningkatkan  daya  beli  pekerja  yang  paling  bawah  dan  mempersempit    kesenjangan  secara  bertahap  antara  yang  berpenghasilan  tertinggi  dan  terendah.
(Wongdesmiwati, 2013).
Proses  perolehan  nilai  KHL  untuk  upah  minimum  dilakukan  secara  tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat buruh. Hal tersebut dilakukan  bersama bertujuan agar tercapai kesepakatan tingkat upah  yang adil bagi semua  pihak, terutama adil untuk para buruh. Berasal dari perbedaan pandangan antara  pengusaha dan buruh tersebut, maka dalam hal penetapan tingkat upah bukanlah  hal  yang  mudah.  Masing-masing  pihak  memiliki  kepentingan  masing-masing  yang bertolak belakang, sehingga untuk mencapai kesepakatan mengenai  tingkat  upah  pasti  akan  diwarnai  oleh  pertentangan.  Perdebatan  atau  perbedaan  usulan  upah  minimum  masing-masing  sangat  berpengaruh  pada  keputusan-keputusan  yang diambil dalam penetapan nilai UMK.
Penetapan nilai UMK haruslah mempertimbangkan dari tuntutan-tuntutan  buruh akan upah yang layak bagi mereka. Karena UMK yang layak adalah UMK  yang  mampu  memenuhi  tuntutan  pihak  serikat  buruh  serta  mampu  dibayarkan  nantinya  oleh  pengusaha.  Ini  merupakan  bentuk  kesepakatan  bersama  yang  dilakukan secara tripartit dalam hal kesepakatan tingkat upah yang adil bersama.
Seluruh tuntutan buruh mengenai upah yang layak menjadi pertimbangan  dalam  proses  penetapan  upah  minimum  oleh  Dewan  Pengupahan.  Tuntutantuntutan  dari  pihak  buruh  ini  dibahas  dalam  rapat  dewan  pengupahan  nantinya.
Melalui  rapat  Dewan  pengupahan  pada  masing-masing  daerah  tersebut  yang  mengikutsertakan  anggota  Tripartit  akan  dibentuk  tingkat  upah  yang  menjadi    standar upah minimum. Oleh karena itu besar tingkat upah masing-masing daerah  kabupaten/  kota  berbeda.  Hal  ini  disesuaikan  berdasarkan  kemampuan  ekonomi  makro, pertumbuhan ekonomi setiap daerah.
Dewan  pengupahan  dibagi  menjadi  3  (tiga)  yaitu  Dewan  Pengupahan  Nasional,  Dewan  Pengupahan  Provinsi,  dan  Dewan  Pengupahan  Kabupaten/  Kota. Berikut lebih jelasnya: 1.  Dewan Pengupahan Nasional Dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan  bertugas  memberikan  saran  dan  pertimbangan  kepada  pemerintah  dalam  rangka  perumusan  kebijakan  pengupahan  dan  pengembangan  system  pengupahan nasional.
2.  Dewan  Pengupahan  Provinsi  adalah  organisasi  perangkat  daerah   provinsi  yang  bertanggung  jawab  di  bidang  ketenagakerjaan  dan  bertugas  untuk  memberikan  saran  pertimbangan  kepada  Gubernur  dalam  rangka  penetapan  UMK,  serta  menyiapkan  bahan  perumusan  pengembangan  system  pengupahan nasional.
3.  Dewan  Pengupahan  Kabupaten/Kota  diangkat  dan  diberhentikan  oleh  Bupati/Walikota.  Dewan  Pengupahan  ini  bertanggung  jawab  di  bidang  ketenagakerjaan  dan  bertugas  memberikan  saran  dan  pertimbangan  kepada  Bupati/Walikota  dalam  rangka  pengusulan  UMK  serta  penerapan  system  pengupahan  di  tingkat  Kabupaten/Kota  dan  menyiapkan  bahan  perumusan  pengembangan system pengupahan nasional.

  Skripsi Ekonomi: “Analisis Proses Penetapan Upah Minimum KabupatenKota (UMK) Berdasarkan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Tenaga Kerja Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta”

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi