Kamis, 04 Desember 2014

Skripsi Hukum: Kedudukan Hak-Hak Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perspektif Keadilan

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Kedudukan Hak-Hak Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perspektif Keadilan 
Pembangunan  nasional  dilaksanakan  dalam  rangka  pembangunan  manusia  Indonesia  seutuhnya  dan  pembangunan  masyarakat  Indonesia  seluruhnya  untuk  mewujudkan  masyarakat  yang  sejahtera,  adil  dan  makmur  yang  merata,  baik  materiil  maupun  spiritual  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  (Undang-Undang  Dasar  1945)  sebagaimana  dimuat  dalam  Konsideran  Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  2003  tentang  Ketenagakerjaan  (Undang-Undang  Ketenagakerjaan).  Salah  satu  sarana  dalam  membangun  manusia  Indonesia  seutuhnya  adalah  melalui  penjaminan  terhadap  hak  atas  pekerjaan.  Pekerjaan  adalah  kegiatan  yang  dilakukan  setiap  manusia  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidupnya.  Ketentuan  Pasal  27  ayat  (2)  Undang-Undang Dasar  1945, menyebutkan “Tiap-tiap warga negara berhak atas  pekerjaan  dan  penghidupan  yang  layak  bagi  kemanusiaan.”  Ketentuan  pasal  tersebut mengamanatkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan  pekerjaan yang layak demi keberlangsungan hidupnya.

Sejalan  dengan  bunyi  pasal  tersebut,  Pasal  38  ayat  (1)  Undang-Undang  Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Undang-Undang HAM) juga  menjelaskan tentang hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Dalam  hal  mewujudkan  pekerjaan  yang  layak,  Indonesia  tidak  hanya  bertumpu  pada  aturan-aturan  yang  dibuat  oleh  pemerintah  Indonesia.  Indonesia  tergabung  dalam  International  Labour  Organization  (ILO).  Indonesia  dan  ILO  telah  menjalin  kerja  sama  sejak  Indonesia  menjadi  anggota  ILO  pada  12  Juni  195(Organisasi  Perburuhan  Internasional,  2013:  7).  ILO  mengembangkan  Profil  Pekerjaan  Layak  dalam  suatu  negara.  Profil  Pekerjaan  Layak  Negara  ini  mencakup  sepuluh  unsur  utama  yang  berhubungan  dengan  4  (empat)  pilar  strategis  dari  Agenda  Pekerjaan  Layak  (pekerjaan  penuh  dan  produktif,  hak  di  tempat  kerja,  perlindungan  sosial  dan  promosi  dialog  sosial),  yaitu:  kesempatan  kerja,  pendapatan  setara  dan  kerja  produktif;  jam  kerja  yang  layak;    menggabungkan  kerja,  keluarga  dan  kehidupan  pribadi;  kerja  yang  harus  dihapuskan;  stabilitas  dan  keamanan  kerja;  kesempatan  setara  dan  perlakuan  dalam pekerjaan; lingkungan kerja yang aman; keamanan sosial, dan dialog sosial,  perwakilan  pekerja  dan  pengusaha  (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_180582.pdf.
diakses pada tanggal 2 Desember 2013 pukul 21.57). Sebagai negara anggota dari  ILO, Indonesia wajib mengikuti peraturan yang diberlakukan oleh ILO.
Pekerja  merupakan  salah  satu  modal  yang  dibutuhkan  setiap  pengusaha  untuk menjalankan perusahaannya. Tanpa adanya pekerja, suatu perusahaan tidak  dapat berjalan bahkan tidak dapat berkembang dan mengalami kemajuan. Setiap  pekerja  membutuhkan  perlindungan  agar  tidak  terjadi  perbudakan  maupun  penghambaan kepada pengusaha yang mempekerjakannya, karena pada dasarnya  pekerja merupakan mitra kerja dan faktor produksi yang penting, karena itu harus diperhatikan hak-hak normatifnya sehingga mereka dapat bekerja secara optimal  (Lalu Husni, 2010: 6).
Revolusi  industri  berdampak  besar  pada  perubahan  sosial  yang  terjadi  sekitar abad ke-18 sampai abad ke-19. Perubahan hampir terjadi di semua bidang,  melalui  penemuan  baru,  peraturan  baru,  dan  sistem  ekonomi  baru  (http://www.anneahira.com/sejarah-revolusi-industri.htm  diakses pada tanggal 18  Februari 2014, pukul 20.33).  Sejalan dengan terjadinya revolusi industri tersebut,  perusahaan-perusahaan  berusaha  menemukan  terobosan-terobosan  baru  dalam  memenangkan  persaingan.  Pada  tahap  ini,  kemampuan  untuk  mengerjakan  sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara kompetitif, melainkan harus disertai  dengan  kesanggupan  untuk  menciptakan  produk  paling  bermutu  dengan  biaya  terendah.  Salah  satu  upaya  mewujudkan  hal  tersebut  di  bidang  ketenagakerjaan  melalui pekerja alih daya atau sering disebut dengan istilah pekerja  outsourcing.
Hal  ini  karena  pekerja  outsourcing  merupakan  bisnis  kemitraan  dengan  tujuan  memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya perusahaanperusahaan baru di bidang penyedia tenaga kerja, serta efisiensi bagi dunia usaha  (Lalu Husni, 2010 : 186-188).
  Namun,  pandangan  ideal  mengenai  kehidupan  pekerja,  khususnya  pekerja  outsourcing  tersebut  berbanding  terbalik  dengan  kenyataan  yang  terjadi.
Keberadaan  pekerja  outsourcing  sering  dipandang  sebelah  mata  bagi  sebagian  besar pengusaha di Indonesia, sehingga banyak terjadi pelanggaran atas hak-hak  yang  seharusnya  diperoleh  para  pekerja  outsourcing.  Pelanggaran  tersebut  juga  bertentangan dengan nilai-nilai keadilan  yang semestinya diperoleh para pekerja  outsourcing, dimana keadilan merupakan salah satu dari 10  (sepuluh) hak dasar  yang  dimiliki  oleh  setia  manusia  (Bab  III  Undang-Undang  HAM).  Pelanggaran  yang  sering  terjadi  adalah  tidak  terpenuhinya  jaminan  kesehatan  dan  tidak  terpenuhinya hak atas keamanan dan keselamatan kerja pekerja outsourcing.
Pelanggaran  berupa  tidak  terpenuhinya  jaminan  kesehatan  pekerja  outsourcing  salah  satunya  terjadi  di  Kota  Medan  pada  tahun  2012.  Terjadi  demonstrasi  yang dilakukan oleh pekerja  outsourcing  karena tidak mendapatkan  jaminan  kesehatan  baik  dari  perusahaan  pengguna  tenaga  kerja,  yaitu  PT  PLN  Unit  Induk  Pembangunan Jaringan  Sumatera,  maupun  dari  perusahaan  penyedia  tenaga  kerja,  yaitu  PT  Satya  Bhayangkara  (http://www.hariansumutpos.com/2012/09/41108/karyawan-outsourcing-demopln#axzz2iOq3SPVU diakses pada tanggal 22 Oktober 2013, pukul 06.03).
Pelanggaran berupa tidak terpenuhinya hak atas keamanan dan keselamatan  kerja  pekerja  outsourcing  menimpa  salah  seorang  pekerja  outsourcing  yang  bekerja  di  PT  PLN  Jatimulya  Bekasi,  yang  bernama  Heri  Irwansyah.  Heri  Irwansyah menyentuh kabel listrik yang bertegangan rendah sehingga salah satu  tangannya terkelupas. Sedangkan pada saat itu, Heri tidak memakai sarung tangan  yang  memang  tidak  disediakan  oleh  PT  PLN  Jatimulya  Bekasi,  yang  mengakibatkan  Heri  meninggal  pada  hari  itu  juga  (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52415c164c019/kondisi-kerjapekerja-outsourcing-di-bumn-memprihatinkan  diakses  pada  tanggal  3  Oktober  2013, pukul 08.15).
Terhadap  kasus-kasus  serupa,  pada  tahun  2003  Saepul  Tavip  dan  36  (tiga  puluh  enam)  pemohon  lainnya  yang  berasal  dari  beberapa  serikat  buruh  di  Indonesia  mengajukan  permohonan  pengujian  materiil  atas  Undang-Undang    Ketenagakerjaan diantaranya Pasal 64-66. Pemohon berpendapat bahwa UndangUndang  Ketenagakerjaan  memandang  buruh  hanya  sebagai  komoditas  semata,  karena  kecenderungan  sistem  outsourcing  dalam  pola  pekerjaan  yang  juga  dianggap sebagai modern slavery.  Kemudian Mahkamah berpendapat bahwa para  pemohon  tidak  dapat  membuktikan  dasar  dari  dalil  yang  diajukan  pemohon  karena  dalam  keseluruhan  ketentuan  Undang-Undang  Ketenagakerjaan  tidak  memuat aturan yang menunjuk pada hal yang didalilkan, meskipun benar bahwa  pola  outsourcing  telah  diatur  secara  khusus  dalam  Pasal  64-66  Undang-Undang  Ketenagakerjaan.  Oleh  karena  itu,  permohonan  yang  diajukan  para  pemohon  tersebut  ditolak  dengan  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  (MK)  Nomor  12/PUUI/2003.
Selanjutnya,  tenaga  kerja  outsourcing  yang  bekerja  sebagai  petugas  pembaca meteran listrik melalui  Lembaga Swadaya  Masyarakat Aliansi Petugas  Pembaca Meteran Listrik (LSM AP2ML) Indonesia pun mengajukan permohonan  terhadap  beberapa  pasal  di  dalam  Undang-Undang  Ketenagakerjaan,  yaitu  Pasal  59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66. Permohonan pengujian dilakukan oleh Didik  Suprijadi yang bertindak atas nama LSM AP2ML Indonesia.
Berdasarkan  pertimbangan  hukum  terhadap  putusan  MK  memberikan  keputusan  mengabulkan  sebagian  permohonan  pemohon.  Pasal  59  UndangUndang  Ketenagakerjaan  tidak  dikabulkan  sebab  pelanggaran  terhadap  Pasal  59  merupakan  persoalan  implementasi  dan  bukan  merupakan  persoalan  konstitusionalitas norma yang dapat diajukan gugatan secara perdata ke peradilan  lain.  Sedangkan  Pasal  64,  65,  dan  66  dinyatakan  bertentangan  dengan  Undang Undang Dasar 1945 apabila tidak memenuhi 2 (dua) persyaratan yang diberikan  oleh  MK  (conditionally  unconstitutional),  yaitu  pertama,  perjanjian  kerja  antara  pekerja  dengan  perusahaan  yang  melaksanakan  pekerjaan  outsourcing  tidak  berbentuk  Perjanjian  Kerja  Waktu  Tertentu  (PKWT),  melainkan  berbentuk  Perjanjian  Kerja  Waktu  Tidak  Tertentu  (PKWTT).  Kedua,  menerapkan  prinsip  pengalihan  tindakan  perlindungan  bagi  pekerja  yang  bekerja  pada  perusahaan  yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.
  Berdasarkan  latar  belakang  di  atas  menjadikan  penulis  tertarik  untuk  mengkaji lebih mendalam tentang permasalahan tersebut dalam penulisan hukum  dengan  judul  “KEDUDUKAN  HAK-HAK  TENAGA  KERJA  ALIH  DAYA  DALAM PERSPEKTIF KEADILAN (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 27/PUU-IX/2011)”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  penelitian,  penulis  merumuskan  beberapa  permasalahan yang diantaranya adalah sebagai berikut:.
1.  Apakah  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor  27/PUU-IX/2011  telah  memenuhi prinsip-prinsip keadilan bagi tenaga kerja alih daya ?.
2.   Apakah  akibat  hukum  dari  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor  27/PUUIX/2011 terhadap hak-hak tenaga kerja alih daya ?.
3.   Bagaimanakah putusan yang seharusnya dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi  untuk melindungi hak-hak tenaga kerja alih daya sesuai dengan prinsip-prinsip  keadilan ?.
C.  Tujuan Penelitian.
Dalam  suatu  penelitian  dikenal  ada  2  (dua)  macam  tujuan,  yaitu  tujuan  objektif dan tujuan subjektif. Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis adalah  sebagai berikut:.
1.  Tujuan Objektif.
Tujuan  objektif  merupakan  tujuan  penulisan  dilihat  dari  tujuan  umum  yang berasal dari penelitian itu sendiri, yaitu sebagai berikut dengan :.
a.  Untuk mengetahui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011  terhadap pemenuhan prinsip-prinsip keadilan bagi tenaga kerja alih daya.
b.   Untuk mengetahui akibat hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor  27/PUU-IX/2011 terhadap hak-hak tenaga kerja alih daya.
c.  Untuk  mengetahui  putusan  yang  seharusnya  dijatuhkan  oleh  Mahkamah  Konstitusi untuk melindungi hak-hak tenaga kerja alih daya sesuai dengan  prinsip-prinsip keadilan.
  2.  Tujuan Subjektif.
Tujuan Subjektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi  penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:.
a.  Untuk  memperoleh  data  dan  informasi  sebagai  bahan  utama  dalam  menyusun  penulisan  hukum  (skripsi)  agar  dapat  memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  sarjana  hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.  Untuk menerapkan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat  memberi  manfaat  bagi  penulis  sendiri  serta  memberikan  kontribusi  positif  bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
c.  Untuk  memperluas  pengetahuan  dan  pemahaman  dalam  teori  dan  praktek  penulis dalam bidang hukum tata negara.
D.  Manfaat Penelitian.
Sebuah  penelitian  dapat  memberikan  manfaat  bagi  pengetahuan  terutama  ilmu  hukum  baik  secara  teoritis  maupun  dalam  praktek.   Adapun  manfaat  yang  diharapkan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Penulisan  hukum  ini  diharapkan  dapat  menambah  dan  mengembangkan  pengetahuan di bidang hukum.
b.  Penulisan  hukum  ini  diharapkan  dapat  memperkaya  referensi  dan  literatur  sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Menjadi  wadah  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran  dan  membentuk  pola  pikir  yang  dinamis  serta  untuk  mengetahui  kemampuan  penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b.  Hasil  penelitian  dalam  penulisan  ini  diharapkan  dapat  membantu  dan  memberikan masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan  terkait  dengan  permasalahan  yang  diteliti  dan  bermanfaat  bagi  pihak  yang  mengkaji ilmu hukum.

   Skripsi Hukum: Kedudukan Hak-Hak Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perspektif Keadilan 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi