BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Corporate Governance Dan Kondisi Keuangan Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Bank Konvensional Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2009-2012
Dalam perekonomian Indonesia
seperti sekarang ini, khususnya bagi pelaku bisnis
atau pengusaha lebih
mempercayakan uangnya di
bank. Bank adalah sebuah
lembaga intermediasi keuangan
umumnya didirikan dengan
kewenangan untuk menerima
simpanan uang, meminjamkan
uang dan menerbitkan
promes atau yang
dikenal sebagai banknote.
Kata bank berasal
dari bahasa Italia
yaitu: banca berarti tempat penukaran uang. Menurut
undang-undang perbankan, bank adalah badan
usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat
banyak.
Jenis-jenis bank
ada 4 yaitu
bank sentral, bank
umum, BPR dan
bank syariah.
Fungsi dari bank sebagai berikut:
1. Penghimpun dana
yang bersumber dari
bank sendiri yang
berupa setoran modal
waktu pendirian, dana
yang berasal dari
masyarakat luas yang dikumpulkan
melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas, dana yang bersumber dari lembaga
keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana
yang berupa kredit
likuiditas dan call
money (dana yang sewaktu-waktu dapat
ditarik oleh bank
yang meminjam) dan
memenuhi persyaratan. Mungkin Anda
pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau 1 dibekukan usahanya,
salah satu penyebabnya
adalah karena banyak
kredit yang bermasalah atau macet.
2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank
disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.
3. Pelayan
jasa bank dalam
mengemban tugas sebagai
pelayan lalu-lintas pembayaran
uang melakukan berbagai
aktivitas kegiatan antara
lain: pengiriman uang, inkaso,
cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Industri perbankan
telah mengalami perubahan
besar dalam beberapa
tahun terakhir. Industri
ini menjadi lebih
kompetitif karena deregulasi
peraturan.
Saat ini,
bank memiliki fleksibilitas
pada layanan yang
mereka tawarkan seperti: lokasi tempat mereka beroperasi dan
tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan.
Dasar utama
kegiatan perbankan adalah
kepercayaaan (trust), baik
dalam penghimpunan dana
maupun dalam penyaluran
dana. Sekarang ini
banyak kejadian dalam
dunia perbankan di
Indonesia, yang kebanyakan
nasabahnya kehilangan kepercayaan
terhadap bank, karena uang nasabah yg di simpan di bank sudah
hilang dan di
gelapkan oleh pihak
perbankan. Masalah perbankan
yang sering diadukan oleh nasabah
yang dihimpun oleh badan pengaduan penyelesaian sengketa
(BPSK) selain penggelapan
dana oleh pihak
bank sebagai berikut: tingkat bunga yang berlebihan,
ketidakadilan penetapan biaya/charge dan
penalti, iklan perbankkan
yang dianggap menyesatkan
serta sikap tidak
sopan dan tidak etis
penagih hutang, surat klausula baku yang tidak adil serta permasalahan ganti rugi.
Pada tahun 2013 terjadi 216.708 kasus di bank umum, ini meningkat 1417 dibanding
tahun lalu sebagai
contohnya dalam kasus
Bank Century. Terdapat beberapa
kasus perbankan pada
kuartal pertama yang
dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse
Kriminal Mabes Polri yaitu sebagai berikut: 1.
Pembobolan Kantor Kas
Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Tamini Square.
Melibatkan supervisor
kantor kas tersebut
dibantu empat tersangka
dari luar bank.
Modusnya, membuka rekening
atas nama tersangka
di luar bank.
Uang ditransfer ke
rekening tersebut sebesar
6 juta dollar
AS.
Kemudian uang
ditukar dengan dollar
hitam (dollar AS
palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS.
2. Pemberian
kredit dengan dokumen
dan jaminan fiktif
pada Bank Internasional
Indonesia (BII) pada
31 Januari 2011
yang melibatkan account officer BII
Cabang Pangeran Jayakarta dengan total kerugian Rp 3,6 miliar.
3. Pencairan
deposito dan melarikan
pembobolan tabungan nasabah
Bank Mandiri yang
melibatkan lima tersangka
salah satunya customer
service bank tersebut.
Modusnya memalsukan tanda
tangan di slip
penarikan kemudian ditransfer
ke rekening tersangka.
Kasus yang dilaporkan
1 Februari 2011, dengan nilai
kerugian Rp 18 miliar.
4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda
Depok dengan tersangka seorang wakil
pimpinan BNI cabang
tersebut. Modusnya, tersangka mengirim
berita teleks palsu
berisi perintah memindahkan
slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening
peminjaman modal kerja.
5. Pencairan deposito
Rp 6 miliar
milik nasabah oleh
pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya
di BPR Pundi
Artha Sejahtera, Bekasi,
Jawa Barat. Pada
saat jatuh tempo
deposito itu tidak
ada dana. Kasus
ini melibatkan Direktur
Utama BPR, dua
komisaris, komisaris utama,
dan seorang pelaku dari luar bank.
6. Pada
9 Maret terjadi
pada Bank Danamon.
Modusnya head teller
Bank Danamon Cabang
Menara Bank Danamon
menarik uang kas
nasabah berulang-ulang sebesar Rp
1,9 miliar dan 110.000 dollar AS.
7. Penggelapan
dana nasabah yang
dilakukan Kepala Operasi
Panin Bank Cabang
Metro Sunter dengan
mengalirkan dana ke
rekening pribadi.
Kerugian bank Rp 2,5 miliar.
8. Pembobolan uang nasabah prioritas
Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar
yang dilakukan senior
relationship manager (RM)
bank tersebut.
Inong Malinda
Dee, selaku RM,
menarik dana nasabah
tanpa sepengetahuan pemilik
melalui slip penarikan
kosong yang sudah ditandatangani
nasabah.
9. Konspirasi
kecurangan
investasi/deposito senilai Rp
111 miliar untuk kepentingan
pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka.
Kasus perbankan
lain yang tahun
lalu menjadi sorotan
terkait dengan penurunan
rasio kecukupan modal
Bank Mutiara dibawah
8%. Komitmen LPS yang disampaikan
tersebut seiring dengan
surat dari Bank
Indonesia yang menghendaki
agar lembaga penjamin
simpanan nasabah bank
memberikan tambahan modal
senilai Rp 1,5
triliun untuk Bank
Mutiara. BI mendesak
LPS memenuhi tambahan
modal mengingat bank
sentral akan menyerahkan
fungsi pengawasan bank
kepada Otoritas Jasa
Keuangan mulai awal
2014. Dengan tambahan
modal tersebut, rasio
kecukupan modal (CAR)
Bank Mutiara bisa dinaikkan
agar memenuhi ketentuan BI, sekitar 14%.
Dengan demikian
pentingnya peran perbankan
sebagai pilar dalam pembangunan ekonomi
Indonesia saat ini,
diperlukan adanya pengawasan
dari pemerintah dan
pihak bank yang
bersangkutan agar aktivitas
perbankan tetap stabil.
Tujuan utama aktivitas perbankan
salah satunya adalah pertanggungjawaban terhadap
laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan pihak ketiga. Pihak
ketiga yang dimaksud adalah auditor, yang berperan sebagai moderator atau penasehat
dalam memajukan kelangsungan hidup bank
di masa yang
akan datang. Auditor
yang bekerja di
KAP (Kantor Akuntan
Publik), akan mengaudit
laporan keuangan klien
guna sebagai pengambilan
keputusan atas laporan
keuangan yang diaudit
bagi pihak yang berkepentingan. Perbankan
membutuhkan opini dari
auditor untuk mengetahui kinerja bank tersebut.
Terdapat 5 opini/pendapat auditor,
yaitu: pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat
wajar tanpa pengecualian
dengan bahasa penjelas,
pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar,
auditor tidak memberikan pendapat.
Jika dalam
melaksanakan tugasnya, auditor
menemukan bukti atas
kesangsian laporan keuangan klien
yang diauditnya berupa kondisi keuangan yang tidak baik, misalnya: kemampuan perbankan yang tidak
bisa memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo
dalam waktu dekat
dan tidak sanggup
melunasi bunga pinjaman kepada kreditur serta faktor lain seperti
terjadi trend negatif atas arus kas, laba dan modal,
maka perbankan yang
diaudit tersebut akan
menerima opini audit
going concern dari auditor.
Going concern adalah
suatu dalil yang
menyatakan bahwa kesatuan
usaha akan menjalankan terus
operasinya dalam jangka waktu yang cukup
lama untuk mewujudkan proyeknya,
tanggung jawab serta
aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti (Suwardjono,
2008). Opini audit
going concern merupakan suatu
opini yang dikeluarkan
auditor untuk memastikan
apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya (SPAP, 2011).
Laporan audit dengan modifikasi
mengenai going concern
merupakan suatu indikasi
bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee
tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut
pandang auditor, keputusan
tersebut melibatkan beberapa
tahap analisis.
Auditor harus
mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi
ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan membayar
hutang dan kebutuhan likuiditas
di masa yang
akan datang. Penelitian
mengenai going concern
sudah banyak diteliti dari
berbagai jenis perusahaan dan telah mengalami perkembangan dalam
penelitian yang dilakukan oleh banyak
pihak. Contoh yang dapat diambil adalah
penelitian dari Altman,
(2000) yang meneliti
prediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan analisis rasio
keuangan Z-score. Sejak saat itu, banyak penelitian
yang dilakukan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan baik
dengan menggunakan variabel
finansial maupun non
finansial. Variabel finansial,
misalnya direpresentasikan dengan
menggunakan rasio keuangan perusahaan.
Penelitian dengan non
finansial, misalnya dengan
menggunakan variabel corporate
governance, reputasi KAP,
opini audit tahun
sebelumnya.
Penelitian tentang
going concern dari
tahun ke tahun
baik itu pada
sektor perbankkan, perusahaan
manufaktur, perusahaan yang
bergerak di bidang
real estate dan
property, perusahaan sektor
publik, perusahaan jasa,
perusahaan pertambangan dan
sebagainya sudah banyak
dilakukan. Pada perusahaan manufaktur,
penelitian yang dilakukan
oleh Hani et
al., (2003) dengan menggunakan variabel quick ratio, ROA, interest margin of loans,
banking ratio, capital ratio dan
capital adequacy ratio
menunjukkan hasil bahwa variable
yang berpengaruh positif
terhadap opini audit
pada tingkat signifikan
10% terhadap opini audit adalah Quick Ratio, Return On Assets, dan Interest
Margin of Loans.
Variable lain
yang tidak signifikan
terhadap opini audit
adalah Banking Ratio, Capital Ratio, dan Capital Adequacy Ratio.
Berdasarkan Forum for Corporate
Governance in Indonesia, untuk berhasil di pasar
yang bersaing, suatu
perusahaan harus mempunyai
pengelola perusahaan yang inovatif,
yang bersedia untuk mengambil risiko
yang wajar dan senantiasa mengembangkan
strategi baru untuk
mengantisipasi situasi yang
berubah-ubah.
Oleh karena
itu, diperlukan suatu
pedoman yang mengatur
kegiatan perusahaan sehingga
tercapai Good Corporate
Governance. Menurut PT
Bursa Efek Indonesia tahun 2011, Tata Kelola Perusahaan atau Good Corporate Governance (selanjutnya disebut sebagai GCG) merupakan
suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan
perusahaan secara profesional
berlandaskan prinsip- prinsip transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independen serta kewajaran dan kesetaraan.
Tujuan utama dilaksanakannya GCG
adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan
pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya dalam
jangka panjang. Variabel
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, proporsi
komisaris independen dan jumlah komite audit.
Menurut Jensen
dan Meckling, (1976)
kepemilikan manajerial dapat menyelaraskan
masalah keagenan yang terjadi antara pemilik
saham dengan dan manajer. Petronila,
(2007) prosentase kepemilikan
anggota dewan dalam perusahaan menyebabkan
meningkatnya kinerja operasional
perusahaan dikarenakan anggota
dewan merasa memiliki perusahaan sehingga berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya melalui
peningkatan pengendalian.
Komisaris independen
merupakan komisaris yang
berasal dari pihak
yang tidak terafiliasi. Komisaris
independen diharapkan mampu menempatkan keadilan (fairness)
sebagai prinsip utama
dalam memperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang mungkin sering
terabaikan, misalnya pemegang saham minoritas serta para stakeholder
lainnya, sebab komisaris
independen harus bebas
dari kepentingan dan
urusan bisnis apapun
yang dapat dianggap
sebagai campur tangan
untuk bertindak demi
kepentingan yang menguntungkan
perusahaan (Forum for Corporate
Governance in Indonesia, 2000).
Komite audit
bertugas untuk membantu
Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya.
Komite audit berfungsi
untuk meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan meningkatkan
fungsi audit internal
dan eksternal.
Perusahaan yang memiliki
komite audit biasanya
memiliki manajemen perusahaan yang lebih transparan dan akuntabel,
sehingga prinsip good corporate governance dapat diterapkan dengan baik.
Penelitian yang
dilakukan oleh Rahman
dan Baldric, (2011)
melakukan penelitian terhadap
perusahaan manufaktur dengan menggunakan variabel kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, opini
audit tahun sebelumya, ukuran
perusahaan dan debt
to equity ratio.
Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa variabel kualitas
audit, kondisi keuangan
perusahaan, Ukuran perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern. Pertumbuhan perusahaan
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going
concern. Opini audit
tahun sebelumnya berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Debt to equity
ratio berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Susanto, (2009)
melakukan penelitian terhadap
perusahaan publik sektor manufaktur
dengan menggunakan variabel kondisi keuangan,
current ratio, quick ratio, cash
flow from operations, return on assets,
debt to equity, long term debt to total
assets, debt to total assets, kualitas
audit, opini audit tahun sebelumnya, debt
default, opinion shopping. Kesimpulan
dari penelitian tersebut yaitu variabel kondisi keuangan
yang buruk akan
memberikan opini audit
going concern.
Variabel current ratio, quick
ratio, cash flow from operations, debt to equity, long term debt to total assets, kualitas audit, debt default
dan opinion shopping tidak 1memengaruhi opini audit going concern. Variabel
return on assets, debt to total assets
dan opini audit tahun sebelumnya memengaruhi opini audit going concern.
Sapridawati et al.,
( 2011) melakukan penelitian pada sektor prusahaan jasa dengan
menggunakan variabel Debt
default, kualitas audit,
opinion shopping, kondisi keuangan, current ratio, debt to equity dan opini audit tahun sebelumnya.
Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa
variabel debt default,
kualitas audit, kondisi keuangan (current ratio dan
debt to equity) tidak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
opini audit going
concern. Variabel opinion
shopping dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan audit going concern.
Ardiani et
al., (2012) melakukan
penelitian terhadap perusahaan
real estate dan property dengan menggunakan variabel audit
tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default,
opinion shopping dan
kondisi keuangan. Berdasarkan
analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan dari hasil pengujian dengan
tingkat signifikansi 5%,
diperoleh bukti bahwa
variabel disclosure, ukuran KAP
dan debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern. Variabel
audit tenure, opinion
shopping dan kondisi keuangan
tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit
going concern.
Opini audit
going concern yang
dikeluarkan oleh auditor
akan memengaruhi kondisi internal maupun eksternal dari
perusahaan tersebut.
Ardianingsih, (2012)
melakukan penelitian terhadap
perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI
dari tahun 2004-2006
dengan menggunakan variabel perubahan
dewan komisaris, perubahan
dewan direksi, keberadaan
komite audit 1dan kualitas KAP. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan
menggunakan regresi logistik diperoleh
bukti empiris bahwa
perubahan dewan komisaris
dan keberadaan komite
audit tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap
opini audit dengan
penjelasan going concern.
Variabel perubahan dewan
direksi dan kualitas
KAP berpengaruh signifikan
terhadap opini audit
dengan penjelasan going concern.
Chandra, (2013)
melakukan penelitian terhadap
semua perusahaan yang terdaftar
dalam BEI dari tahun 2010-2011 dengan menggunakan variabel proporsi kepemilikan manajerial, banyaknya komisaris
independen dan keberadaan komite audit. Berdasarkan
pengujian hipotesis dengan
menggunakan regresi logistik diperoleh
bukti bahwa variabel
proporsi kepemilikan manajerial
tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap pemberian
opini audit mengenai
going concern.
Variabel banyaknya
komisaris independen juga
tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap pemberian opini
audit mengenai going
concern. Variabel keberadaan
komite audit juga
tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap pemberian opini audit mengenai going concern.
Kesimpulan yang dapat diambil
dari beberapa contoh penelitian diatas bahwa bukan
hanya faktor keuangan
saja yang menjadi
penyebab perusahaan tersebut menerima
opini going concern
dari auditor, tetapi
faktor non keuangan
seperti kualitas audit,
opini audit tahun
sebelumnya dan mekanisme
corporate governance bisa
menjadi salah satu
penyebab auditor mengeluarkan
opini audit going concern
melalui proses audit yang dilakukan.
Pihak eksternal terutama para investor akan
memikirkan risiko yang
mereka alami apabila
masih menjalin 1hubungan kerja dengan perusahaan yang telah
mendapat pernyataan opini going concern
dari auditor. Untuk
itu, peneliti tertarik
akan melakukan penelitian dengan
berfokus pada sektor
perbankkan. Peran perbankkan
nasional dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor
yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang
kegiatan pembangunan nasional
atau regional. Peran
itu diwujudkan dalam
fungsi utamanya sebagai
lembaga intermediasi atau
institusi perantara antara
debitor dan kreditor.
Dengan demikian, pelaku
ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya
dapat terpenuhi dan kemudian roda
perekonomian bergerak.
Pada dasarnya,
masyarakat saat ini
mempercayakan uangnya di
bank terutama para
pelaku bisnis. Bank
adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Jika
bank tersebut sudah
tidak dipercaya lagi
oleh masyarakat, maka
akan terjadi kebangkrutan
dalam bank tersebut
karena tidak dapat memberikan hak yang seharusnya diperoleh
oleh para nasabahnya.
Penelitian ini mengacu pada
penelitian Novanda et al., (2012). Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah sebagai berikut: 1. Variabel independen,
penelitian sebelumnya menggunakan
kajian berdasarkan model
prediksi kebangkrutan (altman
model, springate model, zmijewski model dan
revised altman model), profitabilitas, kualitas audit dan opini audit sebelumnya. Untuk penelitian ini, variabel independennya
terdiri dari corporate
governance (kepemilikan manajerial,
proporsi komisaris 1independen
dan jumlah komite
audit independen) dan
variabel kondisi keuangan (CAR, NPL, LDR, ROE dan BOPO). Alasan
peneliti menggunakan rasio CAR, NPL,
LDR, ROE dan BOPO karena dalam penelitian sebelumnya oleh
Christary dan Desi
(2011) menyatakan bahwa
rasio LDR berpengaruh negatif terhadap opini going concern. Rasio NPL memiliki pengaruh positif terhadap
opini going concern
ini disebabkan pada
masa penelitian, peneliti mengambil sampel bank dari tahun 2004-2008
yang saat itu Indonesia masih mengalami
krisis. Rasio likuiditas memiliki pengaruh signifikan sebesar 5% terhadap
opini audit going
concern (Januarti dan
Ella, 2008). Hal
ini disebabkan karena pada saat
itu Indonesia masih terpengaruh krisis moneter tahun
1997 dan obyek
yang menjadi sampel
adalah dari tahun
2000-2005.
Penulis juga menambahkan rasio
BOPO karena rasio tersebut digunakan oleh banyak
perusahaan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya
operasional terhadap pendapatan
operasional. Alasan peneliti
menggunakan variabel tersebut,
karena peneliti ingin
mengetahui seberapa besar
pengaruhnya terhadap opini going concern dalam kurun waktu setelah terjadinya krisis moneter yang melanda
Indonesia.
Peneliti juga
menambahkan variabel corporate
governance yaitu kepemilikan
manajerial, proporsi komisaris
independen, dan jumlah
komite audit karena
dari penelitian sebelumya,
variabel corporate governance terutama pada perbankkan jarang
diteliti, sehingga peneliti ingin mengetahui seberapa
besar pengaruhnya tata
kelola perusahaan terhadap
penerimaan opini going concern.
12. Populasi dalam
penelitian sebelumnya diambil
dari perusahaan perbankan yang
listing di BEI
selama 3 tahun
yaitu 2009-2011. Untuk
penelitian ini, populasi
dalam penelitian sebelumnya
diambil dari perusahaan
perbankan yang listing di BEI
selama 4 tahun yaitu 2009-2012. Peneliti menambahkan jumlah
tahun pengamatan untuk
melihat kecenderungan trend
pemberian opini going concern
dalam jangka panjang.
Penelitian ini
dilakukan oleh penulis
untuk mengukur seberapa
besar pengaruh dari corporate governance (kepemilikan manajerial, proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit independen)
dan variabel kondisi keuangan (CAR, NPL,
LDR, ROE dan
BOPO) terhadap kemungkinan
auditor dalam memberikan
opini going concern,
pada bank konvensional
yang telah listing
di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2009 - 2012. Dari uraian diatas, maka peneliti mengambil
judul “PENGARUH CORPORATE
GOVERNANCE DAN KONDISI
KEUANGAN BANK TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA
BANK KONVENSIONAL YANG
LISTING DI BURSA EFEK
INDONESIA PADA TAHUN 2009-2012”.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Corporate Governance Dan Kondisi Keuangan Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Bank Konvensional Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2009-2012
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi