Kamis, 04 Desember 2014

Skripsi Hukum: Analisis Yuridis Mengenai Penetapan Wali Hakim Beserta Akibat Hukumnya Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

 BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Yuridis Mengenai Penetapan Wali Hakim Beserta Akibat Hukumnya Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Manusia  sebagai  makluk  ciptaan  Tuhan  mempunyai  hubungan  untuk bekerja sama dengan orang lain. Salah  satu bentuk  hubungan antar  manusia  yang  satu  dengan  manusia  yang  lainnya  adalah  dengan  melangsungkan  pernikahan antara  laki-laki  dengan  seorang  perempuan  sebagai  seorang  suami  dan  seorang  istri.  Sebelum  melangsungkan  pernikahan  manusia  manusia  merupakan  individu  yang  bebas  dan  tidak  terdapat  suatu  ikatan  apapun  dengan  individu  atau  manusia  yang  lain,  namun  apabila  manusia  tersebut  telah  melakukan  pernikahan  dan  secara  sah telah menjadi sepasang suami isteri maka mereka mempunyai hak dan  kewajiban satu sama lain untuk hidup bersama.

Pernikahan  dalam  Islam  dipandang  sebagai  kesatuan  penting  dan  sakral  antara  seorang  pria  dan  wanita  yang  memenuhi  syarat  untuk  menikah.Sebagaimana  tertulis  dalam  Al  Qur`an  yang  mengatur  tentang  pernikahan sebagai berikut: "Di antara tanda-tanda-Nya adalah bahwa Dia  menciptakan  untukmu  pasangan  dari  dirimu  sehingga  Anda  mungkin  menemukan istirahat  dengan  mereka.Dan  Dia  telah  menempatkan  antara  Anda  kasih  sayang  dan  belas  kasihan.Dalam  tentu  ada  tanda-tanda  bagi  kaum yang memikirkan ".
Pernikahan  dalam  Islam  sering  d isebut  secara  puitis  menggambarkan  hak  cinta  dan  timbal  balik  yang  ada  antara  pria  dan  wanita. Islam  menempatkan  penekanan  kuat  pada  cinta  dan  saling  menghormati  antara  suami  dan  istri. Pria  yang  juga  secara  khusus  diperintahkan  untuk  memperlakukan  istri  mereka  dengan  kebaikan  dan  rasa  hormat.Nabi  Muhammad  mengatakan:  "Yangpaling  sempurna  di   antara  iman  percaya  dialah  yang  terbaik  dalam  sopan  santun  dan paling  baik kepada istrinya." Pernikahan  juga  dipandang  sebagai  suatu  tindakan  ibadah  kepada  Allah  SWT. Islam  memandang  ekspresi  emosional  dan  seksual  antara  suami  dan  istri  sebagai  bentuk  ibadah. Hubungan  seksual  tidak  sematamata untuk prokreasi, tetapi dipandang sebagai cara bagi pasangan  untuk  menghubungkan,  memperkuat  hubungan  mereka,  dan  membantu  meringankan  tekanan  sehari-hari. Akibatnya,  selibat  dilarang  untuk  pria  atau wanita bahkan jika salah satu kebetulan seorang ulama atau pemimpin  agama.
Pengertian  perkawinan  ditentukan  oleh  hukum  tiap-tiap  Negara  yang  memberlakukan  suatu  kehidupan  bersama  tertentu  antara  seorang  perempuan dan seorang laki-laki dengan melakukan perkawinan, sehingga  dapat terlaksana  pergaulan hidup manusia baik secara  individual maupun  kelompok  antara  laki-laki  dan  perempuan  secara  terhormat  dan  kekal  sesuai dengan kedudukan manusia yang paling sempurna diantara makluk  Tuhan yang lain .
Pengertian  lain  dari  perkawinan  adalah  merupakan  salah  satu  sunnatullah yang terjadi baik di alam manusia, binatang, maupun tumbuhtumbuhan,  karena  Allah  SWT  menciptakan  makluk-Nya  itu  berpasangpasanganguna  menunjukkan  kebesaran-Nya,  sebagaimana diterangkan  di  dalam Qur`an surat Az-Zariyatyang artinya : “Dan  segala  sesuatu  Kami  ciptakan  berpasang-pasangan  supaya  kamu  mengingat akan kebesaran Allah”.(QS. Az-Zariyat (51) : 49) Perkawinan  sangat  penting  karena  dapat digunakan atau  berperan  sebagai  benteng  manusia  dari  perbuatan-perbuatan  yang  dapat  menjerumuskan manusia ke dalam jurang  kehinaan  dan  kenistaan  dalam   mengendalikan hawa nafsunya atau syahwatnya.  (Akhmad  Azhar Basyir,  2000 : 43 ) Dalam  pandangan  Islam,  perkawinan mempunyai  tujuan  yang  sangat penting. Disamping untuk meneruskan keturunan  (At Tanasul) ia  juga  bertujuan  untuk  manusia  supaya  tidak  terjerumus  dalam  perbuatan  zina. Pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri apa yang  telah  ditetapkan  oleh  ajaran  agama,  namun  dalam  rangka  meningkatkan  kesadaran  warga  Negara  dalam  bernegara,  dalam  meningkatkan  kualitas  pribadi warga Negara, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat membuat  undang-undang  yang  mengatur  kualitas  pribadi  warga  Negara,  terwujud  dalam  bentuk  undang-undang  Nomor  1  Tahun  1974  tentang  perkawinan  dan peraturan pelaksanaannya. .
Undang-undang  No  1  Tahun  1974  tentang  perkawinan  (yang  selanjutnya  penulis  sebut  dengan  Undang-Undang  Perkawinan),  erat  kaitannya  dengan  hukum  perkawinan  Islam  yamg berlaku  bagi  seluruh  warga Negara Indonesia yang memeluk agama Islam, menurut Inpres No 1  Tahun  1991  yang  mengatur  tentang  kompilasi  hukum  Islam  suatu perkawinan  itu  agar  dapat  dikatakan  sah  haruslah  memenuhi  beberapa  rukun dan syarat untuk melangsungkan pernikahan, salah satu rukun nikah  yang harus dipenuhi adalah adanya wali nikah atau wali adhol dari pihak  calon isteri  atau  calon  mempelai wanita. Wali  nikah  mempunyai peranan  yang  sangat  penting  dalam  pernikahan  karena  tanpa  adanya  wali  nikah  maka suatu pernikahan dianggap tidak sah.( Undang-undang No 1 Tahun  1974 tentang perkawinan) Hukum  perkawinan  Islam  menentukan  pihak-pihak  yang  dapat  bertindak  sebagai  wali  nikah.  Peraturan  perwalian  nikah  yang  berlaku  di  Indonesia  adalah  menurut  Madzab  Syafi`I, adapun  tertib  wali  menurut  madzab Syafi`I adalah(Soemiyati, 1982 : 45)  1. Ayah 2. Kakek dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki 3. Saudara laki-laki kandung 4. Saudara laki-laki seayah 5. Kemenakan laki-laki kandung 6. Kemenakan laki-laki seayah  7. Paman kandung 8. Paman seayah 9. Saudara sepupu laki-laki kandung 10.Saudara sepupu laki-laki seayah 11.Sultan atau hakim 12.Orang  yang  ditunjuk  oleh  mempelai  yang  bersangkutan  atau  muhakam  Wali  yang  ditunjuk  oleh  pihak  mempelai  wanita  untuk  melaksanakan  upacara  pern ikahan  haruslah  sesuai  dengan  urutan-urutan  tersebut  di atas.  Wali  yang  ditunjuk  haruslah  memenuhi  syarat-syarat  sebagai  seorang  wali  nikah,  wali  yang  mendapat  prioritas  pertama  atau  pihak  yang  mendapatkan  prioritas  utama  untuk  ditunjuk  untuk  menjadi  wali nikah diantara wali-waliyang ada adalah ayah dari pengantin wanita,  jika ayah  tidak ada  atau  ayah tidak  memenuhi  persyaratan untuk menjadi  wali nikah maka perwalian beralih kepada kakeknya, dan seterusnya sesuai  dengan  urutan kedekatan  nasab. Apabila  persyaratan  tersebut  tidak  dimiliki oleh wali-wali yang ditunjuk atau dalam hal ini adalah wali nasab,  maka perwalian berpindah pada wali hakim.
Di  dalam  Islam  adanya  wali  dalam  pernikahan  merupakan  salah  satu  rukun  dari  rukun  perkawinan  Islam,  yang  bertugas  melakukan  ijab  dari  pihak  perempuan.  Sebagaimana  menurut  hukum  yang  berlaku  di  Indonesia,  adanya  wali  dalam  pernikahan  merupakan  salah  satu  rukun  nikah,  pernikahan  yang  dilakukan  tanpa  adanya  wali  dari  pihak  perempuan, maka pernikahan itu dianggap batal atau tidak sah hukumnya.
 Hal  ini  juga  ditegaskan  dalam  pasal  19  KHI  :  “Wali  nikah  dalam  perkawinan merupakan  rukun  yang harus dipenuhi bagi calon mempelai  wanita yang bertindak untuk menikahkan”.
Kebanyakan  ulama  berpendapat  bahwa  pernikahan  seorang  perempuan  tidak sah  kecuali  apabila dinikahkan  oleh  wali aqrab (dekat).
Sebagaimana  hadits  dari  Abu  Musa,  ia  menceritakan  bahwasanya  Rasullullah SAW telah bersabda “Menceritakan  kepada  kami  Muhammmad  bin  Abdul  Malik  bin  AbusySyawarib, menceritakan kepada kami Abu `Awanah, menceritakan kepada  kami  Abu  Ishaq  al-Hamdani,  dari  Abu  Burdah,  dari  Abu  Musa,  dia  berkata  :  Rasululah SAW  bersabda : Tidak sah  nikah  melainkan  dengan  adanya wali .
Yang  dimaksud  dengan “tidak  ada  pernikahan,  kecuali  dengan  adanya  wali” ialah  tidak  sahnya  suatu  pernikahan  kecuali  adanya  wali,  berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang mengemukakan bahwa  suatu  pernikahan  itu  tidak  mensyaratkan  memakai  seorang  wali  atau  dengan  kata  lain  tidak  mewajibkan  untuk  menghadirkan  seorang  wali.
Sighat ijab akad nikah yang diucapkan oleh wanita yang sudah dewasa dan  cerdik  adalah  secara  mutlak  baik  wanita  itu  gadis  atau  janda,  sekufu  dengan calon suaminya atau tidak, atas izin walinya atau tidak, baik diucap  langsung  maupun diwakili  dengan  wanita  atau  laki-laki  lain  yang  bukan walinya.  Demikian  menurut  Imam  Abu  Hanifah,  Abu  Yusuf,  Zufar,  Auza`I,  Muhammad bin  Hasandi suatu riwayat dan  Imam Malik menurut  riwayat Ibnul Qasim  bagi  wanita  yang tidak  mempunyai kedudukan  (addaniyah)(Ibrahim Husain, 1971 : 96) Pihak-pihak  yang  kemudian  ditunjuk  sebagai  wali  hakim  menggantikan  wali  nasab  ditentukan  berdasarkan  peraturan  yang  diatur  dalam  Peraturan  Menteri  Agama  Nomor  30  Tahun  2005  tentang  wali  hakim sebagai pengganti Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987   yang dianggap sudah tidak sesuai lagi. Peraturan tersebut merujuk kepada  Kepala  Kantor  Urusan  Agama  Kecamatan  untuk  menjadi  wali  hakim  dalam  wilayahnya  untuk  menikahkan mempelai  wanita  yang  tidak  mempunyai  wali  nasab  atau  wali  nasabnya  tidak  memenuhi  syarat  atau  berhalangan atau adhol.
Seperti  yang  telah  kita  ketahui  bahwa  perkawinan  itu  baru  dapat  dikatakan  sah  apabila  perkawinan  dilakukan  menurut  masing-masing  agama  dan  kepercayaannya, sebagaimana  tersebut dalam Pasal 2 ayat (1)  Undang-Undang  No  1  Tahun  1974.  Sedangkan  di  dalam  ayat  2  pasal  tersebut  disebutkan  mengenai  pencatatan  perkawinan  menurut  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku,  maka  perkawinan  bagi  setiap  orang  yang  beragama  Islam  itu  sah  apabila  dilakukan  menurut  ketentuanketentuan  Islam.  Ketentuan-ketentuan  itu  diantaranya  adalah  perkawinan  itu  harus  memenuhi  syarat-syarat  dan  rukun-rukun  perkawinan.
Sebagaimana telah  diatur  dalam  Peraturan Menteri  Agama  No 30  Tahun  2005  tentang  wali  hakim,  bahwa  keabsahan  suatu  perkawinan  menurut  agama Islamditentukan antara lain oleh adanya wali hakim.
Berdasarkan  uraian  diatas, penulis berkeinginan  untuk  melakukan  penelitian  mengenai  “ANALISIS  YURIDIS  MENGENAI  PENETAPAN  WALI  HAKIM  BESERTA  AKIBAT  HUKUMNYA  MENURUT  UNDANG-UNDANG  NO.  1  TAHUN  1974  TENTANG  PERKAWINAN”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian dan  latar belakang di atas, maka penulis dapat  menetukan perumusan masalah sebagai berikut :.
a. Bagaimanakah  mekanisme penetapan  wali  hakim dan  syarat  untuk menjadi wali hakim menurut UU No 1 tahun 1974.
 b. Bagaimanakah akibat hukum wali hakim sebagai pengganti wali  nasabdalam  suatu  perkawinan  menurut  Undang-Undang  No  1  Tahun1974 ?.
C.Tujuan Penelitian.
Dalam  melaksanakan  dan  menjalankan  suatu  proses  penelitian  hendaknya  memiliki  suatu  tujuan  yang  jelas  dan  pasti  sehingga  dapat  memberikan  arah  dari  pelaksanaan  suatu  penelitian  tersebut.  Adapun  tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : .
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui mengenaimekanismepenetapan wali hakim dan  syarat untuk menjadi  wali  hakim menurutUndang-Undang  Nomor  1 Tahun 1974.
b. Untuk mengetahui akibat hukum wali hakim sebagai pengganti wali  nasab dalam  suatu  perkawinan  menurut  Undang-Undang  No  1  Tahun1974 ?.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk  memperoleh  data dan informasi  sebagai  bahan utama dalam  penyusunan  karya  ilmiah  untuk  memenuhi  persyaratan  yang  diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum  pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk  menambah  wawasan  dan  pengetahuan  bagi penulis  tentang  perkawinan khususnya perkawinan dengan wali hakim.
D.Manfaat Penelitian.
Di dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dalam  penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Dapat  memberikan  sumbangan  sumbangan  pengetahuan  dan  pemikiran  yang  bermanfaat  bagi  perkembangan  ilmu  hukum  khususnya Hukum Keluarga dan Kehartaan Islam.
b. Memberikan  informasi dan  wawasan serta pengetahuan mengenai  perkawinan dengan wali hakim.
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk  memberikan  jawaban  atas permasalahan yang diteliti yaitu  mengenai  analisis  yuridis  mengenai penetapan  wali  hakim beserta  akibat  hukumnya menurut Undang-Undang  Nomor  1  Tahun 1974  tentang perkawinan.
b. Memberikan  masukan  atau  sumbangan  pemikiran  dalam  pelaksanaan  perkawinan  dengan  wali  hakim  serta  memberikan  informasi tentang wali hakim sebagai pengganti wali nasab dalam  perkawinan.

 Skripsi Hukum: Analisis Yuridis Mengenai Penetapan Wali Hakim Beserta Akibat Hukumnya Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi