Senin, 10 November 2014

Skripsi Ekonomi: Kinerja keuangan perusahaan manufaktur sebelum dan sesudah diberlakukannya undang-undang perpajakan no. 36 tahun 2008

    BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi: Kinerja keuangan perusahaan manufaktur sebelum dan sesudah diberlakukannya undang-undang perpajakan no. 36 tahun 2008
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan tax ratio  secara bertahap dengan memperhatikan kondisi ekonomi di Indonesia  maupun ekonomi dunia. Peningkatan tax ratiosecara bertahap ditandai  dengan melakukan beberapa kali perubahan undang-undang perpajakan yang  cukup signifikan. Reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah  Indonesia bukanlah tanpa tujuan. Adapun tujuan dari penyempurnaan  undang-undang pajak tersebut dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi  pengenaan pajak yang dilakukan dengan cara mencari objek pajak yang  potensial dalam rangka menghimpun dana dan mendorong pemulihan  perekonomian (Ika, 2005).

Reformasi perpajakan di Indonesia pertama kali dimulai pada tahun  1983, dengan perombakan sistem perpajakan paling mendasar, yaitu  digantikannya sistem official assessment menjadi self assessment. Dalam  sistem baru ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan  sendiri kewajiban pajaknya, mulai dari menghitung sendiri penghasilannya,  menghitung sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri pajak yang  terutang, dan melaporkan sendiri pemenuhan kewajiban pajaknya.
Pada tahun 2008 pemerintah mengeluarkan beberapa Undangundang pajak baru yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009, yaitu UU      No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, serta  UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Salah satu hasil dari  reformasi pajak tahun 2008 yaitu dengandiberlakukannya tarif pajak baru.
Untuk wajib pajak orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35%  menjadi 30% dan lapisan tarif disederhanakan dari 5 menjadi 4 lapisan,  namun lapisan penghasilan kena pajak diperluas, yaitu lapisan tertinggi dari  sebesar Rp 200.000.000,- menjadi Rp 500.000.000,-. Sementara untuk wajib  pajak badan, tarif yang semula terdiri dari 3 lapisan (10%, 15%, dan 30%)  menjadi tarif tunggal 28%.
Pemerintah mengharapkan bahwa dengan adanya reformasi  perpajakan dalam hal pemberian fasilitas terutama yang berkaitan dengan  tarif Pajak Penghasilan Badan yang baru tersebut, kinerja keuangan  perusahaan akan semakin baik. Meningkatnya kinerja keuangan perusahaan,  ditandai dengan meningkatnya laba yang diperoleh perusahaan, sehingga  pada akhirnya akan membawa dampak yang positif terhadap penerimaan  pemerintah dari sektor perpajakan. Undang-undang yang memberatkan dunia  usaha, membuat banyaknya usaha tidak dapat memperoleh laba secara  maksimal sehingga menurunkan kinerja keuangan perusahaan dan  konsekuensinya akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak.
Abimanyu (2006) dalam Dwi (2010) menyebutkan bahwa reformasi  perpajakan adalah perubahan mendasar di segala aspek perpajakan yang  memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi,  kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan produktivitas      aparat perpajakan yang tinggi. Reformasi perpajakan diduga membawa  implikasi terhadap kinerja perusahaan, implikasi tersebut bisa bersifat positif  maupun bersifat negatif (Mariwan dan Arifin, 2005). Jika reformasi  perpajakan tersebut membawa dampak yang positif tentunya akan mampu  meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, sementara jika reformasi  perpajakan tersebut membawa dampak yang negatif sebaliknya akan  menurunkan kinerja keuangan perusahaan.
Analisis kinerja perusahaan mencakup analisis rasio keuangan,  dengan rasio-rasio keuangan tersebut kondisi dan posisi keuangan suatu  perusahaan dapat diketahui. Rasio keuangan merupakan persentase sebagai  hasil perbandingan antara pos perkiraan tertentu yang tercantum dalam  laporan keuangan suatu perusahaan, yang terdiri dari neraca dan laba rugi.
Masing-masing dari rasio keuangan memiliki interpretasi dan makna yang  berbeda dalam menganalisis kondisi dan potensi suatu perusahaan. Hal  tersebut diharapkan dapat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa  lalu dan prospeknya di masa yang akan datang (Mariwan dan Arifin, 2005).
Melalui rasio keuangan, dapat digunakan sebagai perbandingan.
Pertama, bisa membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dari waktu  ke waktu untuk mengamati kecenderungan (trend)yang sedang terjadi.
Kedua, bisa membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan  lain yang masih bergerak pada industri yang relatif sama pada periode  tertentu. Salah satu pihak yang berkepentingan dengan informasi rasio  keuangan adalah para investor dan calon investor atas perusahaan-perusahaan      yang go public. Dengan informasi itu, mereka dapat mengetahui kinerja  perusahaan-perusahaan tersebut. Investor berharap mendapatkan hasil atau  yieldsatas investasi yang mereka lakukan. Hasil yang diharapkan oleh para  investor terdiri atas dua macam, yaitu dividen dan selisih harga atau capital  gain (Dwi, 2010).
Dalam kaitannya dengan kinerja keuangan perusahaan serta  reformasi perpajakan, Ika (2005) meneliti tentang Analisis Efisiensi  Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Sebelum dan  Sesudah Berlakunya Undang – Undang Perpajakan Tahun 2000. Penelitian  Ika menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa  Efek Jakarta periode 1998 – 2001. Teknik analisis yang digunakan dalam  penelitian ini adalah uji statistic non parametrikdengan menggunakan alat uji  Peringkat Tanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Ranks Test). Hasil penelitian  Ika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat efisiensi yang signifikan  untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada periode sebelum  dan sesudah berlakunya Undang-undang Perpajakan tahun 2000.
Pada pengujian tingkat efisiensi sektor industri food and beverages  serta tobacco diperoleh hasil bahwa berlakunya Undang-undang Perpajakan  tahun 2000 tidak membawa pengaruh perbedaan efisiensi pada kedua sektor  tersebut. Untuk sektor industri otomotif, terdapat perbedaan tingkat efisiensi  perusahaan yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah berlakunya  Undang-undang Perpajakan tahun 2000. Penurunan tingkat efisiensi ini salah  satunya dipengaruhi oleh adanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia      pada tahun 1998. Kondisi ini menyebabkan pengaruh yang besar pada hasil  penelitian (Machfoedz, 1999).
Selanjutnya, Huda (2007) melakukan studi kasus berlakunya  Undang-undang Pajak tahun 2000 sebagai pengganti Undang-undang pajak  tahun 1994. Kinerja perusahaan diukur dari tingkat current ratio, debt to  equity, leverage ratio, net operating profit margin, dividend payout, dividend  yield, return on investment,dan  return on equity. Penelitian Huda  menggunakan sampel perusahaan manufaktur go-publicyang terdaftar pada  Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 1996 – 2004 dengan metode analisis  data menggunakan independent T-test. Hasil penelitian tersebut memberikan  fakta bahwa secara umum berlakunya Undang-undang Perpajakan No.
17/2000 sebagai pengganti Undang-undang Perpajakan No. 10/1994 tidak  mempunyai dampak terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Krisis ekonomi yang berawal dari tahun fiskal 1997/ 1998 di masa  orde baru tersebut ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi  Indonesia sampai pada minus 4%. Inti penurunan pertumbuhan ini adalah  merosotnya produksi nasional secara rill. Artinya, secara nasional produksi  yang menurun tersebut menyebabkan penurunan penghasilan yang ditandai  dengan menurunnya daya beli masyarakat. Keadaan ini telah memberikan  indikasi yang kuat terhadap industri manufaktur yang sempat dibanggakan itu  mengalami kemerosotan produksi, karena ternyata industri ini sangat  bergantung pada bahan baku impor. Dampak krisis ini masih terasa hingga  tahun 2000, dimana perekonomian Indonesia masih mengalami kegoncangan.
   Hal ini menyebabkan banyak perusahaan mengalami jatuh bangun karena  tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi terutama masalah  keuangan yang kemudian mempengaruhi daya saingnya di pasar global.
Penyebab utama fenomena tersebut adalah dampak dari krisis  ekonomi Indonesia yang terjadi pada penghujung tahun 1997 yang telah  memberi indikasi yang kuat terhadap kemerosotan sektor industri manufaktur.
Pada masa resesi ekonomi tersebut diperlukan suatu upaya habis- habisan  untuk memperketat biaya, dan dimana perlu mengurangi biaya- biaya melalui  tindakan- tindakan yang mungkin terasa drastis dalam kondisi yang normal.
Disamping itu perlu pertimbangan strategis dalam hal merencanakan  pemenuhan dana yang tepat dan efisien bagi perusahaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada  periode pengamatan, variabel, sampel, teknik pengujian dan undang-undang  pajak yang digunakan sebagai acuan. Pada penelitian sebelumnya, periode  pengamatan yang dipilih Ika (2005) adalah dua tahun sebelum  diberlakukannya undang-undang perpajakan yang baru dan 2 tahun setelah  diberlakukannya undang-undang perpajakan yang baru yaitu pada tahun  1998-2001. Untuk penelitian ini, window period diambil pada 3 tahun  sebelum diberlakukannya undang-undang perpajakan No. 36 tahun 200(2006-2008) dan 3 tahun sesudah  diberlakukannya undang-undang  perpajakan No. 36 tahun 2008 (2009-2011).

 Skripsi Ekonomi: Kinerja keuangan perusahaan manufaktur sebelum dan sesudah diberlakukannya undang-undang perpajakan no. 36 tahun 2008

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi