BAB I.
PENDAHULUAN.
A. LATAR BELAKANG.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Workplace Bullying Pada Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Dan Niat Untuk Berpindah Dengan Strain Sebagai Variabel Mediasi
Pembangunan perekonomian
di Indonesia tidak
bisa lepas dari
proses transformasi struktural
yang terjadi dalam
beberapa tahun terakhir.
Proses transformasi ini tercermin
dalam pergeseran struktur ekonomi yang berawal dari sektor
primer dari waktu
ke waktu mulai
bergeser ke sektor
sekunder dan dari sektor sekunder
menuju ke sektor
tersier. Dengan kata
lain, aktivitas ekonomi yang
pada mulanya berbasiskan
sumber daya alam
(seperti pertanian dan pertambangan/penggalian) kontribusinya
bagi perekonomian nasional
dirasa sudah jauh menurun, dan
mulai tergantikan dengan perkembangan sektor industri (industri pengolahan/manufaktur, listrik, gas,
air, dan bangunan) dan sektor jasajasa
(perdagangan, hotel, restoran,
transportasi dan komunikasi,
perbankan, pemerintahan dan
jasa-jasa lainnya) dalam perekonomian (Ayu, 2010).
Industri manufaktur telah tumbuh
menjadi sektor penopang utama dalam perekonomian di
berbagai negara, termasuk
Indonesia. Industri manufaktur diharapkan
mampu memberi kontribusi
yang besar terhadap
Produk Domestik Bruto
(PDB). Namun semenjak
krisis ekonomi pada
tahun 1998, industri manufaktur
sebagai sektor vital
dalam perekonomian Indonesia
justru terus menunjukkan
kinerja yang semakin
merosot (Wibowo, 2008).
Kurang kondusifnya lingkungan
usaha memiliki implikasi besar terhadap
penurunan daya saing ekonomi
nasional, terutama bagi
sektor industri manufaktur
yang merupakan salah
satu motor bagi
pertumbuhan ekonomi. Menurut
International Institute for
Management Development (IMD)
dalam World Competitiveness Report
2004 dalam Wibowo (2008), daya saing
(competitiveness) perekonomian Indonesia hanya berada pada urutan ke-58 dari 60 negara yang
diteliti. Keadaan ini mendorong perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur untuk segera mempercepat kinerja mereka dengan
meningkatkan produktivitasnya.
Industri manufaktur yang dikenal sebagai sektor padat modal
senantiasa berorientasi untuk
mampu meningkatkan produktivitas
semaksimal mungkin, namun
dengan menggunakan sumber
daya yang seminimal
mungkin, termasuk sumber
daya manusia yang
dimiliki oleh perusahaan.
Pada situasi ini
terdapat interaksi yang
cukup rawan akan
terjadi konflik, dimana
perusahaan cenderung menuntut
kinerja karyawan yang
sebaik mungkin tanpa
memikirkan keadaan personal
karyawannya. Sims dan
Sun (2012) telah
mengamati interaksi lingkungan
kerja ini pada
karyawan manufaktur di
China, dimana tuntutan perusahaan
agar karyawannya, terutama
yang masih berusia
muda, agar dapat bekerja
dengan maksimal meskipun penuh dengan tekanan, mampu memunculkan perlakuan kasar atau bullying dari supervisor
ke bawahannya.
Undang-undang tenaga
kerja di Indonesia
secara umum telah mendefinisikan hak
dan kewajiban yang
sama-sama dimiliki baik
oleh pekerja maupun
penyedia pekerjaan. Beberapa
diantaranya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Convention No.111 Concerning
Discrimination in Respect
of Employment and
Occupation (Konvensi ILO
Mengenai Diskriminasi dalam
Pekerjaan dan Jabatan)
yang mengatur mengenai larangan
untuk melakukan segala macam bentuk diskriminasi dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang
mengatur mengenai berbagai macam perlindungan seperti jaminan kesehatan, sosial, dan upah. Akan
tetapi, yang masih menjadi perhatian adalah belum
adanya hukum maupun
undang-undang di Indonesia
yang secara spesifik
mengatur dan menangani
mengenai interaksi personal
antara karyawan dengan atasannya yang cenderung mengarah
kepada perilaku bullying. Kurangnya perlindungan yang
spesifik terhadap para
karyawan mengenai pelecehan
verbal dan perilaku
bullying memang masih
sering terjadi di
negara berkembang (Harvey,
et al dalam
Sims dan Sun
, 2012). Peluang
inilah yang menjadikan lingkungan
kerja di Indonesia
menjadi lahan subur
untuk munculnya peristiwa workplace bullying di antara para karyawan
dalam organisasi.
Fenomena perilaku
workplace bullying mendapat
perhatian melalui penelitian
yang dilakukan oleh
Taylor (1977), dimana
seorang karyawan yang telah menerima
perlakuan kasar oleh
seseorang, tidak menganggap
dirinya sebagai korban dari
bullying karena perlakuan tersebut telah berakar dan dianggap biasa dalam organisasi. Beberapa penelitian berikutnya memberi
perhatian secara lebih mendalam
pada fenomena ini,
sebagai contoh adalah
penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui praktek
workplace bullying pada
perusahaan yang bergerak
dalam bidang travel,
di New Zealand
(Bentley et al.
2011) . Bloisi
& Hoel (2008) juga melakukan
penelitian mengenai munculnya perilaku kasar yang dapat
dikategorikan dalam workplace
bullying terhadap para
karyawan yang bekerja
di industri perhotelan,
terutama mereka yang
bekerja sebagai chef.
Perusahaan-perusahaan yang
sudah memasuki pasar
global juga menjadi
lahan subur dengan memberikan
peluang yang lebih besar untuk
terjadinya workplace bullying
karena kondisi perusahaan
yang terkait dengan
cross-culture dan lainlain (Harvey, Treadway, & Heames,
2006). Penelitian menunjukkan secara umum 8%
- 25% karyawan
di USA dilaporkan
telah mengalami perlakuan
yang tidak diinginkan
dari pelaku bullying
dalam perusahaannya. (Wheeler,
Halsbesben, & Shanine, 2010).
Bullying dapat menimbulkan dampak yang cukup parah terhadap pribadi korban,
dimana korban bullying
mengalami kepuasan kerja
yang rendah, komitmen
yang rendah terhadap
organisasi, meningkatnya level
stres yang dialami, penyakit baik secara fisik maupun
mental seperti depresi, kecenderungan bunuh diri,
dan serangan jantung,
serta berdampak pada
meningkatnya jumlah turnover dalam perusahaan. (Salin, 2003) Fenomena workplace
bullying tidak hanya
menimbulkan dampak negatif terhadap
korban bullying itu
secara personal, akan
tetapi penelitian-penelitian yang
terdahulu juga menunjukkan
bahwa fenomena bullying
tebukti mampu memunculkan efek negatif terhadap organisasi
dan saksi yang melihat peristiwa bullying
tersebut. Vartia (2001) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa efek negatif
dari workplace bullying
dapat berdampak pada
saksi atau orang
yang melihat peristiwa bullying
tersebut. Bullying berkontribusi memberikan hasil yang negatif
terhadap perusaahan melalui
tingginya tingkat absensi
karyawan, serta besarnya tingkat voluntary turnover. ( Tepper,
2000 dalam J.L. Power et al, 2011) Biaya
yang harus ditanggung
perusahaan untuk menghadapi
tingginya tingkat turnover
bisa menjadi sangat
besar ketika baik
dari pihak korban
maupun saksi peristiwa bullying tersebut mengalami dampak
yang negatif dan termotivasi untuk mengundurkan
diri dari perusahaan ( Vartia, 2001 ).
Workplace bullying menjadi penyebab utama dari rasa stress atau
tertekan yang jika
dilakukan secara terus
menerus mampu melukai
seorang karyawan secara psikologis dan memakan biaya besar
bagi organisasi (Bentley et.al ,2011).
Einarsen dan Mikkelsen dalam Sims
dan Sun (2012), melaporkan bahwa semakin sering
seseorang mengalami maupun
menyaksikan workplace bullying
akan mengakibatkan penurunan
kepuasan kerja dan
meningkatnya level ketegangan (strain).
Teori yang telah
ada selama ini,
memberikan perbedaan antara ketegangan
(strain) dan stress.
Strain merupakan respon
secara fisik dan emosional, sedangkan
stress merupakan penyebab
dari respon-respon fisik
dan emosional. Di tempat kerja,
ada banyak tekanan maupun peristiwa, yang mungkin memicu ketegangan (secara fisik maupun
emosional) (Sims dan Sun, 2012). Efek negatif dari
stress adalah seperti
berkurangnya efektivitas, penurunan
kapasitas dalam bekerja,
berkurangnya inisiatif dan
semangat dalam bekerja,
pikiran menjadi kaku,
berkurangnya kepedulian terhadap organisasi dan rekan kerja, serta hilangnya tanggung jawab (Fairbrother dan
Warn, 2003).
Penelitian yang
terdahulu telah menunjukkan
bahwa workplace bullying secara langsung berkaitan dengan kepuasan kerja, kepuasan kerja dan
niat untuk berpindah. Akan
tetapi, Elangovan (2001)
juga telah menemukan
hubungan bahwa strain
dapat memediasi pengaruh
antara stressor terhadap
menurunnya kepuasan kerja dan
komitmen organisasi. Sims dan Sun (2012), juga mengusulkan untuk
menguji pengaruh stressor,
dimana stressor dalam
penelitian ini adalah workplace
bullying, terhadap variabel
sikap karyawan yaitu
kepuasan kerja dan komitmen organisasi serta
niat untuk berpindah. Hal ini
didasari oleh pemikiran Sims dan
Sun (2012), bahwa
pengaruh workplace bullying
pada kepuasan kerja dan
komitmen organisasi serta
niat untuk berpindah
yang tidak dimediasi
oleh strain akan
memunculkan hasil yang
berbeda dengan penelitian
yang menguji pengaruh
workplace bullying pada kepuasan kerja dan
komitmen organisasi serta niat untuk berpindah yang dimediasi oleh strain. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini, variabel yang
ditetapkan sebagai variabel mediator adalah strain.
Tujuan dari
penelitian ini adalah
untuk meneliti interaksi
interpersonal antara karyawan
dengan atasan, bawahan,
maupun karyawan lain,
serta untuk menyelidiki
apakah workplace bullying
terkait dengan kepuasan
kerja dan komitmen
organisasi serta niat
untuk berpindah dari
pekerjaan dan tentu
saja untuk mengeksplorasi sifat
pengaruh ini dengan
lebih dalam, khususnya
di Indonesia.
Studi ini merupakan penelitian
yang melakukan replikasi terhadap model penelitian terdahulu
yang telah dilakukan
oleh Sims dan
Sun pada tahun
2012 yang berjudul
“Witnessing workplace bullying
and the Chinese
manufacturing employee”.
Berdasarkan latar
belakang yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini
diberi judul :
PENGARUH WORKPLACE BULLYING
PADA KEPUASAN KERJA,
KOMITMEN ORGANISASI, DAN
NIAT UNTUK BERPINDAH
DENGAN STRAIN SEBAGAI
VARIABEL MEDIASI (Studi pada Karyawan Perusahaan Industri Kertas di
Surakarta).
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Apakah Strain
akan memediasi pengaruh workplace bullying pada
kepuasan kerja ?.
2. Apakah Strain
akan memediasi pengaruh workplace bullying pada
komitmen organisasi ?.
3. Apakah Strain
akan memediasi pengaruh workplace
bullying pada niat untuk berpindah ?.
C. TUJUAN PENELITIAN.
1. Menganalisis
pengaruh workplace bullying
pada kepuasan kerja yang dimediasi oleh Strain.
2. Menganalisis
pengaruh workplace bullying
pada komitmen organisasi yang dimediasi oleh Strain.
3. Menganalisis
pengaruh workplace bullying
pada niat untuk berpindah
yang dimediasi oleh Strain.
D. MANFAAT PENELITIAN.
1. Bagi Organisasi Hasil penelitian
ini diharapkan dapat
menunjukkan dampak adanya Workplace bullying
yang memicu Strain
dan pengaruhnya pada sikap karyawan,
seperti kepuasan kerja,
komitmen organisasi, dan
niat untuk berpindah.
Hal ini penting bagi
para manajer dalam organisasi untuk memastikan bahwa interaksi mereka dengan
karyawan harus tetap dapat
terjaga secara positif dan profesional.
2. Bagi Peneliti Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
pengalaman bagi peneliti
dalam bidang penelitian Manajemen
Sumber Daya Manusia dan juga
dapat memberikan pengetahuan
serta wawasan tentang
perilaku Workplace bullying,
Strain, dan sikap
karyawan seperti kepuasan
kerja, komitmen organisasi dan
niat untuk berpindah.
3. Bagi Akademisi Hasil penelitian
ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai bahan referensi dan
pertimbangan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan Workplace
bullying, Strain, kepuasan
kerja, komitmen organisasi
dan niat untuk
berpindah. Diharapkan hasil penelitian ini
dapat mendukung teori-teori
yang telah ada
yang berhubungan dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.
Skripsi Ekonomi: Pengaruh Workplace Bullying Pada Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Dan Niat Untuk Berpindah Dengan Strain Sebagai Variabel Mediasi
Download lengkap Versi PDF
kak boleh liat skripsinya untuk refrensi saya
BalasHapus