BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan Tentang Tanggung Jawab Hukum Keperdataan Dan Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Dokter
Pembangunan kesehatan ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal, hal ini
merupakan salah satu
unsur kesejahteraan umum sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 alenia IV yang pada intinya untuk memajukan
kesejahteraan umum yang berarti meliputi
pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 2 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
menjelaskan bahwa
"Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak dan
kewajiban, keadilan, gender
dan nondiskriminatif dan
norma- norma agama",
pada kerangka tersebut dijelaskan bahwa kesehatan sebagai hak asasi
manusia harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya
kesehatan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Kemajuan yang
pesat dan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, ditambah dengan meningkatnya
konsumerisme telah merubah paradigma
tentang keberadaan sebuah institusi pelayanan kesehatan dalam hal
ini rumah sakit,
dari sebuah lembaga
sosial ke arah
lembaga sosial ekonomi dalam arti sebuah lembaga yang
disamping harus mementingkan norma-norma sosial
dalam melaksanakan tugasnya
tapi juga sekaligus harus
memperhatikan norma-norma ekonomis
sehingga keberadaan sebuah rumah sakit dapat lebih terjamin.
Rumah sakit
sebagai tempat penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam memberikan
upaya pelayanan kesehatan
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah
sakit khususnya yang
mempunyai hubungan langsung
dengan pasien adalah
dokter, perawat, dan
tenaga kesehatan lainnya.
Dalam hal melakukan
pelayanan kesehatan yang
dilakukan terhadap pasien,
dokter akan berusaha
semaksimal mungkin menjalankan
tugas dan kewajiban memberikan
pertolongan penyembuhan bagi
pasien berdasarkan ilmu pengetahuan,
kemampuan, dan kompetensi yang dimilikinya.
Kebanyakan orang
kurang dapat memahami
bahwa sebenarnya masih
banyak faktor lain
di luar kekuasaan
dokter yang dapat mempengaruhi hasil
upaya medis, seperti
misalnya stadium penyakit, kondisi fisik, daya tahan tubuh, kualitas obat
dan juga kepatuhan pasien untuk mentaati
nasehat dokter. Faktor-faktor
tadi dapat mengakibatkan upaya medis (yang terbaik sekalipun) menjadi
tidak berarti apa-apa. ”Oleh sebab itu,
tidaklah salah jika kemudian dikatakan
bahwa hasil suatu upaya medis penuh
dengan uncertainty dan
tidak dapat diperhitungkan secara matematik” (Endang Kusuma Astuti, 2005: 3).
Saat melakukan
pekerjaannya, seorang dokter
terkadang sudah bekerja sesuai dengan kaedah-kaedah kedokteran
yang ada dan bertindak dengan hati-hati,
bukan tidak mungkin
timbul suatu kegagalan
seperti pasien cacat bahkan meninggal.
Tidak menutup kemungkinan juga pihak dari
keluarga menyalahkan tindakan
dokter tersebut, oleh
karena itu dokter memerlukan adanya perlindungan hukum
tertentu jika menghadapi situasi tersebut.
Tanggung jawab
profesi dokter berkaitan
erat dengan profesionalisme seorang dokter. Hal ini
terkait dengan (Endang Kusuma Astuti, 2009: 265-266) : 1. Pendidikan, Pengalaman, dan Kualifikasi Lain Dalam menjalankan
tugas profesinya, seorang
dokter harus mempunyai
derajat pendidikan yang
sesuai dengan bidang keahlian
yang ditekuninya. Dengan
dasar ilmu yang
diperoleh, baik semasa
pendidikan di fakultas
kedokteran maupun spesialisasi dan pengalamannya untuk menolong
penderita.
2. Derajat Risiko Perawatan Derajat risiko
perawatan diusahakan untuk
sekecil- kecilnya sehingga
efek samping dari
pengobatan diusahakan seminimal mungkin.
3. Peralatan Perawatan Perlunya digunakan
pemeriksaan dengan menggunakan peralatan perawatan apabila dari hasil pemeriksaan luar
kurang didapatkan hasil yang akurat
sehingga diperlukan pemeriksaan menggunakan bantuan alat.
Seorang dokter
memang harus memiliki
profesionalisme dalam melakukan
pelayanan kesehatan dengan
keterkaitan ketiga hal
diatas, namun terkadang ada
beberapa hal yang menyebabkan
tidak terpenuhinya standar tersebut
seperti kurangnya pengetahuan,
pengalaman serta ketersediaan
peralatan perawatan. Tidak
terpenuhinya ketiga hal
diatas maka kemungkinan
terjadinya kelalaian dalam
suatu tindakan medis
itu akan muncul dan tidak menutup
kemungkinan pasien yang dirugikan akan meminta
pertanggung jawaban. Sesuai Pasal 1365
Kitab Undang- Undang Hukum
Perdata yang menyebutkan
bahwa ”Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan
orang yang karena
salahnya menerbitkan kesalahan
itu, mengganti kerugian tersebut”
seorang pasien dapat menggugat seorang dokter apabila dokter tersebut telah melakukan perbuatan yang
melanggar hukum.
Ukuran yang dipakai untuk
meminta pertanggung jawaban hukum dokter
adalah apabila terjadi
pelanggaran terhadap standar
(ukuran) profesi dokter. Seorang
dokter selain dapat digugat atas dasar
wanprestasi dan melanggar
hukum, dapat pula
digugat atas dasar
lalai, sehingga menimbulkan
kerugian. Gugatan atas
dasar kelalaian ini
diatur dalam Pasal
1366 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata,
yang bunyinya sebagai
berikut “Setiap orang
bertanggung jawab tidak
saja untuk kerugian
yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga
untuk kerugian yang
disebabkan karena kelalaian
atau kurang hati-hatinya”.
Atas dasar kedua undang- undang
diatas seorang dokter dapat dituntut atas pertanggung jawaban hukumnya dengan
adanya ketentuan bahwa seorang tenaga
medis (dokter) benar-
benar kurang berhati-
hati dan telah melakukan suatu
kelalaian/ kesalahan yang
menimbulkan kerugian bagi pasien.
Banyak sekali
kasus permasalahan yang
menyangkut mengenai kelalaian
yang dilakukan oleh seorang dokter di Indonesia, seperti kasus yang baru-
baru ini muncul yaitu adanya dugaan malpraktek yang dialami oleh
David Albert pemain
keyboard band Noah.
David mengajukan gugatan karena kondisinya semakin memburuk pasca
operasi batu empedu yang dilakukan di
salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung. Untuk pemulihan kondisinya kembali yang dikabarkan sempat koma, diperlukan tiga kali operasi dengan biaya sampai 300 juta
di Singapura. Gugatan yang dilakukan oleh
David tentang dugaan
malpraktek, permintaan maaf
dari rumah sakit kepada pasien
dan ganti rugi (http:/www.tempo.com).
Selain kasus david
tersebut, terdapat kasus
dugaan malpraktek lain
yaitu Bayi pasangan dari suami istri Gonti Laurel
Sihombing, 34 tahun dan Romauli Manurung, 28
tahun, diduga menjadi
korban malpraktek karena
telah kehilangan separuh
jari telunjuk kanan
usai mendapatkan perawatan
di salah satu rumah sakit di
Jakarta. Edwin dilarikan ke rumah sakit tersebut karena mengalami sakit panas, batuk, dan pilek, tetapi selang infus yang dipasang di telapak kanannya membuat tangan
Edwin bengkak, membiru hingga seperti
infeksi. Pada 31 Maret lalu, dokter memotong dua ruas jari telunjuk kanan Edwin tanpa persetujuan dan
sepengetahuan orang tuanya, karena hal
tersebut kedua orang tua Edwin sangat menyesalkan terhadap hal tersebut, namun pihak rumah sakit bersedia
untuk merujuk Edwin ke rumah sakit lain untuk pemulihan dan pihak
rumah sakit berkenan untuk mengganti
kerugian atas biaya yang ditanggung (http://www.tempo.com). Kasus tersebut
cukup menjelaskan bahwa
masih banyaknya permasalahan mengenai dugaan adanya kelalaian
yang dilakukan seorang dokter sehingga
menimbulkan suatu permasalahan mengenai pertanggung jawaban seorang dokter dalam hal tersebut
serta perlindungan yang akan diberikan
kepada seorang dokter atas kelalaian yang dilakukannya. Terkait dengan tanggung jawab keperdataan seorang dokter, seorang pasien
atau keluarga pasien
dapat mengajukan gugatan
perdata dengan ganti
rugi sesuai dengan pasal alasan
dokter melakukan pelanggaran perjanjian yang merupakan
perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan
kerugian terhadap orang lain (Jamillah, 2011: 7), kemudian
dalam hal perlindungan hukum, profesi
dokter perlu mendapatkan
jaminan perlindungan hukum dalam rangka
memberikan kepastian dalam
melakukan upaya kesehatan kepada
pasien (Arif Nuryanto,
2012: 2). Perlindungan
hukum tersebut didasarkan pada Pasal 50 Undang- Undang Nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yaitu dokter memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur
operasional. Berdasarkan Pasal 24
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga
Kesehatan yaitu perlindungan
hukum diberikan kepada
tenaga kesehatan yang
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi
tenaga kesehatan. Berdasarkan
beberapa hal tersebut
penulis tertarik untuk
melakukan penelitian pada
pelaksanaan tanggung jawab
hukum keperdataan terhadap
profesi dokter terkait perlindungan hukum tenaga medis atas
kelalaian yang dilakukannya dan hendak menyusun
dengan judul Penulisan
Hukum (skripsi) :
“Tinjauan Tentang Tanggung
Jawab Hukum Keperdataan
dan Perlindungan Terhadap Profesi Dokter di RSUD Dr. Moewardi ”.
B. Perumusan Masalah.
Dokter atau tenaga
medik telah melaksanakan pekerjaannya sesuai ketentuan yang berlaku, bukan tidak
mungkin hasilnya tidak sesuai yang diharapkan
baik oleh pasien
maupun oleh dokter
itu sendiri baik
yang berupa kecacatan atau bahkan
kematian terhadap pasien. Perlu dipahami
disini
bahwa kewajiban utama
dokter adalah kewajiban
untuk berusaha dan
tidak bisa menjanjikan hasil yang
pasti, jadi terhadap kejadian yang tak diharapkan itu tidak selalu dokter bisa
dipersalahkan.
Berdasarkan penjelasan
tersebut maka permasalahan
kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :.
1. Bagaimana
tanggung jawab hukum keperdataan
terhadap dokter yang melakukan kelalaian
dalam melaksanakan profesinya
di RSUD Dr.
Moewardi?.
2. Bagaimana
perlindungan hukum bagi
dokter atas kelalaian
yang dilakukan di RSUD Dr.
Moewardi?.
Skripsi Hukum: Tinjauan Tentang Tanggung Jawab Hukum Keperdataan Dan Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Dokter
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi