Senin, 08 Desember 2014

Skripsi Hukum: Efektivitas birokrasi penegakan hukum administrasi terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan perkebunan

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Efektivitas birokrasi penegakan hukum administrasi terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan perkebunan
Tanah  merupakan  kebutuhan  hidup  manusia  yang  sangat  mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat  manusia  selalu  berhubungan  dengan  tanah  untuk  memenuhi  berbagai  kebutuhan antara lain perumahan, pertanian, perkebunan, maupun kegiatan  industri  yang  mengharuskan  tersedianya  tanah.  Selain  itu  juga  Tanah  merupakan modal dasar  pembangunan. Oleh karena itu tanah memegang  peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu  pembangunan.  Undang-Undang  Dasar  Tahun  1945  Pasal  33  ayat  3  menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di  dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya  kemakmuran  rakyat”.  Berdasarkan  hal  tersebut  para  pendiri  bangsa  telah  berhasil mengatur lebih lanjut sumber-sumber agraria ini dalam UndangUndang  Nomor  5  Tahun  1960  tentang  Peraturan  Dasar  Pokok-Pokok  Agraria  atau  biasa  disebut  dengan  nama  Undang-Undang  Pokok  Agraria  (UUPA).  Hal  ini  sesuai  pula  dengan  amanat  dalam  TAP  MPR  Nomor  IX/MPR/2001 yang  menyatakan  bahwa  pembaruan  agraria  mencakup  suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali  penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria,  dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum  serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perkembangan industri yang berdampak pada pengurangan kemiskinan  di  Indonesia  tidak  terlepas  dari  adanya  sektor  pertanian  khususnya  subsektor  perkebunan.  Sebagai  salah  satu  subsektor  yang  penting  dalam  sektor pertanian, subsektor perkebunan mempunyai peran yang signifikan  dalam  perekonomian  Indonesia  terutama  dalam  hal  penyediaan  lapangan  pekerjaan  bagi  masyarakat  Indonesia.  Peran  ini  relatif  konsisten  baik    ketika  Indonesia  mengalami  krisis  maupun  pada  keadaan  ekonomi  yang  stabil.  Selain  itu,  subsektor  perkebunan  juga  sangat  strategis  dalam  penyediaan  pangan,  misalnya:  minyak  goreng,  minyak  sawit,  gula,  dan  kebutuhan  pokok  lainnya.  Dengan  kata  lain,  subsektor  perkebunan  merupakan  salah  satu  pilar  stabilitas  ekonomi  dan  politik  Indonesia  (http://www.anneahira.com/indutri-perkebunan).
Perkebunan  merupakan  salah  satu  pondasi  bagi  Indonesia  untuk  menghadapi tantangan krisis globalisasi dan kompetitifnya pasar dunia. Di  samping  itu,  perkebunan  juga  merupakan  suatu  langkah  pembangunan  ekonomi nasional sekaligus alternatif untuk mengurangi efek menipisnya  Sumber Daya  Alam (SDA) sehingga dapat dikelola bertahun-tahun demi  memenuhi  kebutuhan  masyarakat  Indonesia.  Strategi  keunggulan  kompetitif  di  subsektor  perkebunan  harus  dimanfaatkan  semaksimal  mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor  industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya saing produk  yang  tinggi  bagi  komuditi  perkebunan  karena  keunggulan  tenaga  kerja,  ketersediaan  lahan  yang  luas,  modal  yang  cukup,  serta  didukung  dengan  adanya  regulasi  dari  pemerintah.  Keunggulan  subsektor  ini  membuat  pemerintah  baik  tingkat  pusat  sampai  daerah  membuat  suatu  kebijakan  yang  dapat  memaksimalkan  usaha  perkebunan.  “Di  sini,  sudah  terbukti  bahwa  perkebunan  mempunyai  posisi  tawar  yang  kuat  atau  bahkan  mempunyai  kekuasaan  yang  cukup  pesat  dalam  mengendalikan  arah  politik  suatu  negara,  terutama  bagi  negara-negara  yang  masih  bercorak  agraris seperti Indonesia” (Syaiful Bahari, 2004: 43).
Sadar bahwa subsektor perkebunan memiliki kedudukan yang penting  dalam  perekonomian  nasional  melalui  kontribusi  dalam  pendapatan  nasional, penyediaan  lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan  pajak,  membuat  para  pemilik  modal  besar  (investor)  berlomba-lomba  menanamkan  modalnya  di  bidang  usaha  perkebunan  ini.  Oleh  karena  itu  keberadaan  usaha  perkebunan  perlu  mendapatkan  perlindungan  hukum  dari  pemerintah  agar  pelaksanaan  usaha  perkebunan  dapat  dilaksanakan    guna  meningkatkan  kesejahteraan  bagi  pelaku  usaha,  masyarakat,  dan  pemerintah.  Perlindungan  hukum  tersebut  kemudian  diwujudkan  dengan  terbitnya  Undang-Undang  Nomor  18  Tahun  2004  tentang  Perkebunan  sebagai  payung  hukum  (umbrella  act)  bidang  usaha  perkebunan  di  Indonesia.
Lingkup  perkebunan  yang  diatur  oleh  Undang-Undang  Nomor  18  Tahun  2004 tentang Perkebunan terbesar di berbagai wilayah provinsi di  Indonesia,  termasuk  didalamnya  perkebunan  yang  berada  di  wilayah  Provinsi  Jawa  Tengah.  Perkebunan  di  Provinsi  Jawa  Tengah  berada  di  bawah pengawasan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi  Jawa Tengah dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya  pada  lingkup  nasional,  Kantor  Wilayah  Badan  Pertanahan  Nasional  Provinsi  Jawa  Tengah  dan  Dinas  Perkebunan  Provinsi  Jawa  Tengah  memiliki  peranan  yang  strategis  dalam  rangka  penegakan  hukum  administrasi terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan perkebunan. Pada  saat  ini  terjadi  ketimpangan  penguasaan  hak  atas  tanah  yang  disebabkan  tidak  adanya  pembatasan  luas  tanah  yang  bisa  dikuasai  oleh  perusahaan  seperti perkebunan, sedangkan untuk petani terdapat pembatasan hak atas  tanah  yang  dapat  dimiliki  bahkan  banyak  petani  yang  tidak  memiliki  tanah.
Ketimpangan  penguasaan  tanah  ini  menjadi  salah  satu  faktor  yang  menyebabkan maraknya sengketa/ konflik pertanahan. Seperti contoh yang  terjadi pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang menuai banyak  sengketa dan konflik  penerbitan sertipikat tanah Hak Guna Usaha (HGU).
Banyaknya konflik pertanahan ini tidak diikuti adanya sistem penyelesaian  sengketa  yang  efektif.  Penyelesaian  melalui  pengadilan  yang  ada,  bagi  rakyat dirasakan berbelit-belit, biaya tinggi, dan tidak adil. BPN RI saat ini  mengupayakan bentuk penyelesaian win-win solution dalam penyelesaian  sengketa  pertanahan.  Melalui  penyelesaian  sengketa  berdasarkan  prinsip  win-win  solution,  penyelesaian  sengketa  tidak  semata-mata  didasarkan  pada  siapa  yang  memiliki  sertipikat.  Dalam  banyak  kasus,  misalnya,    seringkali penyelesaian sengketa mengabaikan eksistensi masyarakat lokal  yang  bertahun-tahun,  dari  generasi  ke  generasi,  telah  menempati  satu  wilayah  dan  mengolah  tanah  di  wilayah  tersebut.  Masyarakat  kalah  oleh  investor  yang  baru  datang  dan  memiliki  sertipikat  atas  tanah  di  wilayah  itu.  "Dalam  konsep win-win  solution,  seandainya  investor  memiliki  sertipikat  HGU,  bukan  berarti  bisa  langsung  menang,  karena  tuntutan  rakyat juga dilindungi oleh UUD 1945.
Badan  Pertanahan  Nasional  dan  Dinas  Perkebunan  merupakan  pemerintah  yang  memiliki  wewenang  dalam  penegakan  hukum  administrasi dalam penyelesaian sengketa atau konflik tanah perkebunan,  yang tidak akan pernah dapat diterima  oleh filsufi hukum itu sendiri yakni  keadilan.  Sebagian  masyarakat,  dalam  sejarahnya  selalu  kehilangan  atau  tidak  punya  alat  bukti  kepemilikan  secara  tertulis  bersifat  hukum  administrasi. Dan masih banyak warga masyarakat yang saat ini mendiami  dan mengharap tanahnya tanpa didasari oleh selembar bukti kepemilikan  secara  administrasi  hukum,  tetapi  diakui  oleh  masyarakatnya  bahwa  mereka  adalah  pemilik,  berdasarkan  karakteristik  masyarakat  masingmasing yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya (Musakkir,  2012).
Obyek dari penerbitan Tanah Hak Guna Usaha (HGU) meliputi tanah  yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Guna Usaha, atau dasar  penguasaan  tanah  yang  diusahakan,  tidak  dipergunakan  atau  tidak  dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat tujuan pemberian hak atau  dasar penguasannya.
Berdasarkan  uraian  latar  belakang  tersebut,  penulis  tertarik  untuk  membahas  lebih  lanjut  dalam  penulisan  hukum  (skripsi)  dengan  judul: “Efektivitas  Birokrasi  Penegakan  Hukum  Administrasi  Terhadap  Pemenuhan  Kewajiban  Perusahaan  Perkebunan  (Studi  Kasus  Di  Provinsi Jawa Tengah)”.
  B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dipaparkan  sebelumnya,  serta  agar  yang diteliti lebih jelas dan penulisan hukum mencapai tujuan  yang  diinginkan,  maka  permasalahan  yang  akan  dibahas  dalam  penelitian  ini  yaitu:.
1.  Bagaimana  efektivitas  pengawasan  dan  penerapan  sanksi  yang  dilakukan  oleh  Dinas  Perkebunan  Prov.  Jawa  Tengah  terhadap  pemenuhan kewajiban Perusahaan Perkebunan?.
2.  Bagaimana  efektivitas  Badan  Pertanahan  Nasional  dalam  penertiban  perkebunan besar?.
3.  Kendala-kendala  apa  saja  yang  dihadapi  Badan  Pertanahan  Nasional  dan Dinas Perkebunan Prov. Jawa Tengah dalam rangka pengawasan dan  penerapan  sanksi  terhadap  pemenuhan  kewajiban  Perusahaan  Perkebunan?.
C.  Tujuan Penelitian.
Dalam  suatu  penelitian  ini  tentu  mempunyai  tujuan  yang  hendak  dicapai  oleh  peneliti.  Tujuan  penelitian  ini  di  perlukan  untuk  dapat  memberikan  arahan  bagi  peneliti  dalam  melaksanakan  penelitiannya.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1.  Tujuan Obyektif.
a.  Menjelaskan bagaimana  ke  efektivitas pengawasan dan penerapan  sanksi yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Prov. Jawa Tengah  terhadap pemenuhan kewajiban Perusahaan Perkebunan b.  Menjelaskan bagaimana  ke efektivitas Badan Pertanahan Nasional  penertiban perkebunan besar.
c.  Menjelaskan  kendala-kendala  apa  saja  yang  dihadapi  oleh  Badan  Pertanahan  Nasional  dan  Dinas  Perkebunan  Prov.  Jawa  Tengah  dalam  rangka  pengawasan  dan  penerapan  sanksi  terhadap  pemenuhan kewajiban Perusahaan Perkebunan.
2.  Tujuan Subyektif .
  a.  Untuk mengetahui ke efektivitasan dan kendala Badan Pertanahan  Nasional  dan  Dinas  Perkebunan  Prov.  Jawa  Tengah  dalam  pengawasan dan penerapan sanksi  terhadap pemenuhan kewajiban  perusahaan perkebunan besar.
b.  Untuk  memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  Strata  I  (S1)  dalam  bidang  ilmu  hukum  Fakultas  Hukum  Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c.  Untuk  meningkatkan  dan  mendalami  berbagai  teori  yang  telah  diperoleh selama di bangku perkulihan dan pengetahuan terhadap  suatu permasalahan.
D.  Manfaat Penelitian.
Penelitian  hukum  ini  dapat  memberikan  manfaat  bagi  pihak-pihak  yang terkait yaitu  penulis, pembaca, dan pihak-pihak yang terkait dengan  topik  utama  penulisan  hukum  ini.  Adapun  manfaat  yang  diperoleh  dari  penulisan hukum ini adalah:.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Memberikan  manfaat  bagi  pengembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  ilmu  hukum  pada  umumnya  dan  Hukum  Administrasi  Negara terkait dengan Hukum Agraria pada khususnya; b.  Memperkarya  literature  dan  referensi  kepustakaan  Hukum  Administrasi  Negara  tentang  ke  efektivitasan  dan  kendala  Badan  Pertanahan  Nasional  dan  Dinas  Perkebunan  Prov.  Jawa  Tengah  dalam  pengawasan  dan  penerapan  sanksi  terhadap  pemenuhan  kewajiban perusahaan perkebunan besar.
c.  Hasil  dari  penulisan  ini  dapat  dipakai  sebagai  acuan  terhadap  penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Memberikan  gambaran  atau  wawancara  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran  dan  membentuk  pola  pikir  ilmiah,  sekaligus untuk melatih  penulis dalam mengkaji dan menganalisa  permasalahan  hukum  yang  ada  dengan  menggunakan  metode    ilmiah  sebagai  penunjang  ilmu  pengetahuan  hukum  yang  penulis  peroleh selama perkuliahan; dan  b.  Sebagai  bahan  masukan  bagi  pihak-pihak  yang  terkait  langsung  dengan penulisan hukum ini.

 Skripsi Hukum: Efektivitas birokrasi penegakan hukum administrasi terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan perkebunan

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi