BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Wewenang Polri Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Ditinjau Dari Segi Hak Asasi Manusia
Terorisme pada
dasarnya merupakan suatu
gejala kekerasan yang berkembang
sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri.
Terorisme sebagai kejahatan terhadap
kemanusiaan, ditengarai telah
ada sejak zaman
Yunani Kuno, Romawi
Kuno dan pada
abad pertengahan. Dalam
konteks ini, terorisme
secara klasik diartikan
sebagai kekerasan atau
ancaman kekerasan yang
dilakukan untuk menciptakan
rasa takut dalam
masyarakat ( Luqman Hakim, 2004 : 1 ).
Serangan bom teroris yang terjadi
secara terus menerus selama kurang lebih satu
dasawarsa terakhir ini
telah menimbulkan rasa
takut dan kegelisahan
dikalangan masyarakat Indonesia.
Mereka khawatir, sewaktuwaktu
bisa menjadi korban
ledakan bom bila
berkunjung ketempat-tempat tertentu,
khususnya yang banyak
dikunjungi orang asing
maupun yang berkaitan
dengan kepentingan barat
yaitu Eropa Bagian
Barat dan Amerika Serikat ( Ardison Muhammad, 2010 : vi ).
Selain itu serangan bom teroris
juga telah menimbulkan banyak korban jiwa
dan kerugian material yang tidak sedikit. Lebih jauh serangan bom teroris menghambat laju investasi dan pertumbuhan
ekonomi. Sebab salah satu faktor yang menentukan
masuk tidaknya investor
asing ke suatu
negara adalah tingkat
keamanannya. Ulah para
teroris tak pelak
telah menimbulkan luka yang mendalam
dikalangan umat islam.
Mereka mengatasnamakan aksinya sebagai amalan ajaran Islam
tentang jihad. Tentu saja kalangan
Islam moderat sangat
geram karena para
teroris itu telah
membelokkan pengertian jihad kearah
tindak kekerasan dan pembunuhan ( Ardison Muhammad, 2010 : vii ).
Diera globalisasi ini banyak sekali kemajuan-kemajuan,
baik dibidang ilmu pengetahuan maupun
teknologi yang semuanya itu adalah karena fitrah manusia
yang ingin selalu
maju dan menjadi
yang terbaik. Krisis
moneter yang melanda
Indonesia terjadi disebabkan
karena krisis moral,
yang berimbas kepada
mudahnya usaha pendangkalan
pemaknaan dan pengerusakan
pemahaman agama oleh
kelompok-kelompok yang ingin memperdalam krisis,
yang berimbas kepada
benturan fisik yang
bisa kita saksikan hingga kini. Seorang ahli bahasa asal
Rusia mengatakan bahwa ada kaitannya antara
istilah dan pemaknaannya
dengan kejiwaan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, pemaknaan yang
salah terhadap sebuah istilah ajaran agama
( hukum agama
) sangat berbahaya
bagi manusia secara keseluruhan.
( Umar Ibrahim
, 2002 :3).
Tentu pemaknaan atau
cara tafsir yang
salah didalam menafsiri
Al-Qur‘an dan Hadist
ini pula yang
juga menjadikan timbulnya tindak
pidana terorisme.
Berikut ini adalah beberapa
contoh Terorisme di Indonesia : Pertama, Pada Tahun 19913 September
1991: Ledakan bom di Mragen-Demak,
Jawa Timur.
Ketika itu,
Xanana Gusmao sebagai
pemimpin perjuangan Timor Leste menyatakan
bertanggungjawab atas terjadinya ledakan yang diduga dilakukan oleh
tiga pemuda Timor
Leste. 30 September
1991: Hotel Mini
Surabaya.
Pelakunya tidak
diketahui.Bahan peledak yang
digunakan adalah potassium yang biasa dipakai untuk membom ikan ( Asep
Adisaputra, 2008 : 50 ).
Kedua, Pada Tahun 19814 Mei 1986
: Terjadi hampir bersamaan, yaitu Wisma Metropolitan di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Hotel President
di Jalan M.H. Thmarin, Jakarta Pusat, dan
Pekan Raya Jakarta.
"Brigade
Anti-Imperialis Internasional― di Jepang mengaku
bertanggungjawab. Juni 1986:
Terjadi serangan roket
ke Kedutaan Amerika,
Jepang dan Kanada
yang diluncurkan dari
kamar 827 Presiden Hotel di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta
Pusat.
Ketiga, Pada Tahun 19913 September 1997 :
Mranggen, Demak, Jawa Tengah yang dilakukan tiga pemuda
Timor Timur dari
kelompok prokemerdekaan Timor
Timur. Bom meledak
tidak sengaja. Tokoh
Tim-tim Xanana Gusmao
menyatakan bertanggungjawab atas
peledakan itu. Tapi,
tidak ada tersangka
yang tertangkap ( Asep
Adisaputra, 2008 : 50 ).
Keempat, Pada Tahun 19918 Januari
1998: Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Walau bom meledak
tidak disengaja, Agus
Priyono, anggota solidaritas
mahasiswa Indonesia untuk
Demokrasi (SMID) /
salah satu jaringan
Partai Rakyat Demokrat, dipenjara tujuh bulan lebih, karena
dianggap mengetahui rencana pemboman tapi
tidak melaporkannya ke
pihak berwajib. (
Asep Adisaputra, 2008 : 50 ) Kelima, Pada Tahun 200Bom Kompleks
Mabes Polri, Jakarta 2003. Senin, 3 Februari 2003, pukul 07.15 WIB,
bom rakitan meledak
di lobi Wisma
Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Ledakan berasal dari sebuah
bom rakitan yang dibuat dari pipaparalon sepanjang 11 cm dengan diameter 16 cm, ditutup
dengan lempengan baja yang dilapisi
dengan semen. Tidak ada korban jiwa.-
Bom di belakang kantor PBB, Jakarta.
Kamis, 24 April 2003 pukul 05.20 WIB.
Ledakan terjadi di jembatan Kali Cideng,
belakang kantor Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Sasaran kemungkinan
ditujukan ke kantor
PBB. Ledakan berkekuatan
rendah. Tidak ada korban. ( Asep Adisaputra, 2008 : 53 ).
Bom Bandara Cengkareng, Jakarta
2003.27 April 2003, bom meledak di area
publik di terminal
2F, bandar udara
internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng,
Jakarta. Dua orang
luka berat dan
8 lainnya luka
sedang dan ringan.
Terkait
mengenai pembunuhan dan
pembantaian yang terjadi
di Indonesia yang
kita sebut terorisme
ini. Menurut Maulana
Muhamad Ali, agama
yang dibawa oleh
setiap Rosul adalah
agama tauhid. Demikian
pula dengan islam
( Agama )
yang sangat menekankan
keesaan tuhan, sehingga sikap
dan tindakan menyekutukan
tuhan merupakan dosa
yang tidak terampuni ( QS. An-Nisa [4], 116 ) ( Muhammad
Alim, 2010 : 121 ).
Prinsip Ketuhanan
Yang Maha Esa ( Tauhid
) inilah yang memancarkan peradaban
Islam, termasuk mengenai
masalah individu, masyarakat, politik, hak asasi manusia, hukum,
ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Hal
tersebut antara lain
ditulis oleh John
Voll : ―Jantung
dari keyakinan Islam adalah
kepercayaan pada ke-Esa-an Allah, tauhid yang secara langsung meliputi semua persoalan
kemanusiaan ( Muhammad Alim, 2010 : 122 ).
Menurut Jimly
Asshiddiqie bahwa HAM
dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang
dilahirkan dari sejarah peradaban manusia
di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai
hasil perjuangan manusia
untuk mempertahankan dan
mencapai harkat kemanusiaannya, sebab
hingga saat ini
hanya konsepsi HAM
dan demokrasilah yang
terbukti paling mengakui
dan menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi HAM dan
demokrasi dapat dilacak
secara teologis berupa relativitas manusia dan kemutlakan
Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati posisi lebih
tinggi, karena hanya satu yang mutlak dan
merupakan prima facie,
yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Semua manusia memiliki
potensi untuk mencapai
kebenaran, tetapi tidak
mungkin kebenaran mutlak
dimiliki oleh manusia,
karena yang benar
secara mutlak hanya Tuhan ( Mustain Nasoha, 2010 : 3 ).
Indonesia merupakan
Negara Hukum, sebagai
negara hukum tentunya Indonesia
telah memiliki peraturan-peraturan yang
lengkap. Khususnya mengenai
Tindak Pidana Terorisme.
Berdasarkan data tersebut
maka kita ketahui bahwa pembunuhan, kejahatan dan kekerasan terorisme yang selama ini
terjadi khususnya di
Indonesia merupakan sebuah
perbuatan yang melanggar
Hak Asasi Manusia
baik dilihat dari
konteks agama itu
sendiri maupun konteks
pemerintahan ( Mustain Nasoha, 2010 : 2 ).
Kepolisian Republik
Indonesia adalah lembaga
negara yang memiliki kewajiban didalam menanggulangi terorisme,
akan tetapi bagaimanapun juga seorang
teroris tetap memiliki Hak Asasi yang selalu melekat didalam dirinya sejak
lahir sampai meninggal
dunia. Sehingga seperti
apapun Polisi menanggulangi
tindak pidana terorisme,
polisi wajib menjunjung
tinggi terjaminnya Hak
Asasi Manusia pada
para Teroris. Disinilah
yang menarik untuk
penulis kaji didalam
skripsi ini yang
diberi judulA NALISIS WEWENANG
POLRI DALAM RANGKA
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
TERORISME DI INDONESIA
DITINJAU DARI SEGI HAK ASASI MANUSIA.
A. Perumusan Masalah.
Perumusan masalah
merupakan bagian penting
dalam suatu penulisan hukum
agar terarah dan
tujuan tidak menyimpang
dari pokok permasalahan sehingga
sangat diperlukan untuk
memfokuskan masalah agar
dapat dipecahkan secara
sistematis. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah wewenang Polri sudah sesuai HAM didalam
menanggulangi Tindak Pidana Terorisme di
Indonesia?.
B. Tujuan Penelitian.
Dalam suatu
penelitian dikenal ada
dua macam tujuan,
yaitu tujuan objektif
dan tujuan subjektif.
Adapun tujuan yang
hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut:.
1. Tujuan Objektif.
Tujuan objektif
merupakan tujuan penulisan
dilihat dari tujuan
umum yang berasal dari penelitian
itu sendiri, yaitu sebagai berikut dengan :.
Mengetahui
wewenang Polri dalam
rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia ditinjau dari
segi Hak Asasi Manusia.
2. Tujuan Subjektif.
Tujuan Subjektif merupakan tujuan
penulisan dilihat dari tujuan pribadi penulis
sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:.
a. Untuk
memperoleh data dan
informasi sebagai bahan
utama dalam menyusun
penulisan hukum (skripsi)
agar dapat memenuhi
persyaratan akademis guna
memperoleh gelar sarjana
hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum
yang telah penulis peroleh agar dapat
memberi manfaat bagi
penulis sendiri serta
memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
c. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman
serta pemahaman aspek hukum di
dalam teori dan
praktek penulis dalam
bidang Hukum Tata Negara.
C. Manfaat Penelitian.
Sebuah penelitian dapat
memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu
hukum baik secara
teoritis maupun dalam
praktek. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan
dibidang hukum khususnya
mengenai wewenang Polri dalam rangka
penanggulangan Tindak Pidana
Terorisme di Indonesia ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia.
b. Penulisan
hukum ini diharapkan
dapat memperkaya referensi
dan literatur sebagai acuan untuk
melakukan penulisan sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Menjadi
wadah bagi penulis
untuk mengembangkan penalaran
dan membentuk pola pikir yang
dinamis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b.
Hasil penelitian dan
penulisan ini diharapkan
dapat membantu dan memberikan masukan
kepada semua pihak
yang membutuhkan pengetahuan
terkait dengan permasalahan
yang diteliti dan
bermanfaat bagi pihak
yang mengkaji ilmu
hukum khususnya wewenang
Polri Dalam rangka
penanggulangan Tindak Pidana
Terorisme di Indonesia ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia.
Skripsi Hukum: Analisis Wewenang Polri Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Ditinjau Dari Segi Hak Asasi Manusia
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi