Kamis, 04 Desember 2014

Skripsi Hukum: Analisis Terhadap Kewenangan Komisi Yudisial Dalam Melakukan Pengawasan Hakim Ad Hoc Tipikor

  I. PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Terhadap Kewenangan Komisi Yudisial Dalam Melakukan Pengawasan Hakim Ad Hoc Tipikor
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah hakim yang banyak yaitu lebih dari 8000 (delapan ribu) hakim termasuk didalamnya hakim karir dan  nonkarir. Tidak dapat kita pungkiri bahwa hakim merupakan  satu-satunya profesi  yang memiliki wewenang untuk memutus secara langsung perkara-perkara dalam  suatu  pengadilan  di  wilayah  tertentu  yang  sudah  ditetapkan  untuk  diproses  oleh  hakim  pengadilan  tersebut.  Oleh  karena,  itu  profesi  hakim  disebut  juga  sebagai  wakil Tuhan di dunia. Hal ini tidak lepas dari pandangan disemua agama bahwa  hanya  Tuhan  lah  yang  dapat  memutus  benar  ataupun  salahnya  suatu  kejadian.

Dengan  memiliki  kewenangan  yang  seharusnya  dimiliki  oleh  Tuhan  semata,  semua hakim mustahil jauh dari ajaran-ajaran agama  dimana sifat-sifat, perilaku,  dan  pemikiran  seseorang  benar-benar  murni  karena  akan  memutuskan  sesuatu  berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Namun, pada realitanya  justru banyak  kasus-kasus penyelewengan yang dilakukan oleh hakim.
Sebagai  profesi  yang  berada  diujung  tombak  suatu  lembaga  peradilan,  hakim  sangatlah  mudah  untuk  membuat  semua  hal  menjadi  seperti  yang  diinginkan oleh pihak-pihak tertentu. Kemudahan akses dengan para hakim di era  modern  ini  membuat  para  pihak  yang  berkepentingan  semakin  leluasa  untuk  menjalankan  segala  keinginannya,  termasuk  untuk  membujuk  para  hakim.
Kemudahan-kemudahan untuk menerobos celah yang ada di  pengadilan ini tentu  saja  menjadi  sesuatu  yang  sangat  dikhawatirkan  oleh  masyarakat.  Pasalnya  Pengadilan  merupakan  tempat  atau  usaha  terakhir  yang  dapat  dilakukan  oleh  masyarakat  dalam  menyelesaikan  suatu  sengketa.  Peranan  hakim  sangat  berpengaruh pada segala kejadian yang ada di dalam pengadilan mengingat semua  hal yang dilaksanakan dalam persidangan dikendalikan oleh majelis hakim. Oleh  sebab itu, hakim merupakan objek sasaran bagi para pihak berperkara agar dapat  dibujuk  untuk  mempermudah  proses  persidangan  seperti  yang  diinginkan  oleh  pihak terkait.
  Tindakan-tindakan  seperti  bujukan  ini  dapat  membuat  suatu  hakim  memutus  perkara  dengan  mengesampingkan  keadilan  berdasarkan  hukum,  rasa  keadilan dan hati nurani, maka negara melakukan tindakan dengan mengadakan  sesuatu  yang  disebut  sebagai  Independensi  Kekuasaan  Kehakiman.  Prinsip  ini  sangat  dibutuhkan  suatu  negara  untuk  melindungi  kekuasaan  kehakiman  dari  intervensi, bujukan, rayuan, paksaan maupun pengaruh-pengaruh yang datang dari  suatu  lembaga,  teman  sejawat,  atau  bahkan  atasan  sehingga  dalam  memutus  perkara hakim tersebut murni semata-mata demi keadilan dan hati nurani majelis  hakim.  Dengan  adanya  Independensi  Kekuasaan  Kehakiman  ini  bukan  berarti  tidak boleh ada lembaga maupun pihak lain yang berwenang untuk mengurus halhal  yang  berkaitan  dengan  hakim.  Dalam  perekrutan  maupun  pengawasannya  tidak  hanya  dilakukan  oleh  sesama  hakim  saja,  perlu  adanya  keterlibatan  pihak  atau  lembaga  lain  untuk  mengurus  hal  ini  agar  terlaksana  suatu  checks  and  balance sehingga diharap tidak ada rasa tebang pilih dalam mengatur hakim.
Negara Indonesia merupakan negara dengan tingkat  tindak pidana korupsi  yang  tinggi.  Hal  ini  sesuai  dengan  data  yang  diperoleh  Transparency  International  (lembaga  anti  korupsi  internasional)  yang  mengadakan  penelitian  terhadap  negara-negara  khusus  mengenai  kasus  korupsi  dimana  Indonesia  menduduki  peringkat  64  dari  177  negara  yang  dinilai  berdasarkan  indeks  yang  telah ditetapkan.   Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999  “Setiap  orang  yang  secara  melawan  hukum  melakukan  perbuatan  memperkaya  diri sendiri atau orang lain  atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan  negara atau perekonoman negara”. Tindak pidana ini merupakan kejahatan yang  merugikan kekayaan negara paling tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu pada tahun  2003  dibentuk  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  (KPK)  sebagai  lembaga  yang  mengatasi,  menanggulangi  dan  memberantas  korupsi  di  Indonesia.  Komisi  Pemberantasan Korupsi  didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik  Indonesia  Nomor  30  Tahun  2002  mengenai  Komisi  Pemberantasan  Korupsi.
Upaya  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  dalam  memberantas  korupsi  patut  diberi  apresiasi karena semenjak didirikannya komisi ini terkuak tindak pidana korupsi  diberbagai tempat bahkan hampir kebanyakan yang diungkap berasal dari orang-   orang petinggi negara layaknya  yang baru saja terjadi terhadap Menteri Pemuda  dan  Olah  Raga  Indonesia  yaitu  Andi  Malarangeng.  Sontak  apresiasi  dari  masyarakat  terhadap  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  melambung  tinggi  karena  keberanian  dalam  mengungkapkan  tindak  pidana  disekitar  petinggi-petinggi  negara.
Komisi  Pemberantasan  Korupsi  dalam  melaksanakan  tugasnya  menggunakan  badan  peradilan  hukum  yang  khusus  mengadili  perkara-perkara  tindak  pidana  korupsi  yaitu  Pengadilan  Tindak  Pidana  Korupsi  ( Tipikor).
Pengadilan  Tipikor  memiliki  tugas  dan  wewenang  dalam  memeriksa  dan  memutus  perkara-perkara  tindak  pidana  korupsi  yang  diajukan  oleh  Komisi  Pemberantasan  Korupsi.  Dalam  memutus  perkara,  Pengadilan  Tipikor  memiliki  dua macam hakim, yaitu Hakim Karir dan Hakim  Ad hoc. Suatu perkara biasanya  ditangani  oleh  5  hakim  yang  terdiri  dari  3  hakim  karir  dan  2  hakim  Ad  hoc.
Hakim-hakim  yang  terpilih  untuk  menjadi  hakim  Tipikor  tentu  saja  merupakan  hasil penilaian yang terbaik dari seluruh Indonesia. tapi pada kenyataannya masih  ada kemungkinan terjadi tindakan yang tidak baik dapat mendatangi para hakimhakim ini.
Komisi  Yudisial  adalah  lembaga  negara  yang  memiliki  tugas  dan  wewenang  untuk  mengawasi  hakim  di  seluruh  wilayah  Indonesia.  Lembaga  ini  selain untuk mengatur pergerakan hakim juga sebagai lembaga yang memberikan  perlindungan  terhadap  hakim  dari  pengaruh-pengaruh  luar  mengenai  suatu  perkara  yang  ditangani  hakim.  Banyaknya  kasus-kasus  mengenai  “sisi  gelap”  hakim membuat Komisi Yudisial harus bekerja keras disemua wilayah.
Banyak  masyarakat  hanya  mengetahui  salah  satu  tugas  Komisi  Yudisial  adalah  melakukan  pengawasan  terhadap  hakim  diseluruh  Indonesia.  Tetapi  banyak  yang  tidak  mengetahui  sebenarnya  seperti  apa  bentuk  dari  pengawasan  yang  dilakukan  oleh  Komisi  Yudisial  ini  karena  dalam  peraturan  perundangundanganpun  tidak  disebutkan  secara  rinci  bagaimana  prosedur  atau  langkahlangkah  yang  ditempuh  Komisi  Yudisial  dalam  fungsinya  menegakkan  kehormatan  dan  keluhuran  martabat  serta  menjaga  prilaku  hakim  karir  maupun    hakim  ad  hoc.  Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  kewenangan  yang  dimiliki  Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan terhadap hakim tidak jelas.
Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial terhadap prilaku hakim  karir  dan  hakim  ad  hoc  dirasa  akan  mampu  memberantas  kasus-kasus  yang  menjatuhkan  martabat  hakim  di  Indonesia.  Tapi  dalam  kenyataannya  masih  banyak  terjadi  pelanggaran  terhadap  kode  etik  kehakiman  yang  dilakukan  oleh  hakim.  Sangat  disayangkan  suatu  profesi  yang  diharapkan  menjadi  solusi  akhir  dalam  menyelesaikan  permasalahan  justru  menjadi  lahan  bisnis  oleh  para  penegaknya.
Kasus-kasus  mafia  hukum  yang  sering  terjadi  tidak  hanya  menghampiri  hakim-hakim karir dalam pengadilan negeri. Bahkan belum lama ini telah terbukti  hakim ad hoc   Tipikor Semarang Asmadinata menerima suap yang diberikan oleh  terdakwa  demi mempermudah proses persidangannya. Jelas disini terlihat bahwa  tidak  peduli  dilingkungan  manapun  tetap  terdapat  intervensi-intervensi  yang  mendatangi para hakim. Salah satu yang menjadi pertanyaan adalah kenapa bisa  pengadilan sekelas Tipikor dapat terkena kasus suap terhadap hakim  ad hoc-nya.
Tentu  saja  masyarakat  juga  mempertanyakan  apa  yang  dimaksud  dengan  hakim  ad  hoc  dan  apa  bedanya  dengan  hakim-hakim  yang  lain.  Apakah  terdapat  perbedaan  dalam  melakukan  pengawasan  yang  dilakukan  oleh  Komisi  Yudisial  terhadap hakim karir dan hakim  ad hoc sehingga dapat terjadi kasus suap maupun  intervensi lainnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk  mengadakan  penelitian  mengenai  pengawasan  terhadap  hakim  Ad  hoc  Tipikor yang  dilakukan  oleh  Komisi  Yudisial.  Maka  dari  itu  muncul  sebuah  gagasan  untuk  membuat  suatu  skripsi  dengan  judul  “ANALISIS  TERHADAP  KEWENANGAN  KOMISI  YUDISIAL  DALAM  MELAKUKAN  PENGAWASAN  HAKIM  AD  HOC  TIPIKOR  TERKAIT  DENGAN  INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN”    B.  Rumusan Masalah.
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian  yang  bertujuan  untuk  mendapatkan  jawaban  atas  permasalahan  yang  diteliti.
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk  membahas  masalah  tersebut  lebih  lanjut  dengan  menitikberatkan  pada  rumusan  masalah:.
1.  Apakah  kewenangan  Komisi  Yudisial  dalam  melaksanakan  pengawasan  terhadap hakim Ad Hoc Tipikor?.
2. Apakah kewenangan Komisi Yudisial dalam mangawasi hakim Ad Hoc Tipikor tidak bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman?.
C.  Tujuan Penelitian.
Setiap  penelitian  pasti  mempunyai  tujuan  tertentu  yang  ingin  dicapai,  untuk  menjadi  arahan  dalam  melaksanakan  penelitian  tersebut,  sehingga  mendapatkan  hasil  yang  maksimal  dalam  menjawab  permasalahan  yang  ada.
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis:.
1.  Tujuan Obyektif .
a.  Mengetahui wewenang  Komisi Yudisial sebagai lembaga yang mengawasi  kinerja hakim di Republik Indonesia.
b.  Mengetahui  bagaimana  kewenangan  Komisi  Yudisial  untuk  mengawasi  hakim  tidak  bertentangan  dengan  prinsip  independensi  kekuasaan  kehakiman.
2.  Tujuan Subyektif .
a.  Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada  bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
b.  Menambah  pengetahuan  hukudan  pemahaman  penulis  dalam  penelitian  hukum di bidang Tata Negara.
c.  Untuk  memberikan  sumbangan  pikiran  bagi  ilmu  hukum  agar  dapat  memberikan wawasaan dan manfaat.
  d.  Mengembangkan penalaran  yang dimiliki oleh penulis dari pengetahuan  yang didapatkan selama masa perkuliahan.
D.  Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah  Sebuah penulisan  hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi perkembangan  ilmu  hukum  itu  sendiri  juga  dapat  diterapkan  dalam  praktik.  Adapun  manfaat  yang diharapkan penulis adalah:.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  sumbangan  pemikiran  dan  manfaat  bagi  pengembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum  pada  umumnya dan hukum tata negara pada khususnya.
b.  Memberikan  pemikiran  mengenai  kewenangan  Komisi  Yudisial  dalam  melakukan pengawasan terhadap hakim.
c.  Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur  dalam dunia kepustakaan serta sebagai acuan terhadap panelitian sejenis  dimasa yang akan datang.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Memberikan  informasi  dan  gambaran  kepada  masyarakat  mengenai peran  dan  wewenang  Komisi  Yudisial  dalam  pengawasan  terhadap  hakim ad hoc Tipikor.
b.  Memberikan informasi mengenai implikasi pengawasan Komisi Yudisial  terhadap hakim terkait independensi kekuasaan kehakiman.
c.  Dapat  mengembangkan  penalaran,  pola  pikir  dinamis  dan  untuk  mengetahui  kemampuan  penulis  dalam  menerapkan  ilmu  hukum  yang  diperoleh selama perkuliahan.
d.  Dapat  membantu  memberikan  tambahan  masukan  dan  pengetahuan  kepada  pihak-pihak  terkait  dengan  masalah  yang  diteliti,  juga  kepada  berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang sama.

 Skripsi Hukum: Analisis Terhadap Kewenangan Komisi Yudisial Dalam Melakukan Pengawasan Hakim Ad Hoc Tipikor

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi