BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Kedudukan Hak-Hak Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perspektif Keadilan
Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya
untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil
dan makmur yang
merata, baik materiil
maupun spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
(Undang-Undang Dasar 1945) sebagaimana dimuat
dalam Konsideran Undang-Undang
Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan). Salah
satu sarana dalam
membangun manusia Indonesia
seutuhnya adalah melalui
penjaminan terhadap hak
atas pekerjaan. Pekerjaan
adalah kegiatan yang
dilakukan setiap manusia
untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ketentuan Pasal
27 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945, menyebutkan “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.” Ketentuan
pasal tersebut mengamanatkan
bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi keberlangsungan
hidupnya.
Sejalan dengan
bunyi pasal tersebut,
Pasal 38 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Undang-Undang HAM) juga menjelaskan
tentang hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Dalam hal
mewujudkan pekerjaan yang
layak, Indonesia tidak
hanya bertumpu pada
aturan-aturan yang dibuat
oleh pemerintah Indonesia.
Indonesia tergabung dalam
International Labour Organization
(ILO). Indonesia dan
ILO telah menjalin
kerja sama sejak
Indonesia menjadi anggota
ILO pada 12
Juni 195(Organisasi Perburuhan
Internasional, 2013: 7).
ILO mengembangkan Profil Pekerjaan
Layak dalam suatu
negara. Profil Pekerjaan
Layak Negara ini mencakup sepuluh
unsur utama yang
berhubungan dengan 4
(empat) pilar strategis
dari Agenda Pekerjaan
Layak (pekerjaan penuh
dan produktif, hak di
tempat
kerja, perlindungan sosial
dan promosi dialog
sosial), yaitu: kesempatan kerja,
pendapatan setara dan
kerja produktif; jam
kerja yang layak; menggabungkan kerja,
keluarga dan kehidupan
pribadi; kerja yang
harus dihapuskan; stabilitas
dan keamanan kerja;
kesempatan setara dan
perlakuan dalam pekerjaan;
lingkungan kerja yang aman; keamanan sosial, dan dialog sosial, perwakilan
pekerja dan pengusaha
(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_180582.pdf.
diakses pada tanggal 2 Desember
2013 pukul 21.57). Sebagai negara anggota dari ILO, Indonesia wajib mengikuti peraturan yang
diberlakukan oleh ILO.
Pekerja merupakan
salah satu modal
yang dibutuhkan setiap
pengusaha untuk menjalankan
perusahaannya. Tanpa adanya pekerja, suatu perusahaan tidak dapat berjalan bahkan tidak dapat berkembang
dan mengalami kemajuan. Setiap pekerja membutuhkan
perlindungan agar tidak
terjadi perbudakan maupun penghambaan kepada pengusaha yang
mempekerjakannya, karena pada dasarnya pekerja
merupakan mitra kerja dan faktor produksi yang penting, karena itu harus diperhatikan
hak-hak normatifnya sehingga mereka dapat bekerja secara optimal (Lalu Husni, 2010: 6).
Revolusi industri
berdampak besar pada
perubahan sosial yang
terjadi sekitar abad ke-18 sampai
abad ke-19. Perubahan hampir terjadi di semua bidang, melalui
penemuan baru, peraturan
baru, dan sistem
ekonomi baru (http://www.anneahira.com/sejarah-revolusi-industri.htm diakses pada tanggal 18 Februari 2014, pukul 20.33). Sejalan dengan terjadinya revolusi industri
tersebut, perusahaan-perusahaan berusaha
menemukan
terobosan-terobosan baru dalam memenangkan persaingan.
Pada tahap ini,
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara
kompetitif, melainkan harus disertai dengan kesanggupan
untuk menciptakan produk
paling bermutu dengan
biaya terendah. Salah
satu upaya mewujudkan
hal tersebut di
bidang ketenagakerjaan melalui pekerja alih daya atau sering disebut
dengan istilah pekerja outsourcing.
Hal ini
karena pekerja outsourcing
merupakan bisnis kemitraan
dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang
bagi berdirinya perusahaanperusahaan baru di bidang penyedia tenaga kerja,
serta efisiensi bagi dunia usaha (Lalu
Husni, 2010 : 186-188).
Namun, pandangan ideal
mengenai kehidupan pekerja,
khususnya pekerja outsourcing
tersebut berbanding terbalik
dengan kenyataan yang
terjadi.
Keberadaan pekerja
outsourcing sering dipandang
sebelah mata bagi
sebagian besar pengusaha di
Indonesia, sehingga banyak terjadi pelanggaran atas hak-hak yang
seharusnya diperoleh para
pekerja outsourcing. Pelanggaran
tersebut juga bertentangan dengan nilai-nilai keadilan yang semestinya diperoleh para pekerja outsourcing, dimana keadilan merupakan salah
satu dari 10 (sepuluh) hak dasar yang
dimiliki oleh setia
manusia (Bab III
Undang-Undang HAM). Pelanggaran yang
sering terjadi adalah
tidak terpenuhinya jaminan
kesehatan dan tidak terpenuhinya
hak atas keamanan dan keselamatan kerja pekerja outsourcing.
Pelanggaran berupa
tidak terpenuhinya jaminan
kesehatan pekerja outsourcing
salah satunya terjadi
di Kota Medan
pada tahun 2012.
Terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh pekerja outsourcing
karena tidak mendapatkan jaminan kesehatan
baik dari perusahaan
pengguna tenaga kerja,
yaitu PT PLN Unit Induk
Pembangunan Jaringan
Sumatera, maupun dari
perusahaan penyedia tenaga
kerja, yaitu PT
Satya Bhayangkara (http://www.hariansumutpos.com/2012/09/41108/karyawan-outsourcing-demopln#axzz2iOq3SPVU
diakses pada tanggal 22 Oktober 2013, pukul 06.03).
Pelanggaran berupa tidak
terpenuhinya hak atas keamanan dan keselamatan kerja
pekerja outsourcing menimpa
salah seorang pekerja
outsourcing yang bekerja
di PT PLN
Jatimulya Bekasi, yang
bernama Heri Irwansyah.
Heri Irwansyah menyentuh kabel
listrik yang bertegangan rendah sehingga salah satu tangannya terkelupas. Sedangkan pada saat itu,
Heri tidak memakai sarung tangan yang memang
tidak disediakan oleh
PT PLN Jatimulya
Bekasi, yang mengakibatkan
Heri meninggal pada
hari itu juga (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52415c164c019/kondisi-kerjapekerja-outsourcing-di-bumn-memprihatinkan diakses
pada tanggal 3
Oktober 2013, pukul 08.15).
Terhadap kasus-kasus
serupa, pada tahun
2003 Saepul Tavip
dan 36 (tiga puluh enam)
pemohon lainnya yang
berasal dari beberapa
serikat buruh di Indonesia mengajukan
permohonan pengujian materiil
atas Undang-Undang Ketenagakerjaan diantaranya Pasal 64-66.
Pemohon berpendapat bahwa UndangUndang
Ketenagakerjaan memandang buruh
hanya sebagai komoditas
semata, karena kecenderungan
sistem outsourcing dalam
pola pekerjaan yang
juga dianggap sebagai modern slavery. Kemudian Mahkamah berpendapat bahwa para pemohon
tidak dapat membuktikan
dasar dari dalil
yang diajukan pemohon karena
dalam keseluruhan ketentuan
Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak memuat
aturan yang menunjuk pada hal yang didalilkan, meskipun benar bahwa pola
outsourcing telah diatur
secara khusus dalam
Pasal 64-66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh
karena itu, permohonan
yang diajukan para
pemohon tersebut ditolak
dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor
12/PUUI/2003.
Selanjutnya, tenaga
kerja outsourcing yang
bekerja sebagai petugas pembaca meteran listrik melalui Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik (LSM AP2ML) Indonesia
pun mengajukan permohonan terhadap beberapa
pasal di dalam
Undang-Undang
Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 59,
Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66. Permohonan pengujian dilakukan oleh Didik Suprijadi yang bertindak atas nama LSM AP2ML
Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan
hukum terhadap putusan
MK memberikan keputusan
mengabulkan sebagian permohonan
pemohon. Pasal 59
UndangUndang Ketenagakerjaan tidak
dikabulkan sebab pelanggaran
terhadap Pasal 59 merupakan persoalan
implementasi dan bukan
merupakan persoalan konstitusionalitas norma yang dapat diajukan
gugatan secara perdata ke peradilan lain. Sedangkan
Pasal 64, 65,
dan 66 dinyatakan
bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 apabila tidak
memenuhi 2 (dua) persyaratan yang diberikan oleh MK (conditionally unconstitutional), yaitu
pertama, perjanjian kerja
antara pekerja dengan
perusahaan yang melaksanakan
pekerjaan outsourcing tidak berbentuk Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu
(PKWT), melainkan berbentuk Perjanjian
Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT). Kedua,
menerapkan prinsip pengalihan
tindakan perlindungan bagi
pekerja yang bekerja
pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.
Berdasarkan latar belakang
di atas menjadikan
penulis tertarik untuk mengkaji
lebih mendalam tentang permasalahan tersebut dalam penulisan hukum dengan
judul “KEDUDUKAN HAK-HAK
TENAGA KERJA ALIH
DAYA DALAM PERSPEKTIF KEADILAN
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
27/PUU-IX/2011)”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang penelitian, penulis
merumuskan beberapa permasalahan yang diantaranya adalah sebagai
berikut:.
1. Apakah
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 27/PUU-IX/2011 telah memenuhi
prinsip-prinsip keadilan bagi tenaga kerja alih daya ?.
2. Apakah
akibat hukum dari
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 27/PUUIX/2011 terhadap
hak-hak tenaga kerja alih daya ?.
3. Bagaimanakah putusan yang seharusnya
dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk
melindungi hak-hak tenaga kerja alih daya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan ?.
C. Tujuan Penelitian.
Dalam suatu
penelitian dikenal ada 2 (dua)
macam tujuan, yaitu
tujuan objektif dan tujuan
subjektif. Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut:.
1. Tujuan Objektif.
Tujuan objektif
merupakan tujuan penulisan
dilihat dari tujuan
umum yang berasal dari penelitian
itu sendiri, yaitu sebagai berikut dengan :.
a. Untuk mengetahui Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 27/PUU-IX/2011 terhadap pemenuhan
prinsip-prinsip keadilan bagi tenaga kerja alih daya.
b. Untuk mengetahui akibat hukum dari Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011
terhadap hak-hak tenaga kerja alih daya.
c. Untuk
mengetahui putusan yang
seharusnya dijatuhkan oleh
Mahkamah Konstitusi untuk
melindungi hak-hak tenaga kerja alih daya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
2. Tujuan Subjektif.
Tujuan Subjektif merupakan tujuan
penulisan dilihat dari tujuan pribadi penulis
sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:.
a. Untuk
memperoleh data dan
informasi sebagai bahan
utama dalam menyusun
penulisan hukum (skripsi)
agar dapat memenuhi
persyaratan akademis guna
memperoleh gelar sarjana
hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Untuk menerapkan teori-teori hukum yang telah
penulis peroleh agar dapat memberi manfaat
bagi penulis sendiri
serta memberikan kontribusi
positif bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum.
c. Untuk
memperluas pengetahuan dan
pemahaman dalam teori
dan praktek penulis dalam bidang hukum tata negara.
D. Manfaat Penelitian.
Sebuah penelitian
dapat memberikan manfaat
bagi pengetahuan terutama ilmu
hukum baik secara
teoritis maupun dalam
praktek. Adapun manfaat
yang diharapkan dari penulisan
hukum ini adalah sebagai berikut:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penulisan
hukum ini diharapkan
dapat menambah dan
mengembangkan pengetahuan di
bidang hukum.
b. Penulisan
hukum ini diharapkan
dapat memperkaya referensi
dan literatur sebagai acuan untuk melakukan penulisan
sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Menjadi
wadah bagi penulis
untuk mengembangkan penalaran
dan membentuk pola
pikir yang dinamis
serta untuk mengetahui
kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Hasil
penelitian dalam penulisan
ini diharapkan dapat
membantu dan memberikan masukan kepada semua pihak yang
membutuhkan pengetahuan terkait dengan
permasalahan yang diteliti
dan bermanfaat bagi
pihak yang mengkaji ilmu hukum.
Skripsi Hukum: Kedudukan Hak-Hak Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perspektif Keadilan
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi