Senin, 08 Desember 2014

Skripsi Hukum: Fungsi Pengaturan Dan Pengawasan Perbankan Di Indonesia Setelah Disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Fungsi Pengaturan Dan Pengawasan Perbankan Di Indonesia Setelah Disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Indonesia  merupakan  salah  satu  negara  di  dunia  yang  laju  pertumbuhan  perekonomiannya  terus  berkembang,  untuk  dapat  mencapai  pembangunan  perekonomian  yang  berkualitas  perlu  diperhatikannya  hal-hal  penting  dalam  menjalankan  kegiatan  perekonomian  yaitu  dalam pelaksanaan  pembangunan  ekonomi  harus  lebih  memperhatikan  keserasian,  keselarasan  dan  keseimbangan  dari  segala  unsur-unsur  pemerataan  pembangunan,  pertumbuhan  ekonomi  dan  stabilitas  nasional.  Hal  tersebut  haruslah  diperhatikan  karena  kegiatan  perekonomian yang ada di  Indonesia sudah seharusnya dijalankan sesuai dengan  dasar  dan  ideologi  negara  yaitu  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Pembangunan  dalam  bidang  perekonomian  nasional  telah  diatur  dalam  dengan  prinsip  kebersamaan,  efisiensi  berkeadilan,  berkelanjutan,  berwawasan  lingkungan,  kemandirian,  serta  dengan  menjaga  keseimbangan  kemajuan  dan  dikembangkan  demi  tercapainya  kesejahteraan  masyarakat.  Untuk  menunjang  pembangunan ekonomi  yang  telah  dijalankan  dan  yang  akan  dijalankan,  maka  diperlukan  suatu  lembaga  yang  mempunyai  tujuan  untuk  mewujudkan  kesejahteraan  masyarakat,  yakni  salah  satu  lembaga  tersebut  adalah  lembaga  keuangan atau lembaga penyedia jasa keuangan.

Sesuai  dengan laju  pertumbuhan ekonomi dan  gerak pembangunan suatu  bangsa,  lembaga  keuangan  tumbuh  dengan  berbagai  alternatif  jasa  yang  ditawarkan.  Lembaga  keuangan  merupakan  lembaga  perantara  dari  pihak  yang  memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak  yang kekurangan dana   (lack of funds),memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial  intermediary) (Muchdarsyah Sinungan, 1987:111).
Lembaga keuangan, sebagaimana halnya suatu lembaga atau institusi pada  hakikatnya  berada  dan  ada  di  tengah-tengah  masyarakat.  Lembaga  yang  merupakan  organ  masyarakat  merupakan  sesuatu  yang  keberadaannya  adalah  untuk  memenuhi  tugas  sosial  dan  kebutuhan  khusus  masyarakat.  Berbagai  jenis  lembaga  yang  ada  dan  dikenal  dalam  masyarakat  yang  masing-masing  mempunyai tugas sendiri sesuai dengan maksud dan tujuan dari tiap lembaga yang  bersangkutan (Sri Redjeki Hartono, 2001:4).
Lembaga  keuangan  atau  lembaga  penyedia  jasa  keuangan  di  Indonesia  berperan  sangat  penting  bagi  aktifitas  perekonomian.  Salah  satu  lembaga  keuangan  yang  memiliki  peran  penting  dalam  stabilitas  pembangunan  nasional  adalah  perbankan.  Di  Indonesia,  lembaga  perbankan  memiliki  misi  dan  fungsi  sebagai  agen  pembangunan (agent  of  development),  yaitu  sebagai  lembaga  yang  bertujuan  menunjang  pelaksanaan  pembangunan  nasional  dalam  rangka  meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi  dan  stabilitas nasional ke arah  peningkatan  kesejahteraan  rakyat  banyak  (Neni  Sri  Imaniyati,  2010:14).  Tujuan  dari  lembaga  perbankan  tersebut  tercantum  di  dalam  Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun  1998 tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut UU Perbankan).
Keberadaan  lembaga  perbankan  dipengaruhi  dan  bergantung  pada  kepercayaan  masyarakat,  agar  kepercayaan  dan  rasa  aman  masyarakat  dapat  terpelihara  dan  tujuan  pembangunan  perekonomian  dapat  berjalan  lancar,  diperlukan  suatu  lembaga/institusi/badan  yang  mengatur  dan  mengawasi  perbankan,  yaitu  Bank  Sentral.  Bank  sentral  merupakan  lembaga  yang memiliki  peran  penting  dalam  perekonomian,  terutama  di  bidang  moneter,  keuangan  dan  perbankan.  Di  Indonesia,  yang  merupakan  Bank  Sentral  Negara  Republik  Indonesia  adalah  Bank  Indonesia  (BI)  dengan  tugas-tugas  utama  yaitu  menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi bank  serta menjaga kelancaran sistem pembayaran.
 Tugas  utama  yang  dimiliki  oleh  bank  sentral  disuatu  negara  berbeda  dengan tugas utama bank sentral di negara lainnya, misalnya terdapat bank sentral  yang  hanya  bertugas  menetapkan  dan  melaksanakan  kebijakan  moneter  serta  menjaga  kelancaran sistem  pembayaran,  sementara terdapat  juga bank  sentral  di  negara  lain  yang  hanya  bertugas  menetapkan  dan  melaksanakan  kebijakan  moneter.  Selain  itu  pada  umumnya  di  beberapa  negara  ada  yang  menyatukan  fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan dalam otoritas bank sentral, namun  terdapat pula beberapa negara yang melakukan pemisahan fungsi pengaturan dan  pengawasan  perbankan  dari  bank  sentral.  Dalam  melaksanakan  pengaturan  dan  pengawasan  perbankan,  beberapa  negara  menyerahkan  kewenangan  tersebut  kepada lembaga lain  diluar bank sentral  dan ada  pula yang  membentuk  lembaga  khusus yang independen untuk mengatur dan mengawasi perbankan.
Negara  Singapura  memiliki  lembaga  yaitu Monetary  Authority  of  Singapore  (MAS), yang  bertugas  menetapkan  perizinan  dan  pengawasan  bank,  lembaga  pembiayaan, perusahaan  asuransi,  serta perdagangan valas.  Lembaga di  Amerika  Serikat  yaitu The  Federal  Reserve  (The  Fec), melakukan  tugas  pembinaan  dan  pengawasan  terhadap  perbankan. Bank  of  Japan  (BoJ), adalah  lembaga  yang  berada  di  negara  Jepang  yang  tidak  melakukan  tugas  pembinaan  dan  pengawasan  terhadap  perbankannya,  sebab  tugas  tersebut  dilakukan  oleh  Financial  Services  Agency  (FSA) yang  masih  dapat  mempertahankan  stabilitas  kinerja  badan  pengawas  perbankannya  dan  dianggap  berhasil  dalam  menjaga  stabilitas sistem keuangannya. Sedangkan di Australia sejak tahun 1998 dibentuk The  Australian  Prudential  Regulation  Authority  (APRA), yang  bertugas  untuk  mengawasi  perbankan  dan  beberapa  lembaga  jasa  keuangan  lainnya  (Zaidatul  Amina, 2012:11-18).
Sasaran  pokok  dari  pengaturan  dan  pengawasan  perbankan  adalah  untuk  mendorong keamanan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan melalui evaluasi  dan pemantauan yang berkesinambungan termasuk penilaian terhadap manajemen  risiko,  kondisi  keuangan  dan  kepatuhan  terhadap  Undang-Undang  dan  regulasi  (Sukarela Batunangar, 2006:2).
 Pengawasan  perbankan  merupakan  salah  satu  tugas  bank  sentral,  namun  yang  terjadi  saat  ini  adalah  untuk  melaksanakan  fungsi  pengaturan  dan  pengawasan  perbankan,  dibentuk  suatu  lembaga  baru  yang  terpisah  dari  bank  sentral  dan  kewenangannya  juga  diperluas  yaitu  tidak  hanya  mengawasi  perbankan  saja,  tetapi  juga  mengawasi  lembaga  keuangan  seperti  lembaga  pembiayaan dan perusahaan asuransi.
Negara Indonesia sendiri pada akhirnya juga melakukan pemisahan fungsi  pengaturan  dan  pengawasan  perbankan  dengan  membentuk  suatu  lembaga  baru  yang  independen.  Tujuannya  agar  BI  lebih  memfokuskan  tugasnya  pada  pengendalian inflasi dan nilai tukar sehingga tidak perlu melakukanpengawasan  bank karena bank merupakan sektor dalam perekonomian. Selain itu, akibat krisis  keuangan  yang  pernah  terjadi  di  Indonesia  membuat  trauma  tersendiri  bagi  perekonomian  negara,  yaitu krisis  keuangan  yang  memporak-porandakan  sistem  keuangan  pada  tahun  1997.  Berbagai  perombakan-perombakan  dalam  sistem  keuangan nasional pun dilakukan, dengan tujuan menciptakan pondasi yang kuat  sehingga  ekonomi  Indonesia  tidak  mudah  terserang  virus  goncangan  ekonomi  yang  meruntuhkan  sendi-sendi  perekonomian  nasional  (Andika  Hendra  Mustaqim, 2010:2).
Krisis  ekonomi  1997-1998  yang  dialami  Indonesia  mengharuskan  pemerintah melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan  stabilisasi  sistem  keuangan  dan  mencegah  terulangnya  krisis.  Langkah  yang  ditempuh  Pemerintah  adalah  dengan  penandatanganan  persetujuan  Pemerintah  Indonesia  dengan International  Monetery  Fund (IMF)  dalam  bentuk Letter  of  Intent  (LoI) yang  ditandatangani  oleh  Menteri  Keuangan  dan  Gubernur  Bank  Indonesia  pada  tanggal  31  Oktober  1997, LoI tersebut  berisi  sejumlah  langkah  yang  akan  dilakukan  oleh  Pemerintah  Indonesia  untuk  menyelamatkan  perekonomian  negara.  Dalam  rangka  menindaklanjuti LoI IMF  pada  tanggal  1  November 1997 dilakukan pencabutan izin usaha 16 (enam belas) bank, sehingga  bank-bank tersebut  berstatus  bank  dalam  likuidasi.  Setelah  itu  BI  mengeluarkan  kebijakan  Bantuan  Likuiditas  Bank  Indonesia  (BLBI)  yang  dikenal  sejak  15  Januari  1998  untuk  membantu  kesulitan  likuidasi  perbankan.  Akan  tetapi   kebijakan  BLBI  tersebut  tidak  berjalan  efektif  karena  banyaknya  dana  bantuan  yang  disalahgunakan  oleh  sejumlah  pihak.  Badan  Pemeriksa  Keuangan  (BPK)  menyimpulkan bahwa terdapat indikasi penyimpangan dalam penyaluran maupun  penggunaan  BLBI  dan menimbulkan  potensi kerugian negara sebesar Rp  138, 5  triliun  (Bank  Indonesia,  2002:8-12).  Kritik  terhadap  BI  timbul  terutama  pada  kegiatan  pemberian  bantuan  likuiditas  dan  dikaitkan  dengan  tidak  efektifnya  pengawasan  atas  kegiatan  pinjaman  tersebut,  sebab  pengurus  dan  pemilik  bank  yang telah mendapat bantuan likuiditas ternyata melakukan penyimpangan dalam  menggunakan bantuan tersebut yang dipengaruhi oleh dinamika kehidupan politik  dan budaya hukum yang tidak lepas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tidak  hanya  kasus  BLBI,  masalah  pengawasan  perbankan  di  Indonesia  sampai saat ini masih selalu mendapat sorotan. Kasus Bank Century yang terjadi  pada  tahun  2008,  BI  dinyatakan  tidak efektif dalam melakukan  pengawasannya.
Kasus  tersebut  berawal  ketika  Bank  Century  terbentuk  dari  hasil  merger  antara  Bank  CIC,  Bank  Pikko  dan  Bank  Danpac.  Merger  didahului  dengan  akuisisi  Danpac dan Pikko serta kepemilikan saham CIC oleh Chinkara, yaitu perusahaan  yang  berdomisili  di  Bahama  yang  saham  mayoritasnya  dipegang  oleh  Rifat  Ali  Rizvi  dan  terbukti  tidak  terpenuhi  persyaratan  administratif,  yaitu  tidak  ada  laporan  keuangan  Chinkara  selama  3  (tiga)  tahun  terakhir,  surat-surat  berharga  fiktif  yang  melibatkan  Chinkara  dan  tidak  ada  rekomendasi  otoritas  moneter  negara asal. Sebagai pengawas bank, BI tetap mengizinkan dilakukannya merger  meskipun  terdapat  pelanggaran  adminstratif,  yang  seharusnya  BI  membatalkan  persetujuan merger 3 (tiga) bank tersebut. Selain itu, BI juga merekomendasikan  dana  talangan  kepada  Bank  Century  sebesar  Rp  6,7  triliun  dan  menyalurkan  fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) terkait fungsinya sebagai lender of the  last resort dalam rangka mengatasi terjadinya resiko sistemik  dan  dana talangan  tersebut  dipermasalahkan  oleh  DPR  karena  dinilai  adanya  kesalahan  prosedur  dalam penyelamatan bank dan masih berbuntut panjang sampai sekarang (Zaidatul  Amina, 2012:3-4).
Mengenai ketidakefektifan  pengawasan  perbankan  tersebut, ada beberapa  pendapat  yang  dikemukakan  yaitu,  Menurut  Darmin  Nasution,  tingginya  beban  kerja BI dalam menjalankan kedua fungsi yaitu pengaturan dan pengawasan bank,  terbatasnya sarana dan sumber daya pengawasan yang dimiliki, menjadi salah satu  penyebab  ketidakefektifan  kegiatan  pengawasan  perbankan  yang  dilakukannya.
Sedangkan  Menurut  Wimboh  Santosa,  bahwa  penyebab  utama  lemahnya  fungsi  pengawasan  oleh  BI  sebelum  berlakunya  UU  BI  adalah  adanya  intervensi  atau  campur  tangan  Pemerintah  terhadap  kebijakan  yang  seharusnya  menjadi  wewenang BI (Sulistyandari, 2012:3-4).

 Skripsi Hukum: Fungsi Pengaturan Dan Pengawasan Perbankan Di Indonesia Setelah Disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi