BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi: Pola Hubungan Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Ekspor Di Asean 5 Periode 1998.Q1 – 2011.Q2
Krisis ekonomi Asia pada tahun
1997/1998 mendorong lahirnya beberapa pendapat tentang
hubungan volatilitas nilai
tukar dengan ekspor.
Pendapat pertama menyatakan
bahwa terdapat hubungan
antara volatilitas nilai
tukar dengan ekspor.
Seperti diteliti oleh
Choeng (2002) di
Inggris, Aliyu (2003)
di Nigeria, Egert (2005) di Eropa
Timur, Boug (2007) di Norwegia, Chit dkk (2008) di
China dan Asia
Tenggara, Serenis (2008)
di Eropa Tengah,
Prusty (2008) di India, Jiranyakul
(2010) di Thailand,
Mukhtar (2010) di
Asia Selatan, Listiani (2010) di Indonesia, dan Oskooee (2012) di
Korea.
Sementara itu,
pendapat yang menyatakan
bahwa tidak ada
hubungan antara volatilitas
nilai tukar dengan
ekspor dilakukan oleh
Sekmen (2007) dan Yuksel (2012)
di Turki,Seneris (2010)
di Eropa Utara
dan Barat,Denaux dan Falks
(2012) di Uni Eropa, dan Nawatmi (2012) di Indonesia. Sehubungan dengan itu,
studi ini akan
membuktikan apakah di
ASEAN-5 yakni di
Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand
terdapat hubungan kausalitas
serta memiliki hubungan pada
jangka pendek dan jangka panjang antara volatilitas nili tukar dengan ekspor.
Penelitian Mukhtar
(2010) dalam hasil
penelitian menunjukan bahwa volatilitas nilai
tukar memberikan pengaruh
hubungan yang negatif
terhadap pertumbunhan ekspor baik
pada jangka pendek maupun jangka panjang di India, Pakistan,
dan Sri Lanka.
Penelitian Seneris (2008),
menyebutkan bahwa pada jangka pendek
keempat negara (Norwegia,
Swis, Hunggaria, Polandia) memiliki hasil
yang sama yaitu
dengan meningkatnya volatilitas
nilai tukar akan memberikan
dampak negatif pada ekspor. Sedangkan Hasil penelitian dari Aliyu (2003) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
negatif dan ada hubungan jangka panjang
(kointegrasi) antara volatilitas Nira dengan ekspor non-oil di Nigeria.
Selanjutnya penelitian
dari Jiranyakul (2010)
yang meneliti hubungan volatilitas
Bath terhadap ekspor
Thailand dengan Amerika
dan Jepang. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa hasil yang
berbeda yaitu volatilitas
Bath berpengaruh negatif terhadap
ekspor Thailand dengan Amerika, namun hasil tidak signifikan
terdapat pada ekspor
menuju Jepang. Goeltom
(1997) menjelaskan bahwa
terdapat hubungan yang
erat volatilitas nilai
tukar dengan ekspor
pada jangka pendek.
Hasil yang sedikit berbeda diperoleh
dari penelitian Listiani
(2010) yang menganalisis hubungan jangka panjang serta
jangka pendek hubungan volatilitas dengan permintaan
ekspor Indonesia terhadap
5 (lima) negara
tujuan utama ekspor.
Hasilnya diperoleh ada
hubungan negatif antara
volatilitas nilai tukar dengan permintaan
ekspor jangka panjang
pada negara Amerika
Serikat, Hongkong, Malaysia,
Jepang, dan Singapura.
Kemudian hasil signifikan
positif antara volatilitas nilai
tukar rupiah dengan ekspor pada jangka
pendek di negara Jepang dan Singapura.
Hasil penelitian berbeda
dari sebelumnya yaitu terdapat hubungan
positif antara volatilitas
nilai tukar dengan
ekspor. Menurut penelitian
Prusty (2008) yang
menjelaskan bahwa nilai
tukar berpengaruh positif
pada jangka panjang terhadap
ekspor. Terdapat hubungan
kausalitas dua arah
antara nilai tukar
dan pertumbuhan ekspor
di India. Pada
saat nilai tukar
Rupee mengalami apresiasi justru pertumbuhan ekspor mengalami
peningkatan.
Penelitian yang
memberikan hasil bertentangan
dengan diatas adalah penelitian Sekmen (2007) yang menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan korelasi antara
volatilitas nilai tukar dengan ekspor, namun terdapat hubungan
kausalitas antara ekspor
dan impor di
Turki. Hasil penelitian
Denaux dan Falks
(2012) menyebutkan bahwa
tidak ada pengaruh
yang signifikan antara
volatilitas nilai tukar Lira dengan arus perdagangan ke eropa
pada negara Turki.
Penelitian Nawatmi
(2012) dengan menggunakan
metode ARCH menyebutkan
bahwa tidak ada
hubungan antara volatilitas
nilai tukar dengan perdagangan
Internasional di Indonesia. Berdasarkan penelitian
diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan saat
volatilitas nilai tukar bernilai tinggi atau rendah.
Di negara industri
(negara maju) makin
volatil atau tidaknya
nilai tukar tidak
terlalu berdampak pada
pertumbuhan ekonomi negara
tersebut.
Kemudian volatilitas
nilai tukar di
negara berkembang akan
lebih volatil dibanding
dengan negara maju
dan dapat berakibat
pada pertumbuhan ekonomi yang berjalan lemah (Levy : 2003).
Alasan dari
perbedaan dua pendapat
para ahli ekonomi
tersebut dapat sering
terjadi seiring makin
berkembangnya alat analisis
yang makin canggih.
Peluangbesar bagi para peneliti
untuk memberikan hasil yang berbeda-beda pula sesuai
hasil alat analisisnya.
Kemudian setiap negara
akan selalu memajukan sistem
keuangannya sehingga dapat
meminimalkan dampak dampak
negatif yang akan
diterima suatu negara
termasuk resiko dari
volatilitas nilai tukar
ini (Cote : 1994; Ozturk : 2008).
Era globalisasi
ini volatilitas nilai
tukar (kurs) menjadi
salah satu komponen
utama dalam perdagangan
internasional. Kajian mengenai
volatilitas nilai tukar
ini mempunyai implikasi yang penting
dalam pemilihan sistem keuangan moneter yang baik bagi perekonomian
negara. Terlebih pasca kejatuhan sistem Bretton
Woods pada tahun
1973 membuat keberadaan
nilai tukar makin rentan terhadap
faktor non ekonomi
(politik) dan ekonomi.
Kemudian berkembanglah dua
rezim sistem nilai
tukar yaitu sistem
nilai tukar tetap
dan sistem nilai tukar
mengambang. Hampir seluruh negara pernah mengadopsi kedua sistem
nilai tukar tersebut
khususnya negara ASEAN-5
(Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dam Singapura).
Pengaruh positif
dan negatif terdapat
pada kedua rezim
sistem tersebut.
Krisis moneter
yang terjadi tahun
1997 silam membuat
hampir seluruh negara berkembang
seperti Thailand, Indonesia,
Argentina dan Meksiko
mengubah sistem nilai tukar tetap
menjadi sistem nilai tukar mengambang. Saat itu dianggap dengan mengubah sistem nilai tukar menjadi
mengambang akan dapat mengobati keterpurukan nilai
tukar di negara
tersebut (Vithessonthi :
2008). Kemunculan pengaruh volatilitas nilai tukar mulai
dirasakan oleh negara yang menganut sistem nilai tukar mengambang.
Boug (2007)
dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa negara yang menganut sistem
nilai tukar mengambang
yang dalam penentuan
nilai mata uangnya ditentukan oleh pasar, harus
menghadapi adanya resiko pelemahan nilai tukar
(volatilitas). Volatilitas nilai
tukar tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan
perdagangan dunia. Pada jangka panjang dan pendek akan semakin berdampak
pada pertumbuhan ekonomi
(Miles : 2006). Sangatlah diperlukan kebijakan
ekonomi dalam negeri dan
internasional yang cermat
dalam menekan volatilitas nilai tukar (Horne : 2004).
Kalangan pelaku
bisnis yang salah
satu menjadi subyek
penentu dalam kegiatan ekspor impor. Dalam penelitian (Chit
et all : 2008) menjelaskan bahwa volatilitas nilai tukar
akan berdampak negatif
terhadap ekspor, karena
pelaku bisnis akan mengambil tindakan risk-averse(menghindari
kerugian). Akibatnya pelaku
bisnis yang sangat
berhati-hati dalam melakukan
ekspor maupun impor karena mereka
tidak ingin mengalami
kerugian yang disebabkan
oleh ketidakpastian nilai tukar
dalam negeri.
Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi perdagangan
ekspor selain nilai tukar menurut
Mankiw (2006:84-85) antara
lain selera masyarakat
dunia, pendapatan, harga barang,
ongkos transportasi, dankebijakan pemerintah. Dalam penelitian
dari Giovanni (2008), Son (2011),
dan Streckfuss (2013) menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara
bentuk pemerintahan suatu
negara dengan volatilitas
nilai tukar. Sememntara itu, dalam
penelitian Hau (2002),
Naseem (2008) menjelaskan bahwa
bentuk perekonomian juga menjadi faktor yang kerap memberikan pengaruh terhadap nilai tukar dan
perdagangan.
Berdasarkan uraian
di atas, penelitian
ini akan meneliti
ASEAN 5 yaitu Indonesia,
Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura.Alasan memilih kelima negara tersebut
karena kelima negara tersebut memiliki persamaan
dalam struktur ekonominya
yaitu perekonomian yang
terbuka, kemudian lebih rentan
terhadap pengaruh ekonomi
global khusunya nilai
tukar. Alasan non-ekonominya adalah kelima
negara ini memiliki
letak geografis yang
saling bedekatan kemudian merdeka di waktu yang bersamaan, sehingga
memulai pembangunan negaranya di waktu
yang hampir bersamaan. Apabila melihat sejarah perkembangan nilai tukar di ASEAN-5 sewaktu terjadinya krisis moneter
1997/1998 (krisis nilai tukar) akan sangat terlihat
dari grafik dibawah
yaitu nilai tukar
sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
global.
Gambar 1.1. Grafik Perkembangan
Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang ASEAN 5 Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter
1997/1998 Sumber : Olahan data excel 2003 Grafik diatas menjelaskan fluktuasi
dari nilai tukar ASEAN 5 sebelum dan sesudah
krisis moneter 1997/1998 yaitu data tahunan 1990sampai dengan 2010.
Hasil dari
diatas menunjukan sebelum
krisis moneter 1997/1998fluktuasi nilai tukar
mata uang lebih stabil
di ASEAN 5. Goncangan
mulai terlihat pada
saat krisi moneter
1997/1998 yaitu pada
grafik ditunjukan terjadi
peningkatan nilai tukar
mata uang di
ASEAN 5 artinya
ke lima negara
mengalami peningkatan volatilitasnilai tukar.
Indonesia menjadi
negara yang paling
volatil dibandingkan keempat negara lainnya ditunjukan dengan peningkatan
nilai Rupiah (apresiasi) yang tajam dari
grafik diatas. Thailand menjadi negara paling volatil kedua setelah Indonesia pada
saat krisis moneter
1997/1998 dan disusul
dengan Filipina dibawahnya.
Berikutnya di
tempati oleh Malaysia
yang mampu menjaga
fluktuasi nilai tukar ringgit, namun
tetap tejadi apresiasi
pada nilai tukarnya
pada saat krisis.
Singapura menjadi
negara yang memiliki fluktuasi paling kecil dan ditunjukan pada grafik diatas bahwa nilai tukar Dollar
Singapura hanya mengalami fluktuasi sedikit yang
artinya volatitas nilai
tukarnya rendah pada
saat krisis moneter terjadi.
Faktor utama yang menjadi
penyebab berfluktuasi atautidaknya nilai tukar adalah
sistem nilai tukar
itu sendiri. Pemilihan
salah satu dari
sistem ini akan sangat berpengaruh
dalam penentuan dan
fluktuasi nilai tukar. Sebagian besar kelima negara
ASEAN 5ini sebelum
kriris adalah menganut
sistem nilai tukar tetap (fix)
dimana nilai tukar
dikendalikan oleh pemerintah
dalam ini ini
bank sentral masing-masing.
Akibatnya fluktuasi nilai tukar lebih normal dan volatilitas nilai
tukar juga cenderung
datar (Chong :
2007). Namun, setelah
terjadi krisis moneter
banyaknegara-negara yang mulai
mengubah sistem nilai
tukarnya menjadi mengambang (floating), dan akibatnya penentuan nilai
tukar diserahkan sepenuhnya oleh pasar
dan kontrol pemerintah hanya sebatas tindakan preventif (mengobati)
maka nilai tukar
semakin berfluktuasi. Makin
berfluktuasinya nilai tukar maka akan menyebabkan makin bervolatile
nilai tukar (Muklis : 2011).
Fluktuasi (volatilitas)
nilai tukar yang
semakin meningkat dapat berdampak buruk
bagi kondisi makroekonomi
dalam negeri. Khususnya
akan berdampak secara langsung
kepada perdagangan internasional
suatu negara.
Kegiatan ekspor dan impor menjadi
suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari nilai tukar itu sendiri.
Gambar 1.2. Grafik Perkembangan
Ekspor ASEAN 5 Sebelum dan Sesudah Krisis Moneter 1997/1998(Satuan Juta $US) Sumber
: Olahan data excel 2003 Gambar
grafik diatas secara
tren menunjukan bahwa
terjadi penurunan yang hampir bersamaan
pada saat krisis
moneter 1997/1998 dan
krisis global 2008/2009.
Tren penurunan ekspor
pada tahun 1997/1998penyebab utamanya yaitu
karena tidak terkendalinya
fluktuasi nilai tukar
mata uang di
ASEAN-5, sehingga pelaku bisnis
yang ingin melakukan
perdagangan internasional baik ekspor maupun
impor saat itu
mengalami keraguan terhadap
integritas mata uangnya
masing-masing. Tindakan risk averse lebih
dipilih oleh pelaku
bisnis yaitu menghindari
terjadinya resiko yang
besar maka dilakukannya
pembatasan ekspor maupun impor.
Pada tahun2008/2009 terjadinya
krisisglobal yang dialami semua negara khususnya negara maju. Akibat krisisnya
negara majutersebut secara otomatis pasti
akan memberikan dampak
yang negatif pula untuk
negara-negara berkembang seperti
ASEAN-5. Kurangnya pesanan
ekspor dari negara
maju membuat menurunya permintaan
ekspor yang notabene ASEAN 5 adalahnegara pengekspor bahan baku dari negara industri.
Fundamental perekonomian
yang tidak stabil
dalam negara dapat berdampak pada
ketidakstabilan ekonomi makro.
Salah satu indikator makroekonomi
yang sensitif terhadap goncangan perekonomian eksternal adalah nilai tukar
mata uang. Nilai
tukar mata uang
mencerminkan kekuatan perekonomian dalam perdagangan global. Semakin
stabil nilai tukar suatu negara terhadap mata
uang negara lain, menunjukkan semakin
kuat kekuatan fundamental
negara tersebut. Hal
tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah dengan menjaga
kestabilan nilai tukar, maka dapat mendorong peningkatan daya saing perdaganggan internasional (Muklis :
2011).
Fluktuasi nilai
tukar menjadi salah
satu faktor yang
mempengaruhi perdagangan internasional
masing-masing negara. Makin
tidak stabil nilai
tukar dapat mempengaruhi
perdaganggan internasional. Maka salah satu cara yang perlu dilakukan
adalah pengendalian volatilitas
nilai tukar yaitu
dengan menjaga stabilitas nilai tukar.
1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan latang belakang
diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:.
1. Apakah ada
hubungan kausal antara
volatilitas nilai tukar
dengan ekspor di ASEAN-5?.
2. Apakah ada
hubungan jangka panjang
antara volatilitas nilai
tukar dengan ekspor di ASEAN-5?.
3. Apakah ada
hubungan jangka pendek
antara volatilitas nilai
tukar dengan ekspor di ASEAN-5?.
1.3. Tujuan Penelitian .
Berdasarkan perumusan masalah
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :.
1. Untuk mengetahui apakah
ada hubungan kausal antara volatilitas nilai tukar dengan ekspor di ASEAN-5.
2. Untuk mengetahui
apakah ada hubungan
jangka panjang antara
volatilitas nilai tukar dengan
ekspor di ASEAN-5.
3. Untuk mengetahui apakah ada
hubungan jangka pendek antara volatilitas nilai tukar dengan ekspor di ASEAN-5.
1.4 Manfaat penelitian.
Manfaat yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah :.
1.Memberikan pemahaman empirik
tentang pola pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap eksport di negara ASEAN-5.
2.Memberikan masukan
sebagai bahan penentuan
kebijakan internasional bagi pihak
yang berkepentingan.
3.Menambah dan
melengkapi hasil-hasil penelitian yang
telah ada, khususnya di bidang ekonomidengan menjadikan
penelitian ini sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya .
Skripsi Ekonomi: Pola Hubungan Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Ekspor Di Asean 5 Periode 1998.Q1 – 2011.Q2
Download lengkap Versi PDF

perbarui link download dong
BalasHapus