BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Hukum: Implementasi Asas Legalitas Terhadap Kasus Penetapan Raffi Ahmad Sebagai Tersangka Pengguna Zat Metilon
Manusia dan hukum adalah dua
entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium
yang terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi jus yang dalam bahasa Indonesia
berarti “dimana ada masyarakat di situ ada hukumnya” (Joeni Arianto Kurniawan,
2008 : 1). Apabila kita ibaratkan dengan menggunakan sebuah analogi, bahwa
dalam setiap pembentukan suatu bangunan (struktur sosial)
yang bernama masyarakat,
maka selalu akan
dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat”
atas berbagai komponen
pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang bersifat
sebagai “semen perekat”
tersebut adalah apa yang disebut sebagai hukum itu sendiri.
Tujuan adanya
hukum adalah untuk
menciptakan suatu keteraturan
dalam masyarakat. Untuk
menciptakan sebuah keteraturan dalam
masyarakat itulah maka dibentuk
suatu tatanan hukum sebagai
alat pengatur, dan
agar hukum tersebut dapat
memiliki kekuatan untuk
mengatur maka perlu
suatu entitas lembaga kekuasaan
yang dapat memaksakan
keberlakuan hukum tersebut sehingga dapat bersifat imperatif.
Sebaliknya, adanya entitas kekuasaan ini perlu diatur pula
dengan hukum untuk
menghindari terjadinya penindasan
melalui kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalahgunaan wewenang.
Sejalan dengan
itu menurut Undang - Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1
ayat (3) yang
berbunyi “Negara Republik
Indonesia adalah Negara hukum”,
maka penegakkan tertib hukum
untuk mencapai tujuan Negara
Republik Indonesia yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila adalah suatu kewajiban
yang berlaku secara menyeluruh.
Dalam upaya mencapai tujuan
tersebut tidak jarang terjadi berbagai permasalahan yang muncul
sebagai konsekuensi dalam
penerapan aturan hukum
tersebut.
Hukum akan
selalu berkembang seiring
dengan perkembangan masyarakat,
karena memang salah
satu sifat dari
hukum adalah dinamis.Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut
berkembang dan semakin kompleks seiring dengan perkembangan permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat.
Ketika terjadi
suatu permasalahan dalam
masyarakat tersebut, baik permasalahan individu
satu dengan individu
yang lain (hukum
privat) ataupun antara individu
dan Negara (hukum
publik), disinilah peran
hukum diperlukan untuk memberikan
suatu keteraturan dan keadilan masyarakat. Berbicara masalah keadilan, maka
hal tersebut akan
menggiring pikiran kita
dalam sebuah ruang tempat
mencari keadilan yang
biasa kita sebut
sebagai pengadilan. Pengadilan adalah tempat untuk menentukan
mana yang salah dan mana yang benar menurut hukum. Pihak benar
akan mendapat penghargaan
karena telah bersikap
tindak sesuai dengan hukum,
dan begitu pula
sebaliknya yang salah
akan memperoleh ganjaran (sanksi
atau hukuman) karena
tidak sesuai (melanggar)
hukum (Antonius Cahyadi, 2009: 289).
Tindak pidana
dalam hukum pidana
merupakan perumusan dari
hukum pidana yang memuat
ancaman pidana atas pelanggaran
norma – norma hukum yang ada
di bidang hukum
lain, yaitu hukum
perdata, hukum tata
Negara, dan hukum tata
usaha Negara. Maka
adanya hukum pidana
dengan tindak – tindak pidana
yang dirumuskan di dalamnya itu, bersumber pada pelanggaran hukum di bidang –
bidang lain tadi. Jadi, dengan sendirinya dalam tiap tindak pidana harus ada sifat
melanggar hukum atau onrechmatigheid (Wirjono Pradjodikoro, 2008: 59).
Menurut Sudarto dalam
buku tulisan Muladi
dan Barda Nawawi,
yang dimaksud dengan pidana
adalah penderitaan yang
sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat – syarat tertentu. Pidana mengandung unsur – unsur atau ciri –
ciri sebagai berikut : 1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan
penderitaan atau nestapa atau akibat – akibat lain tidak menyenangkan; 2.
Pidana itu diberikan
dengan sengaja oleh
orang atau badan
yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); 3. Pidana
itu dikenakan kepada
seseorang yang telah
melakukan tindak pidana menurut
Undang – Undang (Muladi dan barda Nawawi, 1998: 2-4).
Untuk menjalankan semua aturan
hukum tersebut para penegak hukum tidak dapat mengesampingkan asas – asas hukum
yang ada dan berlaku dalam hukum pidana
itu sendiri. Salah
satunya dapat kita
lihat jika kita
membahas mengenai, luas ruang
lingkup hukum pidana menurut waktunya, maka kita akan dihadapkan dengan
kententuan yang ada dalam KUHP Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: “tiada suatu perbuatandapat dipidana,
kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang – undangan yang
telah ada, sebelum
perbuatan dilakukan.” (http://www.kejaksaan.go.id/pusdiklat/asas-asas-hukum-pidana/ diakses
pada tanggal 05/09/2013 pukul 20.05 WIB). Ketentuan tersebut lebih kita
kenal dengan asas legalitas. Dalam
bahasa latin asas
legalitas tersebut berbunyi
: Nullum delictum, nulla puna sine praevia lege punali yang artinya
adalah tiada kejahatan, tiada hukuman pidana
tanpa undang – undang hukum
pidana terlebih dahulu.
Menurut Moeljatno asas legalitas
itu mengandung tiga pengertian yaitu: 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum
dinyatakan dalam suatu
aturan Undang – Undang; 2.
Untuk menentukan adanya
perbuatan pidana tidak
boleh digunakan analogi (kiyas); 3.
Aturan – aturan pidana tidak boleh berlaku surut(Moeljatno, 2002: 25).
Menurut Cleiren
& Nijboer sebagaimana
dikutip Andi Hamzah
dalam bukunya, asas legalitas berarti tidak ada kejahatan tanpa undang –
undang, tidak ada pidana tanpa
undang – undang. Hanya undang – undang yang
menentukan apa yang dapat di pidana, hanya undang – undang yang
menentukan pidana mana dan dalam keadaan
apa pidana dapat
diterapkan. Tidak seorang
pun dapat dipidana berdasarkan
hukum kebiasaan. Hukum
kebiasaan tidak menciptakan pidana (strafbaarheid) (Andi Hamzah,
2010: 40-41). Sebagai
konsekuensi dari asas legalitas
ini maka seorang Hakim diperbolehkan untuk melakukan penafsiran atas suatu
undang – undang, untuk menentukan apakah suatu perbuatan termasuk dalam suatu
tindak pidana atau
bukan merupakan tindak
pidana, dan ancamanpidana apa
yang pantas untuk
diberikan sepanjang penafsiran
tersebut bukan penafsiran secara analogi.
Kasus yang menjadi kajian dalam
penelitian ini adalah sebuah kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika,
dimana kasus posisi yang terjadi berawal dari Badan Narkotika
Nasional atau lebih
dikenal dengan BNN
menetapkan Raffi Ahmad sebagai
salah satu tersangka
pengguna narkotika setelah
penggerebekan yang dilakukan oleh BNN di sebuah rumah daerah Lebak
bulus, Jakarta Selatan pada hari Minggu,
27 Januari 2013.
Berdasarkan informasi dari
Humas BNN Sumirat Dwijayanto
dalam sebuah konferensi
pers resmi yang
dilakukan oleh pidak BNN,
tersangka Raffi Ahmad
dijerat dengan Undang-Undang
Nomor 3Tahun 2009 tentang
Narkotika Pasal 111 ayat (1) jo. Pasal 132, Pasal 133, Pasal 127. Dalam
Kasus ini Raffi
Ahmad disangka mengusai
14 butir narkotika
jenis metilon dan dua
linting ganja yang
ancaman pidananya 4 – 12
tahun penjara.
BNN menetapkan status RaffiAhmad
setelah diperiksa selama 5x24 jam dengan melibatkan pemeriksaan
laboratorium, keterangan saksi,
dan saksi ahli.
BNN juga menetapkan tujuh terperiksa
lainnya dalam kasus
ini sebagai tersangka.
Enam orang
lain ditetapkan menjadi tersangka
dengan dugaan melanggar Pasal 127, dengan
status pengguna. Selama
proses hukum, para
tersangka akan ditempatkan di
pusat rehabilitasi BNN, Lido,
Bogor (http://www.tempo.co/read/news/ 2013/02/01/064458462/ Raffi- AhmadDitetapkan-Jadi-Tersangka diakses
pada tanggal 12 April 2013 pukul 18.35 wib).
Kasus di
atas memunculkan perbedaan
pendapat antara pihak BNN
dan pihak penasehat hukum dari tersangka Raffi
Ahmad, terutama terkait
penetapan Raffi sebagai tersangka pengguna zat metilon. Apabila di
artikan secara tekstual kasus ini wajar
bila memunculkan perbedaan
pendapat karena memang
secara tersurat zat metilon
yang di konsumsi
Raffi belum diatur
di dalam Undang – Undang Nomor
35 Tahun 2009,
pendekatan secara tekstual
ini akan mempersempit cara
pandang terhadap maksuddari suatu undang-undang. Kita perlu melihat dalam sudut pandang secara
konseptual sebuah undang-undang agar apa yang
menjadi tujuan awal
peraturan tersebut dibentuk
dapat tercapai sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Uraian permasalahan di atas yang
melatar belakangi penulis untuk mencoba mendalami dan
menganalisi lebih jauh,
tentang penerapan asas
legalitas dalam kasus ini
agar nantinya dapat
memberikan jawaban bagaimanapenerapan asas legalitas dalam kasus
ini serta menjawab perbedaan pendapat yang terjadi, dalam sebuah penulisan
hukum (skripsi) yang
berjudul IMPLEMENTASI ASAS LEGALITAS TERHADAP
KASUS PENETAPAN RAFFI AHMAD SEBAGAI
TERSANGKA PENGGUNA ZAT
METILON OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
B. Rumusan Masalah.
Dalam suatu
penelitian diperlukan adanya
perumusan masalah untuk mengidentifikasi persoalan
yang diteliti sehingga
yang hendak dicapai
menjadi jelas, tegas, dan
terarah, serta tercapai
sasaran yang diharapkan.
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas maka peneliti mengambil suatu
rumusan masalah apakah penetapan
Raffi Ahmad sebagai
tersangka pengguna zat
metilon oleh Badan Narkotika
Nasional sesuai dengan asas legalitas?.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian diperlukan
karena terkait erat dengan perumusan masalah dan judul
dari penelitian itu
sendiri. Oleh karena
itu peneliti mempunyai
tujuan atau hal – hal yang
ingin dicapai melalui
penelitian ini. Tujuan tersebut berupa tujuan objektif dan tujuan subyektif.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :.
1. Tujuan Objektif.
a. Untuk mengkaji
dan mendeskripsikan apakah penetapan
Raffi Ahmad sebagai tersangka
pengguna zat metilon
oleh Badan Narkotika
Nasional sesuai dengan asas legalitas.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk memperdalam dan menambah
pengetahuan peneliti dibidang hukum pidana,
serta pemahaman aspek
hukum baik teori
maupun praktek dalam ranah hukum.
b. Untuk melengkapi
syarat akademis guna
memperoleh gelar sarjana
di bidang ilmu hukum
pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Untuk menerapkan
ilmu dan teori – teori
ilmu hukum yang
telah penulis dapatkan dalam
penelitian ini.
D. Manfaat Penelitian.
Salah satu
aspek penting dalam
kegiatan penelitian yang
tidak dapat diabaikan dalah
mengenai manfaat dari suatu penelitian yang dilakukan. Sebuah penelitian hukum
diharapkan dapat memberikan manfaat
yang berguna bagi perkembangan ilmu
hukum itu sendiri
maupun dapat diterapkan
dalam prakteknya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai masukan dan referensi bagi pihak – pihak yang
berkepentingan langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk memberi
masukan bagi semua
pihak terkait dengan
masalah yang diteliti, serta
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Guna mengembangkan penalaran
dan membentuk pola pikir yang dinamis serta
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang
diperoleh.
Skripsi Hukum: Implementasi Asas Legalitas Terhadap Kasus Penetapan Raffi Ahmad Sebagai Tersangka Pengguna Zat Metilon
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi