Senin, 08 Desember 2014

Skripsi Hukum: Disparitas Pemidanaan Dalam Pasal 81 Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. LATAR BELAKANG MASALAH.
Skripsi Hukum: Disparitas Pemidanaan Dalam Pasal 81 Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Dalam perkembangan  era  globalisasi  ini,  yang  semuanya  serba  modern  dengan keterbukaan di semua lini, masalah-masalah cenderung meningkat pesat,  mulai  dari  kurang  diperhatikannya  aspek  moral,  pendidikan  agama  dan  pendidikan  etika  di  lingkungan  keluarga  dan  masyarakat  yang  hal  tersebut  sesungguhnya  merupakan  sendi  pembentukan  karakter  dan  pengenalan  hukum  atau aturan, di sekolah-sekolah dan  di lingkungan  masyarakat pada  umumnya.

Kurang  diperhatikannya moral  dan  etika  di  lingkungan-lingkungan  tersebut  menyebabkan banyak terjadi penyimpangan di kalangan anak usia sekolah dan  remaja  dalam  tindakan-tindakan  pelanggaran  norma,  baik  norma  agama,  kesusilaan, kesopanan dan norma hukum.
Seiring juga dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi  perilaku  manusia  didalam  hidup  bermasyarakat  dan  bernegara  justru  semakin  kompleks  dan bahkan multikompleks. Perilaku  yang  demikian  apabila ditinjau dari  segi  hukumnya  tentuada  perilaku  yang  dapat  dikatagorikantidak sesuai  dengan norma inilah yang dapat menyebabkan adanya penyelewengan terhadap  hukum.  Perilaku  yang  tidak  sesuai  dengan  norma  atau  dapat  disebut  sebagai  penyelewengan  terhadap  norma  yang  telah  disepakati  ternyata  menyebabkan terganggunya  ketentraman  dan  ketertiban  terhadap  kehidupan  manusia  itu  sendiri.  Penyelewengan  atas  suatu  norma  yang  berlaku  biasanya  oleh  masyarakat umum dinilai  sebagai suatu kejahatan dalam  ruang lingkup hukum  pidana  dan  kejahatan  dalam  kehidupan  manusia  merupakan  gejala  sosial  yang  akan  selalu  dihadapi oleh  setiap manusia,  masyarakat  dan  bahkan  negara,  kenyataannya  telah  membuktikan  bahwa  kejahatan  hanya  dapat  dicegah  dan   dikurangi  tetapi  hal  tersebut  sangat sulit  diberantas  secara  tuntas (  Bambang  Waluyo, 2002 : 2 ).
Kehadiran  hukum  dalam  masyarakat  diantaranya  adalah  untuk  mengintegrasikan  dan  mengkoordinasikan  kepentingan-kepentingan  yang  bisa  bertubrukan satu sama lain. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan tersebut  dilakukan oleh hukum dengan jalan salah satunya yaitu melakukan perlindungan  terhadap  masyarakat.  Hukum  melindungi  kepentingan  seseorang  dengan  cara  mengalokasikan  suatu  kekuasaan  kepadanya  untuk  bertindak  dalam  rangka  kepentingannya  tersebut.  Dengan  hal  ini,  hukum  disini  melindungi  siapa  saja  baik  orang  kuat,  orang  lemah,  laki-laki,  perempuan  dan  anak-anak (  Satjipto  Rahardjo, 2006: 53 ).
Anak-anak  dan  kaum  perempuan  sangatlah  rawan  menjadi  korban  kejahatan. Berbagai  pembahasan dan penelitian seharusnyasudah cukup  untuk  menginterprestasi  dan  memberdayakan  hak-hak  anak  dan  perempuan  pada  khususnya.  Hak-hak  anak  dan  wanita  menjadi  obyek  pembahasan  seiring  dengan beragamnya persoalan sensitif yang melanda kaum anak dan perempuan  tersebut. Dalam hal anak  yang menjadi korban dari adanya tindak pidana yang  terjadi maka dapatlah dipastikan bahwa dalam hal ini  terjadi  pelanggaran  hakhak  anak,  sehingga  anak-anak  menjadi  kehilangan  hak-hak  yang  seharusnya  dinikmatinya.  Masa  anak-anak  adalah  masa  dimana  seseorang  anak  mulai  mengenal  tentang  kehidupan,  masa  dimana  anak  mengalami  terjadinya  proses  pematangan  fisik,  kecerdasan,  emosional,  dan  juga  sosial.  Masa  ini  juga  merupakan  masa  dimana  seorang  anak  akan  melewatkan  waktunya  untuk  bermain,  belajar  dan  tumbuh  berkembang  dengan  sehat.  Selain  itu,  anak  merupakan  cikal  bakal  yang  sangat  potensial  untuk  di  didik  menjadi  manusia  dewasa  yang  berintelektual,  handal,  kreatif  dan  produktif,  sebab  anak  merupakan  generasi  yang  merupakan  asset  bagi  pembangunan  suatu  bangsa (Majda El Muhtaj. 2008: 230-233).
Perlindungan  pada  anak  dapat  diwujudkan  dalam  berbagaibentuk,  yakni  melalui  pemberian hak-hak terhadap  anak  yang dapat  dikaitkan  dalam  hukum,  seperti  perlindungan  atas  kesejahteraan,  pendidikan,  perkembangan,  jaminan   masa  depan  yang  cerah,  dan  perlindungan  dari  kekejaman,  kekerasan  dan  penganiayaan serta perlindungan-perlindungan lain yang dapat memacu tumbuh  berkembangnya anak secara wajar.
Di  bidang  kesusilaan,  anak-anak  dan  kaum  perempuan  menjadi  obyek  pelecehan dan hak-haknya tidak berdaya lagi menghadapi kekerasan individual,  kultural  dan  struktural yang tidak dibenarkan.  Salah  satu  langkah  antisipasi  terhadap  kejahatan  tersebut  dapat  memfungsikan  instrumen hukum  pidana  secara efektif melalui penegakan hukum, dan diupayakan bahwa perilaku yang  dinilai telah melanggar hukum dapat ditanggulangi secara preventif dan represif,  sehingga  dalam  hal  ini  melaui  payung  hukum  hak-hak  anak  secara  nyata  dilindungi, Namun perlu diingat  juga  bahwa penjatuhan  pidana  bukan  sematamata sebagai jalan balas dendam atas perbuatan yang telah dilanggar, melainkan  adalah  suatu  upaya  pemberian  bimbingan  pada  pelaku  tindak  pidana  sebagai  upaya pengayoman atas korban dari  tindak pidana yang  ada, dan hakim dalam  menjatuhkan  suatu  putusan  haruslah  mempertimbangkan  unsur-unsur  obyektif  yang tidak bersifat emosi semata.
Secara teoritis pilihan-pilihan sanksi dapat dijatuhkan kepada anak adalah  jalan untuk  mengambil  keputusan  yang  terbaik  untuk  anak  yang  berkonflik  dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinyatakan bersalah secara individu  melainkan  banyak  aspek  yang  mempengaruhinya.  Pelanggaraan  hukum  yang  dilakukan oleh anak lebih merupakan kegagalan proses sosialisasi dan lemahnya  pengendalian sosial terhadap anak, oleh  karena itu  pertimbangan  hakim dalam  memutus  perkara  yang  bersangkutan  harus  juga  memperhatikan  kondisi  anak  yang  bersangkutan  dimana  masih  rentan  untuk  menerima  penjatuhan  suatu  pidana  terhadapnya  atau pemidanaan, dalam Pasal  16  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2002  telah  menjelaskan  bahwa  setiap  anak  berhak  memperoleh  perlindungan, antara  lain  dalam  penjatuhan  pidana yang  tidak  manusiawi,  penangkapan,  penahanan  atau  penjatuhan  pidana  hanya  sebagai  ultimum  remidium atau obat terakhir.
Indonesia  dengan  berbagai  macam  permasalahannya  yang  ada, kesemuanya  begitu  kompleks  dan  membentuk  suatu  mata  rantai  yang   berhubungan dan tidak dapat diputuskan, menyisakan cerita tragis tentang nasib  anak-anak  bangsa  ini,  sehingga  tidak  sedikit  anak-anak  yang  menjadi  pelaku  tindak  pidana.  Dalam  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2002,  anak  yang  melakukan  tindak  pidana  dapat  diistilahkan  dengan anak  yang  berhadapan  dengan  hukum,  bagi  yang  dipidana  atau  dijatuhi  hukuman  penjara  akan  ditempatkan di lembaga permasyarakatan anak, sebagaimana diatur dalam pasal  60 UU Nomor 3 Tahun 1997 jo. UU Nomor 23 Tahun 2002, selain anak sebagai  pelaku tindak pidana, dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 juga menjelaskan anak  menurut  ketentuan  pasal  ini  ialah  seorang  yang  belum  berusia  18  tahun,  termasuk anak yang masih dalam kandungan ( Nandang Sambas, 2010: 80 ).
Salah satu  permasalahan  dalam  hukum pidana  yang  dimungkinkan  mendapat perhatian besar dari kalangan bidang hukum pidana adalah mengenai  masalah disparitas  pidana yang  terlalu  mencolok  yang  dijatuhkan  oleh  hakimhakim  terhadap  para  pelaku  tindak  pidana  yang  sama,  serupa,  sejenis  tanpa  pembenaran  yang  jelas.  Disparitas  pidana  yang  mencolok  dalam  pemidanaan  menurut penulis, selain dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan di pihak korban  maupun pelaku atau narapidana dan juga di kalangan masyarakat.
Disparitas pidana  dimungkinkan  terjadi  hampir  diseluruh  Indonesia,  demikian  juga  terhadap  delik  perkosaan.  Sering  kita  baca  di  berbagai  media  massa  akhir-akhir  ini.  Ketakutan  terhadap  perkosaan  menghantui  setiap  perempuan,  hal  ini  dapat  membatasi  kebebasannya,  mempengaruhi  cara  berpakainnya, jam kerjanya,dan rute perjalanannya. Namun disadari atau tidak, terjadi  gambaran  baru  mengenai  fenomena  perkosaan  ini  dapat  dipengaruhi  hubungan  antara  peningkatan  jumlah dengan  beragamnya  tayangan  di  televisi  yang mengundang  nafsu  birahi  orang, gambar  di  media  massa,dan  situs-situs  porno  yang  sepenuhnya  belum  diblokir  dengan  baik.  Begitu  pula  gaya  hidup  yang cenderung liberal dapat dikatakan sudah mulai diikuti kaum generasi muda  saat ini sudah marak dan semua itu dapat memicu timbulnya kekerasan seksual  terhadap  perempuan,  salah  satu  bentuknya  adalah  pemerkosaan (Muladi  dan  Barda Nawawi, 1998: 52).
 Tindak  pidana  perkosaan secara  umum diatur  dalamPasal  285 KUHP, sedangkan  tindak  pidana  perkosaan  terhadap  anakdiatur  secara  khusus  dalam  Pasal 81Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 yang isinya bahwa setiap orang  yang  dengan  sengaja  melakukan  kekerasan  dan  ancaman  kekerasan, memaksa  melakukan  tipu  muslihat,  serangkaian  kebohongan,  atau  membujuk anak  melakukan  persetubuhan  dengannya  atau  dengan  orang lain diancam  dengan  pidana  penjara  paling  lama  15  tahun  dan  paling  singkat  3  tahun  dan  denda  paling  banyaktiga  ratus  juta  dan  paling  sedikit  enam  puluh juta  rupiah, di  Pengadilan Negeri Sukoharjo dan Boyolali telah terjadi tindak pidana terhadap  ketentuan Pasal  81  UU  Nomor  23  Tahun  2002,  namun  ternyata  hakim  menjatuhkanputusan  pidana  yang  berbeda  dengan  tindak  pidana  yang  sama.
Sehubungan  dengan  hal  tersebut  diatas  maka  penulis  tertarik  untuk  melakukan  penelitian  secara  lebih  seksama  dan  mendalam  dengan  mengambil  judul  :  DISPARITAS  PEMIDANAAN  DALAM PASAL  81  UNDANGUNDANG  NOMOR 23 TAHUN  2002  TENTANG  PERLINDUNGAN  ANAK  (  STUDI DI  PENGADILAN  NEGERI  SUKOHARJO  DAN  PENGADILAN NEGERI BOYOLALI ).
B. PERUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  diuraikan,  maka  penulis  merumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:.
1.  Bagaimana terjadinya disparitas pemidanaandalam  perkara tindak pidana  perkosaan anak?.
2.  Bagaimana upaya yang dilakukan  untuk  mengatasi  timbulnyadisparitas  pidana dalam tindak pidana perkosaan anak?.
 C. TUJUAN PENELITIAN.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a.Mengetahui  bagaimana terjadinya  disparitas  pemidanaan dalam  perkara  perkosaan anak dalam  putusan  Pengadilan  Negeri  Sukoharjo  dan  Pengadilan Negeri Boyolali.
b.Mengetahui  upaya  yang  dilakukan  untuk  mengatasi  timbulnya  disparitas  pidana  dalam  tindak  pidanaperkosaan  anak dalam  Putusan  Pengadilan  Negeri Sukoharjo dan Pengadilan Negeri Boyolali.
2. Tujuan Subjektif.
a. Untuk memperoleh data dan informasi dari hasil putusan di keduawilayah  pengadilan tersebut.
b.  Mengembangkan  dan  memperluas  wacana  pemikiran  dan  pengetahuan  penulis, khususnya dalam bidang ilmuhukum pidana.
c. Memberikan kontribusi pemikiran bagi hukum pidana khususnya mengenai  disparitas pemidanaan dalamPasal 81 UU Nomor 23Tahun 2002 tentang  perlindungan anak.
D. MANFAAT PENELITIAN.
Manfaat penelitian  dapat  ditinjau  dari  dua  segi   yaitu  segi  teoritis  dan  praktis.  Dari  penelitian  ini  diharapkan  akan  mendapatkan  manfaat  sebagai  berikut :.
1.Manfaat Teoritis.
a. Untuk melatih berpikir kritis dan analisis sistimatis.
 b.Menghasilkan  suatu  penjelasan  mengenai  disparitas  hukum  pidana  dalam  kedua putusan pengadilan negeri yang berbeda.
c.  Hasil  penelitian  ini  diharapkan  memberikan  sumbangan  pemikiran  bagi  ilmu hukum khususnya hukum pidana  yang dapat dijadikan data sekunder  dan referensi bagi penelitian berikutnya.
d. Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  menambah  referensi  dan  literatur kepustakaan  mengenai  permasalahan-permasalahan  pada  tindak  pidana  pemerkosaananak.
2. Manfaat Praktis.
a. Mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan bagi penulis dalam  menyusun suatu penulisan hukum.
b. Sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas  Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. METODOLOGIPENELITIAN.
Metode  penelitian  yang  digunakan  penulis  dalam  penulisan  hukum  ini  sebagai berikut :.
1. Jenis Penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian non doctrinal /  empiris,  dikarenakan  di  Pengadilan  Negeri  Boyolali  dan  pengadilan  Negeri  Sukoharjo  terdapat  putusan  tentang  tindak  pidana  pemerkosaan  anak dan  terdapat beberapa hakim yang pernah menangani perkara perkosaan anak.
2. Sifat Penelitian Sifat  konkrit dari  penelitian ini adalah  empiris , hal tersebut  dikarenakan penulis mengkaji  dan  memberikan  penilaian lebih  jauh  mengenai  bagaimana  terjadinya  disparitas  pemidanaan  dalam  tindak  pidana  perkosaan  anak  dan  bagaimana  upaya  yang  dilakukan  untuk  mengatasi  timbulnya  disparitas  pidana khususnya dalam tindak pidana perkosaan anak.

 Skripsi Hukum: Disparitas Pemidanaan Dalam Pasal 81 Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi