BAB I.
PENDAHULUAN.
A. LATAR BELAKANG MASALAH.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh corporate governance dan latar belakang pendidikan terhadap environmental disclosure
Dewasa ini
tuntutan terhadap perusahaan
semakin besar. Perusahaan diharapkan
tidak hanya mementingkan
kepentingan manajemen dan
pemilik modal (investor
dan kreditor) tetapi
juga karyawan, konsumen
serta masyarakat (Anggraini,
2006). Pemerintah Indonesia memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan
corporate social responsibility dengan
menganjurkan praktik tanggung jawab sosial (social responsibility)
sebagaimana di muat dalam UndangUndang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas Bab IV pasal; 66 ayat 2b dan
Bab V pasal 74 (Rahajeng, 2010).
Corporate Social
Responsibility semakin berkembang
terkait dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang
terjadi di Indonesia maupun dunia, mulai dari
penggundulan hutan, polusi
udara dan air,
hingga perubahan iklim (Utomo, 2007).
Permasalahan lingkungan menjadi
perhatian serius, baik
oleh konsumen, investor,
maupun pemerintah. Pada
umumnya, para investor
lebih tertarik pada perusahaan
yang menerapkan manajemen lingkungan yang baik dan tidak mengabaikan masalah pencemaran
lingkungan. Adanya kepentingan bisnis untuk menunjukkan
reputasi, kredibilitas dan
value added bagi
perusahaan di mata stakeholder menjadi dorongan perusahaan
untuk mengungkapakan tanggung jawab sosialnya
terhadap lingkungan dalam
annual report mereka
(Miranti, 2009).
1 Tanggung
jawab perusahaan harus
berpijak pada triple
bottom lines termasuk
keuangan, sosial, dan lingkungan karena
kondisi keuangan tidak cukup untuk menjamin
nilai perusahaan tumbuh
secara berkelanjutan (Anwar
et al., 2010).
Pengungkapan informasi CSR
dalam laporan tahunan
merupakan salah satu
cara perusahaan untuk
membangun, mempertahankan, dan
melegitimasi kontribusi perusahaan
dari sisi ekonomi
dan politis (Guthrie
dan Parker, 1990; dalam
Sayekti dan Wondabio, 2007). Tanggung jawab sosial dapat digambarkan sebagai
ketersediaan informasi keuangan
dan non-keuangan berkaitan
dengan interaksi organisasi
dengan lingkungan fisik
dan lingkungan sosialnya (Sembiring, 2003).
Pada beberapa
tahun terakhir ini,
Indonesia mengalami permasalahan pencemaran
lingkungan seperti halnya
negara-negara yang lain
(Suratno, Darsono, Mutmainah,
2006). Hal ini
bisa di lihat
dari meningkatnya pengaduan masyarakat
mengenai pencemaran lingkungan
dari tahun ke
tahun. Untuk tahun 2009
Badan Lingkungan Hidup Sumatera Selatan menerima 27 kasus, selanjutnya tahun
2010 tercatat 18
kasus, dan tahun
2011 ada 25
kasus permasalahan pencemaran
lingkungan, dan tahun
2012 tercatat 35
kasus pengaduan, (Antara Sumsel, 12 Desember 2012). Sedangkan kerusakan
lingkungan hidup di Indonesia ada 300
kasus (Kompas, 25 Oktober 2012).
Selain itu
Indonesia dan negara
di Asia menghadapi
ancaman bencana hidrometeorologi, yaitu banjir, kekeringan,
tanah longsor, puting beliung, hingga gelombang pasang.
Menurut Kepala Pusat
Data, Informasi, dan
Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sutopo Purwo Nugroho,
sejak Januari hingga
13 Desember 2012
tercatat 729 kejadian
bencana di Indonesia.
Sebanyak 85
persen adalah bencana
hidrometeorologi. Kejadian ini
lebih besar daripada
rata-rata tahun 2002-2011,
yakni 77 persen
(Kompas, 14 Desember 2012).
Sutopo mengatakan
bahwa meningkatnya bencana
hidrometeorologi disebabkan oleh
kerusakan lingkungan akibat
ulah manusia (antropogenik) dan faktor perubahan
iklim. Badan PBB
untuk Pengurangan Risiko
Bencana (UNISDR) merilis hasil
penelitian yang menyebutkan banjir merupakan bencana paling kerap terjadi di Asia sepanjang 2012,
yaitu mencapai 44 persen (Kompas, 14
Desember 2012).
Kamis 17 Januari 2013 banjir
melanda seluruh wilayah Kota Jakarta dan melumpuhkan
segala akses. Menurut
sejumlah pakar di
beberapa bidang, banjir Jakarta
merupakan gabungan dari
faktor cuaca ekstrem
dan lebih-lebih, faktor kompleksitas Jakarta (National Geographic
Indonesia, 17 Januari 2013). Selain itu kondisi tanah
di Jakarta yang
terus menurun menyebabkan
banjir meluas (Kompas, 18 Januari 2013).
Kemerosotan daya dukung
lingkungan memicu terjadinya bencana yang berujung
pada kesengsaraan manusia
(Suara Merdeka, 6
Januari 2009) dan menyebabkan
dampak korban jiwa dan kerugian ekonomi (Kompas, 14 Desember 2012).
Munculnya banjir lumpur
bercampur gas sulfur
di daerah Sidoarjo
Jawa Timur merupakan
bukti rendahnya perhatian
perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktifitas industrinya (Ja`far,
2006).
Corporate governance yang
baik menjadi salah
satu faktor pendorong yang
memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan
hidup (Eng dan Max,
2003). Menurut Solomon (2007), corporate
governance adalah suatu sistem check
and balance, baik
yang berasal dari
dalam dan luar
perusahaan, yang menjamin
perusahaan untuk melaksanakan
pertanggungjawaban kepada semua stakeholder dan
bertindak sesuai dengan
pertanggungjawaban sosial dimana perusahaan melakukan aktivitasnya. Corporate
governance merupakan kunci atau alat untuk
mengawasi kinerja perusahaan
oleh stakeholder termasuk
investor.
Adanya corporate
governance yang baik
akan meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas perusahaan,
sehingga tanggung jawab
lingkungan akan di
ungkap dalam annual report (Dian,
2009).
Hasil beberapa
penelitian mengenai pengungkapan
lingkungan hidup menunjukkan
hasil yang beragam
karena dasar acuan
yang dipakai untuk mengukur tingkat
pengungkapan tidak sama
dan objek penelitian
yang berbeda.
Umi (2010) meneliti information
gap: demand supply environmental disclosure di Indonesia.
Hasilnya menunjukkan bahwa
dari jumlah sampel
sebesar 100 perusahaan
hanya terdapat 44
perusahaan (44,00%) yang
melakukan pengungkapan lingkungan
hidup dengan level of disclosure 4,63% dengan metode unweighted
index dan 4,84%
dengan metode weighted
index. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa profitabilitas, leverage,
dan proporsi komisaris independen
berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan lingkungan hidup.
Sedangkan size, profiel,
dan cakupan operasional
perusahaan tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap
pengungkapan lingkungan hidup
di Indonesia.
Penelitian ini
dilakukan untuk menguji
kembali pengaruh corporate governance
dengan pengungkapan lingkungan. Adanya hasil yang tidak konsisten dari
penelitian-penelitian
sebelumnya menjadikan isu
ini menjadi topik
yang penting untuk diteliti.
Penelitian ini merupakan
replikasi dari penelitian sebelumnya.
Pada dasarnya penelitian
ini mengacu pada
penelitian yang telah dilakukan oleh
Dian (2009). Perbedaannya
adalah skor yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah ítem
dari Global Reporting
Initiatives (GRI) 2011, sedangkan pada
penelitian terdahulu mengunakan
Indonesian Environmental Reporting
Indeks (IER) yaitu
indek yang digunakan
untuk membobot environmental
disclosure dalam annual
report yang merupakan
hasil penelitian dari Suhardjanto, Tower, dan Brown. Indikator
GRI ini dipilih karena merupakan aturan internasional
yang telah diakui
oleh perusahaan di
dunia yang mencakup kinerja ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, hak
asasi manusia, sosial/ masyarakat dan
tanggung jawab produk dan masyarakat.
Selain itu
sampel yang digunakan
berbeda dengan penelitian
terdahulu, pada penelitian
terdahulu sampel yang digunakan adalah semua jenis perusahaan.
Pada penelitian
ini dikhususkan pada
perusahaan manufaktur karena
dalam menjalankan kegiatan
usahanya kemungkinan untuk
merusak dan mencemari lingkungan lebih besar daripada perusahaan
non-manufaktur.
Penelitian ini
bertujuan untuk menguji
pengaruh corporate governance dalam hal
ini mengenai proporsi
komisaris independen, jumlah/
rapat dewan komisaris,
latar belakang pendidikan
komisaris utama, jumlah
komite audit independen,
dan jumlah rapat
komite audit terhadap
pengungkapan lingkungan.
Berdasarkan uraian
tersebut di atas
maka peneliti akan
melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Corporate
Governance dan Latar
Belakang Pendidikan terhadap
Environmental Disclosure :
Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia”.
B. RUMUSAN MASALAH.
Sesuai dengan
latar belakang dan
judul penelitian, maka
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Apakah
corporate governance mempengaruhi
environmental disclosure pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?.
2. Apakah latar belakang pendidikan komisaris
mempengaruhi environmental disclosure pada
perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia?.
C. TUJUAN PENELITIAN.
Penelitian ini bertujuan untuk:.
1. Menguji
dan memperoleh bukti
empiris mengenai pengaruh
proporsi dewan komisaris,
jumlah rapat dewan
komisaris, proporsi komite
audit independen, dan
jumlah rapat komite
audit terhadap environmental disclosure .
2.
Menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh latar belakang pendidikan
komisaris terhadap environmental disclosure.
D. MANFAAT PENELITIAN.
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat termasuk: 1.
Dapat memberikan kontribusi
terhadap literatur penelitian
akuntansi khususnya mengenai corporate governance dengan
environmental disclosure pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
2. Bagi
perusahaan, dapat memberikan
masukan dalam perbaikan
dalam penerapan corporate
governance dan pelaporan
aktivitas lingkungan hidup dalam
annual report.
3. Bagi investor, kreditor, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya, dapat menjadi acuan
tambahan dalam menganalisis
informasi terkait dengan pengukuran
corporate governance dan
environmental disclosure dalam annual
report.
4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dalam penentuan kebijakan lingkungan hidup.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh corporate governance dan latar belakang pendidikan terhadap environmental disclosure
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi