Rabu, 26 November 2014

Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kepemimpinan Spiritual Pada Manajemen Karir Dan Produktivitas Dengan MeaningCalling Dan Membership Sebagai Pemediasi

 BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kepemimpinan Spiritual Pada Manajemen Karir Dan Produktivitas Dengan MeaningCalling Dan Membership Sebagai Pemediasi
Spiritualitas  diakui  sebagai hal  yang vital dalam organisasi ketika telah  terjadi pergeseran dari paradigma lama ke paradigma baru dalam organisasi. Penelitian yang dilakukan Mitroff, Denton, danAlpaslan(2008) menyatakan  values based companies berdasar Spiritualities  based  organization berdasarkan  spiritual).  Sebuah  pergeseran  akan  kesadaran  manajer  dan  karyawan pada semua level organisasi mulai terjadi di mana mereka mencari  sesuatu  yang  lebih  dari  pekerjaan,  yaitu berupa  makna,  tujuan  akhir,  serta  pemenuhan akan kebutuhan dalam pekerjaan mereka (Fry, 2003;Fry,Vitucci,  Steve dan Cedillo.,  2005 dan Fry  dan Matherly.,  2006).  Hal  tersebut  membuktikan  bahwa spiritualitas  mendapatkan perhatian  dalam dunia kerja,  bahkan  yang  lebih  ideal  adalah  organisasi  harus  menaruh  perhatian  yang  serius terhadap spiritualitas(Rahmat,2011).

Ketika  berbicara  mengenai spiritualitas bukanlah suatu religi  seperti  Islam,  Kristen,  Yahudi,  Budha,  dan  agama  lainya.  Tetapi  semua  itu  adalah  jalan penting di mana spiritualitas dialami dan dijalani secara historis (Mitroff  et al., 2008).  Dari sudut pandang  spiritual,  peran seorang pemimpin  adalah  untuk memobilisasi kekuatan manusia yang potensial dan memandu manusia  di jalan kesempurnaan merupakan tugas sangat mulia yang tidak mudah untuk  dilakukan. Perkembangan spiritualitas di tempat kerja tidak dapat diharapkan   berkembang  sendiri  tanpa  adanya  dukungan  dari  pimpinan.  Itu  sebabnya,  wacana kepemimpinan spiritual menjadi penting untuk dikemukakan.
Pandangan  terhadap  kebutuhan  akan  perubahan  model  kepemimpinan  dinyatakan  oleh  Fry (2003)  bahwa,  sejak  tahun  1980-an  mulai  terjadi  pergeseran  fokus  dari  teori  kepemimpinan behavioral  contingency,  yang  mempelajari  perilaku  pemimpin  yang  cocok  dengan  situasi  tertentu,  menuju  kepemimpinan  strategis  yang  menekankan  visi,  motivasi,  dan  pengendalian  nilai-nilai  atau  budaya  di dalam  organisasi.  Pernyataan  Fry  ini  didukung  dengan maraknya penerbitan buku-buku teks kepemimpinan  yang mengupas  tentang  kepemimpinan  dan  budaya  organisasi,  kepemimpinan  perusahaan  berdasarkan  misi  dan  nilai-nilai,  dan artikel-artikel  tentang  spiritualitas  di  tempat kerja dalam jurnal-jurnal bisnis dan manajemen (Fry, 2003; Fry el al., 2005; Fry et al., 2006 dan Avolio, Fred dan Weber., 2009). Pendapat lainnya  mengenai  kepemimpinan  spiritual  menegaskan  bahwa  seorang  pemimpin  haruslah memiliki  perasaan, keutuhan jiwa dan  kemampuan  intelektual  serta  komitmen  pribadi  dan  integritas,  sebagai  bentuk  kecerdasan  spiritual  yang  sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan (Pagu, 2002).
Fry  (2003) adalah  peneliti  pertama  yang  mengintegrasikan  gagasan  spiritual  tempat  kerja  dan  kepemimpinan  spiritual,  yang  kemudian  mengembangkan  teori  kepemimpinan  spiritual  (Spiritual  Leadership).
Spiritual  Leadership  Theory (SLT)  menunjukkan  bahwa  terdapat   sebuah  pengaruhpositif antara tempat kerja dan kepemimpinan spiritual dengan nilai  dan sikap. Teori kepemimpinan spiritual berakar dalam hakiki model motivasi   dimana  menggabungkan  visi,  hope/faith,  dan  altruistic  love yang  menggambarkan efektivitaspemimpin.
Sedangkan  penelitian  selanjutnya  oleh Fry,  et  al (2005) menyajikan  penelitian  kepemimpinan  spiritual  dengan  respondendari  pasukan  angkatan  udara  AS.  Hasil  penelitian  menunjukkan bahwa  kepemimpinan  spiritual  secara  signifikan  berpengaruh pada komitmenorganisasi  dan  produktivitas  karyawan.  Kepemimpinan  spiritual  bertujuan  untuk  memuaskan  kebutuhan  dasar psikologi karyawan dari kelangsungan hidup seperti keterpanggilan dan  keanggotaan;  menciptakan  penglihatan  dan  konsistensi  antara  nilai-nilai  lintas-organisasi  yang  diberdayakan  kelompok  dan  individuyang akhirnya  berkembang  pada  tingkat  tertinggi  dari  keuntungan  effisien,  pertumbuhan  manusia, dan kesejahteraan. Penelitian Fry et al(2005) ini menginspirasi dan  menjadi  dasar  penelitian  untuk  masa  depan  organisasi   dari  kepemimpinan  spiritual (Chen, Chin-Yi,Chin-Yuan, danChun-I, 2012).
Dari berbagai  penelitian (Hoog, 2001; Fry, 2003; Fry el al, 2005;  Fry et  al, 2006; dan Avolioet al, 2009) diketahui bahwa pengembangan spiritualitas  di  tempat  kerja  berpengaruh  positif  terhadap  sikap  dan  perilaku  kerja  para  pegawai,  meliputi:  kepuasan  kerja,  komitmen,  motivasi,  keterlibatan  kerja,  inovasi,  dan  produktivitas.  Hal-hal  tersebut  sangat  penting  bagi  efektivitas  organisasi  secara  keseluruhan.  Seorang  pemimpin  harus  mampu  mengidentifikasi  tujuan  dalam  empat  bidang  kehidupan:  fisik,  mental,  sosial/emosional,  dan  spiritual.  Kemudian  keempat  tujuan  tersebut  perlu  diintegrasikan  ke  dalam  diri  karyawan,  sehingga  akhir  tujuan  tersebut  akan  menimbulkan sebuah nilai abstrak berupa kepuasan diri, yang pada akhirnya   juga  berdampak  positif  bagi  perkembangan  organisasi  (Smith,  2001).  Dari  konsep  ini,  terlihat  bahwa  adanya  sebuah  pengakuan  akan  pentingnya  nilai  spiritualitas dalam organisasi.
Banyak  orang  bekerja  hanya  untuk  memenuhi  kebutuhan  ekonomi  dan  status,  bukan karena mencintai pekerjaan itu sendiri dan menemukan makna  hidup  melalui  pekerjaannya.  Menurut  Fry  (2003),  kepemimpinan  spiritual merupakan  kumpulan  nilai-nilai,  sikap,  dan  perilaku  yang  diperlukan  untuk  memotivasi diri sendiri maupun orang lain secara intrinsik, sehingga masingmasing  memiliki  perasaan survival  yang  bersifat  spiritual  melalui  keanggotaan  dan  keterpanggilan.   Ketikafungsi  motivasi  intrinsik  ini  dapat  bekerja  dengan  baik,  setiap  pegawai  akan  mengalami  suatu  perasaan  terpanggil  dan  terlibat  dalam  suatu  organisasi  yang  pada  akhirnya  akan  meningkatkan kinerja (Fry, 2003dan Fry et al, 2005).
Melalui  kepemimpinan  spiritual,  suatu  budaya  organisasi  yang  berdasarkan altruistic love(tanpa pamrih) akan terbentuk sebagaimana  yang  disampaikan  Tobroni  (2010)  bahwa  di  tengah  krisis  kepercayaan  kepemimpinan suatu negara, muncul gaya kepemimpinan Spiritual.
Chen et al(2012) melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan  spritual pada produktivitas  dan   manajemen  karir  menunjukkan pengaruh positif  dengan  responden  dari  tiga  bidang  industri  yaitu  manufaktur,  pelayanan,  dan  keuangan-perbankan di  China  dan  Taiwan  dengan  mempertimbangkan  adanya  pengaruh  budaya  yang  mungkin  dapat  mempengaruhi hasil organisasi. Penelitian tersebut dilakukan karena melihat  bahwa  dalam  banyak  litelatur  tentang  spiritualitas  mengambil  subyek   penelitian  di  benua  Eropadan  Amerika  sedangkan  untuk  benua  Asia  baru  dilakukan  di  India,  China,  dan  Taiwan (Asmosh  dan Duchon.,  2000;  Bradbery, Martin, Hauen, Segal,  Green, Duncan,  Kodatt, Brymer,  Gray  dan  Tonia., 2011; Fry et al., 2005; Karakas, 2010; Mitroff et al., 2008 dan Reave,  2005; Chen et al, 2012).
Di  Indonesia setelah tahun 2000-an, semakin banyak ahli  yang meneliti  tentang perlunya nilai-nilai spiritual ditumbuhkembangkan dalam manajemen  dan  budaya  organisasi  (Rahmat,  2011),  seperti  karya  Johanes  Pagu  (2002)  tentang  EQ  dalam  Kepemimpinan,  Tobroni  (2010)  tentang  Spiritual  Kepemimpinan  Problem  Solver  Krisis, dan Ihsan  Rahmat  (2011)  tentang  Manajemen Islam.
Penelitian ini  merupakan  replikasi  parsial  dari  penelitian Chen et  al (2012)  yang  berfokus  pada  pengaruh  kepemimpinan  spiritual pada  manajemen karir dan produktivitas denganmeaning/ callingdan membership sebagai pemediasi. Penelitian tersebut bersumber pada konsep SLT (Spiritual  Leadership Theory)yang dikemukakan oleh Fry (2003).
Isu mengenai spiritualitas di tempat kerja ini tentu sangat berarti. Hal ini  dapat menjadi alternatif dari model birokrasi yang sudah terbukti tidak efektif.
Birokrasi  yang  banyak  diterapkan  pada  organisasi  pemerintah  cenderung  berorientasi pada standardisasi, formalisasi, dan sentralisasi. Manakala fungsi  motivasi ini dapat bekerja dengan baik, setiap pegawai akan mengalami suatu  perasaan terpanggil, suatu bentuk hubungan dengan tugas/pekerjaan. Melalui  kepemimpinan spiritual, suatu budaya organisasi yang berdasarkan altruistik  love(tanpa pamrih) akan terbentuk. Imbasnya, perilaku birokrasi yang rentan   dengan  budaya  mencari  untung  (rent  seeking  behaviour)  dapat  dihilangkan  (Rahmat, 2011).
Perilaku  pemimpin  yang  kurang  baik  akhir-akhir  ini,  menimbulkan  terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemimpin (suaramerdeka.com, 12 Mei  2012).  Pemimpin  yang  seharusnya  menjadi  pelindung,  pengarah  dan  memotivasi  bawahan  sekarang  ini  langka  untuk dijumpai.  Banyaknya  kasus  korupsi  yang membelit kepala daerah,selaku pemimpin publik di daerahnya  masing-masing,  dari  524  kepala  daerah  (propinsi,  kabupaten  dan  kota),  173  kepala daerah diantaranya tersangkut kasus korupsi. Di Kemendagri tercatat,  70  %  dari  mereka  terbukti  bersalah  dan  masuk  bui (suaramerdeka.com,  12 Mei  2012). Ini  membuktikan  rendahnya  mental  para  pemimpin.  Seorang  pemimpin yang baik bisa memberi contoh pada bawahan bagaimana melayani  publik  dengan  baik.  Atau  bisa  dikatakan  hakikat  dari  kepemimpinan  adalah  suatu kegiatan memengaruhi orang lain agar orang tersebut dapat bekerjasama  untuk  mencapai tujuan  yang  telah  ditetapkan.  Hal  ini  sama  seperti  yang  diungkapkan  oleh  Raffey  (2011),  bahwa  dengan  manajemen  dan  kepemimpinan yang baik dapat mempengaruhi pelayanan publik.
Pemilihan pegawai negeri sipil di lingkungan PemkabSukoharjo sebagai  responden  penelitian  ini  didasarkan  pada  kenyataan  di  lapangan  bahwa  spiritualitas memegang peranan penting ketika seseorang melakukan interaksi  dengan  sesamanya,  termasuk  dalam  menjalankan  pekerjaan  untuk  melayani  publik.  Seorang  pegawai  negeri  sipil  dapat  memberikan  pelayanan  publik  dengan  baik  tentunya  membutuhkan  dukungan  dari  seorang  pemimpin.  Hal  ini  juga  dirasakan  oleh  pemerintah  kabupaten  Sukoharjo  dimana   kepemimpinan  spiritual  akan  menunjang  peningkatan organizational  outcomes.Hal ini terlihat dari visi bupati dan wakil bupati Sukoharjo periode  2010-2015  untuk  mewujudkanmasyarakat  Sukoharjo  yang  sejahtera,  maju,  dan  bermatabat  didukung  pemerintahan  yang  profesional.  Kemudian  poin  untuk  dukungan  pemerintahan  yang  profesional  tertuang  dalam  misi  membangun  manajemen pemerintahan  yang  profesional,  bersih  dan  yang  berbasis pada pelayanan  masyarakat(sukoharjokab.go.id).  Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  diuraikan  mengenai  kepemimpinan  spiritualitas  dan  pengaruhnya terhadap hasil organisasi karyawan pada pemerintah Kabupaten  Sukoharjo,  selanjutnya  penelitian  ini  diberi  judul:  PENGARUH  KEPEMIMPINAN  SPIRITUAL  PADA  MANAJEMEN  KARIR DAN  PRODUKTIVITAS  DENGAN  MEANING/CALLING DAN  MEMBERSHIP SEBAGAI  PEMEDIASI Pegawai  Negeri  Sipil Kabupaten Sukoharjo).
B.Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitianiniadalah sebagai berikut:.
1. Apakahkepemimpinan spiritual berpengaruhpositif padameaning/calling karyawan?.
2. Apakah  kepemimpinan  spiritual berpengaruh positif pada membership karyawan?.
3. Apakahmeaning/calling berpengaruh positif  pada  manajemen  karir  dan  produktivitas karyawan?.
 4. Apakah membershipberpengaruh  positif  pada  manajemen  karir  dan  produktivitas karyawan?.
5. Apakah meaning/callingmemediasipengaruh kepemimpinan spritualpada manajemen karir dan produktivitas karyawan?.
6. Apakahmembershipmemediasipengaruh  kepemimpinan  spritual pada manajemen karir dan produktivitas karyawan?.
C. TujuanPenelitian.
Penelitian ini bertujuanuntukmengetahui pengaruh yangditimbulkan antara  kepemimpinan  spriritual, meaning/calling, membership pada  manajemen karir dan produktivitassebagai berikut:.
1. Untuk  mengetahui  dan  menganalisis pengaruh kepemimpinan spiritual pada meaning/calling karyawan.
2. Untuk  mengetahui  dan  menganalisis pengaruh kepemimpinan  spiritual padamembershipkaryawan.
3. Untuk  mengetahui  dan  menganalisis pengaruh meaning/calling pada  manajemen karir dan produktivitas karyawan.
4. Untuk  mengetahui  dan  menganalisis  pengaruh membership pada  manajemen karir dan produktivitas karyawan.
5. Untuk  mengetahui  dan  menganalisis  apakah meaning/callingmediasi pengaruh kepemimpinan spritualpada manajemen karir dan produktivitas  karyawan.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah membershipmediasipengaruh  kepemimpinan spiritual pada manajemen karir dan produktivitas karyawan.
 D.ManfaatPenelitian.
Hasil penelitianini diharapkandapat memberikanmanfaat, baik secara praktis dan akademis, antaralain:.
1.Manfaat Praktis.
a.Bagi Pemerintah Memberikan gambaran baru dinamika organisasi yang  menekankansoft  skillmengenai spiritualitas  kepada  pemimpin  daerah  melalui program kerja yang mampu memberikanpandanganbaru dan pola pikir pegawai  negeri  sipil  untuk  bekerja  dengan  didasari  spiritualitas kerja.
b.Bagi Organisasi Memberikan  pengetahuan  mengenai kepemimpinan  spiritual pada  pemimpin/ketua organisasi danmeaning/calling dan membership.
2.Manfaat Akademis.
a. Bagi Penulis Menambah  wawasan  dan  khasanah  ilmu  pengetahuan  terkait pengembangan sumber daya manusia khususnyamanajemen karir dan  produktivitas melalui  kepemimpinan  spiritual  dan meaning/calling  dan membershipyangdifokuskan padapegawai negeri sipil.
b. Bagi Peneliti Lain Menjadi bahan rujukan penelitian-penelitian yang akan datang dengan topik sejenis.

 Skripsi Ekonomi: Pengaruh Kepemimpinan Spiritual Pada Manajemen Karir Dan Produktivitas Dengan MeaningCalling Dan Membership Sebagai Pemediasi

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi