Kamis, 04 Desember 2014

Skripsi Hukum: Implementasi Asas Legalitas Terhadap Kasus Penetapan Raffi Ahmad Sebagai Tersangka Pengguna Zat Metilon

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
 Skripsi Hukum: Implementasi Asas Legalitas Terhadap Kasus Penetapan Raffi Ahmad Sebagai Tersangka Pengguna Zat Metilon
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi jus yang dalam bahasa Indonesia berarti “dimana ada masyarakat di situ ada hukumnya” (Joeni Arianto Kurniawan, 2008 : 1). Apabila kita ibaratkan dengan menggunakan sebuah analogi, bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan (struktur  sosial)  yang  bernama  masyarakat,  maka  selalu  akan  dibutuhkan  bahan yang  bersifat  sebagai  “semen  perekat”  atas  berbagai  komponen  pembentuk  dari masyarakat  itu,  dan  yang  bersifat  sebagai  “semen  perekat”  tersebut  adalah  apa yang disebut sebagai hukum itu sendiri.

Tujuan  adanya  hukum  adalah  untuk  menciptakan  suatu  keteraturan  dalam masyarakat. Untuk  menciptakan sebuah keteraturan dalam  masyarakat  itulah maka  dibentuk  suatu  tatanan hukum  sebagai  alat  pengatur,  dan  agar  hukum tersebut  dapat  memiliki  kekuatan  untuk  mengatur  maka  perlu  suatu  entitas lembaga  kekuasaan  yang  dapat  memaksakan  keberlakuan  hukum  tersebut sehingga dapat bersifat imperatif. Sebaliknya, adanya entitas kekuasaan ini perlu diatur  pula  dengan  hukum  untuk  menghindari  terjadinya  penindasan  melalui kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalahgunaan wewenang.
Sejalan  dengan  itu  menurut Undang - Undang Dasar  Negara  Republik Indonesia 1945 Pasal  1  ayat  (3)  yang  berbunyi “Negara Republik  Indonesia adalah  Negara  hukum”,  maka penegakkan  tertib  hukum  untuk mencapai  tujuan Negara Republik Indonesia yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah  suatu  kewajiban  yang  berlaku  secara menyeluruh.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut tidak jarang terjadi berbagai permasalahan yang  muncul  sebagai  konsekuensi  dalam  penerapan  aturan  hukum  tersebut.
Hukum  akan  selalu  berkembang  seiring  dengan  perkembangan  masyarakat,   karena  memang  salah  satu  sifat  dari  hukum  adalah  dinamis.Demikian  pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang dan semakin kompleks seiring dengan perkembangan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Ketika  terjadi  suatu  permasalahan  dalam  masyarakat  tersebut,  baik permasalahan  individu  satu  dengan  individu  yang  lain  (hukum  privat)  ataupun antara  individu  dan  Negara  (hukum  publik),  disinilah  peran  hukum  diperlukan untuk memberikan suatu keteraturan dan keadilan masyarakat. Berbicara masalah keadilan,  maka  hal  tersebut  akan  menggiring  pikiran  kita  dalam  sebuah  ruang tempat  mencari  keadilan  yang  biasa  kita  sebut  sebagai  pengadilan.  Pengadilan adalah tempat untuk menentukan mana yang salah dan mana yang benar menurut hukum.  Pihak benar  akan  mendapat  penghargaan  karena  telah  bersikap  tindak sesuai  dengan  hukum,  dan  begitu  pula  sebaliknya  yang  salah  akan  memperoleh ganjaran  (sanksi  atau  hukuman)  karena  tidak  sesuai   (melanggar)  hukum (Antonius Cahyadi, 2009: 289).
Tindak  pidana  dalam  hukum  pidana  merupakan  perumusan  dari  hukum pidana  yang  memuat  ancaman pidana  atas  pelanggaran  norma – norma  hukum yang  ada  di  bidang  hukum  lain,  yaitu  hukum  perdata,  hukum  tata  Negara,  dan hukum  tata  usaha  Negara.  Maka  adanya  hukum  pidana  dengan  tindak – tindak pidana yang dirumuskan di dalamnya itu, bersumber pada pelanggaran hukum di bidang – bidang lain tadi. Jadi, dengan sendirinya dalam tiap tindak pidana harus ada  sifat  melanggar  hukum  atau onrechmatigheid (Wirjono  Pradjodikoro, 2008: 59).
Menurut Sudarto  dalam  buku  tulisan  Muladi  dan  Barda  Nawawi,  yang dimaksud  dengan  pidana  adalah  penderitaan  yang  sengaja  dibebankan  kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat – syarat tertentu. Pidana mengandung unsur – unsur atau ciri – ciri sebagai berikut : 1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat – akibat lain tidak menyenangkan; 2. Pidana  itu  diberikan  dengan  sengaja  oleh  orang  atau  badan  yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);   3. Pidana  itu  dikenakan  kepada  seseorang  yang  telah  melakukan  tindak pidana menurut Undang – Undang (Muladi dan barda Nawawi, 1998: 2-4).
Untuk menjalankan semua aturan hukum tersebut para penegak hukum tidak dapat mengesampingkan asas – asas hukum yang ada dan berlaku dalam hukum pidana  itu  sendiri.  Salah  satunya  dapat  kita  lihat  jika  kita  membahas  mengenai, luas ruang lingkup hukum pidana menurut waktunya, maka kita akan dihadapkan dengan kententuan yang ada dalam KUHP Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: “tiada suatu  perbuatandapat  dipidana,  kecuali  atas  kekuatan  aturan  pidana  dalam perundang – undangan  yang  telah  ada,  sebelum  perbuatan  dilakukan.” (http://www.kejaksaan.go.id/pusdiklat/asas-asas-hukum-pidana/  diakses  pada tanggal 05/09/2013 pukul 20.05 WIB). Ketentuan tersebut lebih kita kenal dengan asas  legalitas.  Dalam  bahasa  latin  asas  legalitas  tersebut  berbunyi  : Nullum delictum, nulla puna sine praevia lege punali yang artinya adalah tiada kejahatan, tiada  hukuman  pidana  tanpa  undang – undang  hukum  pidana  terlebih  dahulu.
Menurut Moeljatno asas legalitas itu mengandung tiga pengertian yaitu: 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu  terlebih  dahulu  belum  dinyatakan  dalam  suatu  aturan  Undang – Undang; 2. Untuk  menentukan  adanya  perbuatan  pidana  tidak  boleh  digunakan analogi (kiyas); 3. Aturan – aturan pidana tidak boleh berlaku surut(Moeljatno, 2002: 25).
Menurut  Cleiren  &  Nijboer  sebagaimana  dikutip  Andi  Hamzah  dalam bukunya, asas legalitas berarti tidak ada kejahatan tanpa undang – undang, tidak ada  pidana  tanpa  undang – undang.  Hanya  undang – undang  yang  menentukan apa yang dapat di pidana, hanya undang – undang yang menentukan pidana mana dan  dalam  keadaan  apa  pidana  dapat  diterapkan.  Tidak  seorang  pun  dapat dipidana  berdasarkan  hukum  kebiasaan.  Hukum  kebiasaan  tidak  menciptakan pidana (strafbaarheid) (Andi  Hamzah,  2010:  40-41).  Sebagai  konsekuensi  dari asas legalitas ini maka seorang Hakim diperbolehkan untuk melakukan penafsiran atas suatu undang – undang, untuk menentukan apakah suatu perbuatan termasuk dalam  suatu  tindak  pidana  atau  bukan  merupakan  tindak  pidana,  dan   ancamanpidana  apa  yang  pantas  untuk  diberikan  sepanjang  penafsiran  tersebut bukan penafsiran secara analogi.
Kasus yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah sebuah kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dimana kasus posisi yang terjadi berawal dari Badan  Narkotika  Nasional  atau  lebih  dikenal  dengan  BNN  menetapkan  Raffi Ahmad  sebagai  salah  satu  tersangka  pengguna  narkotika  setelah  penggerebekan yang dilakukan oleh BNN di sebuah rumah daerah Lebak bulus, Jakarta Selatan pada  hari  Minggu,  27  Januari  2013.  Berdasarkan  informasi  dari  Humas  BNN Sumirat  Dwijayanto  dalam  sebuah  konferensi  pers  resmi  yang  dilakukan  oleh pidak  BNN,  tersangka  Raffi  Ahmad  dijerat  dengan  Undang-Undang  Nomor  3Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111 ayat (1) jo. Pasal 132, Pasal 133, Pasal 127.  Dalam  Kasus  ini  Raffi  Ahmad  disangka  mengusai  14  butir  narkotika  jenis metilon  dan  dua  linting  ganja  yang  ancaman  pidananya  4 – 12  tahun  penjara.
BNN menetapkan status RaffiAhmad setelah diperiksa selama 5x24 jam dengan melibatkan  pemeriksaan  laboratorium,  keterangan  saksi,  dan  saksi  ahli.  BNN juga menetapkan  tujuh  terperiksa  lainnya  dalam  kasus  ini  sebagai  tersangka.
Enam  orang  lain  ditetapkan menjadi  tersangka  dengan  dugaan  melanggar Pasal 127,  dengan  status  pengguna.  Selama  proses  hukum,  para  tersangka akan ditempatkan di  pusat  rehabilitasi  BNN, Lido,  Bogor (http://www.tempo.co/read/news/ 2013/02/01/064458462/  Raffi- AhmadDitetapkan-Jadi-Tersangka diakses pada tanggal 12 April 2013 pukul 18.35 wib).
Kasus  di  atas  memunculkan  perbedaan  pendapat antara  pihak  BNN  dan pihak penasehat  hukum  dari  tersangka  Raffi  Ahmad,  terutama  terkait  penetapan Raffi sebagai tersangka pengguna zat metilon. Apabila di artikan secara tekstual kasus  ini  wajar  bila  memunculkan  perbedaan  pendapat  karena  memang  secara tersurat  zat  metilon  yang  di  konsumsi  Raffi  belum  diatur  di  dalam  Undang – Undang  Nomor  35  Tahun  2009,  pendekatan  secara  tekstual  ini  akan mempersempit  cara  pandang terhadap maksuddari suatu undang-undang.  Kita perlu melihat dalam sudut pandang secara konseptual sebuah undang-undang agar   apa  yang  menjadi  tujuan  awal  peraturan  tersebut  dibentuk  dapat  tercapai  sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Uraian permasalahan di atas yang melatar belakangi penulis untuk mencoba mendalami  dan  menganalisi  lebih  jauh,  tentang  penerapan  asas  legalitas  dalam kasus  ini  agar  nantinya  dapat  memberikan  jawaban  bagaimanapenerapan asas legalitas dalam kasus ini serta menjawab perbedaan pendapat yang terjadi, dalam sebuah  penulisan  hukum  (skripsi)  yang  berjudul IMPLEMENTASI  ASAS LEGALITAS  TERHADAP  KASUS  PENETAPAN RAFFI  AHMAD SEBAGAI  TERSANGKA  PENGGUNA  ZAT  METILON  OLEH  BADAN NARKOTIKA NASIONAL.
B. Rumusan Masalah.
Dalam  suatu  penelitian  diperlukan  adanya  perumusan  masalah  untuk mengidentifikasi  persoalan  yang  diteliti  sehingga  yang  hendak  dicapai  menjadi jelas,  tegas,  dan  terarah,  serta  tercapai  sasaran  yang  diharapkan.  Berdasarkan uraian  latar  belakang  diatas  maka  peneliti mengambil  suatu  rumusan  masalah apakah  penetapan  Raffi  Ahmad  sebagai  tersangka  pengguna  zat  metilon  oleh Badan Narkotika Nasional sesuai dengan asas legalitas?.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian diperlukan karena terkait erat dengan perumusan masalah dan  judul  dari  penelitian  itu  sendiri.  Oleh  karena  itu  peneliti  mempunyai  tujuan atau  hal – hal  yang  ingin  dicapai  melalui  penelitian  ini.  Tujuan tersebut  berupa tujuan objektif dan tujuan subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :.
1. Tujuan Objektif.
a. Untuk  mengkaji  dan  mendeskripsikan apakah  penetapan  Raffi  Ahmad sebagai  tersangka  pengguna  zat  metilon  oleh  Badan  Narkotika  Nasional sesuai dengan asas legalitas.
  2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk memperdalam dan menambah pengetahuan peneliti dibidang hukum pidana,  serta  pemahaman  aspek  hukum  baik  teori  maupun  praktek  dalam ranah hukum.
b. Untuk  melengkapi  syarat  akademis  guna  memperoleh  gelar  sarjana  di bidang  ilmu  hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas  Maret Surakarta.
c. Untuk  menerapkan  ilmu  dan  teori – teori  ilmu  hukum  yang  telah  penulis dapatkan dalam penelitian ini.
D. Manfaat Penelitian.
Salah  satu  aspek  penting  dalam  kegiatan  penelitian  yang  tidak  dapat diabaikan dalah mengenai manfaat dari suatu penelitian yang dilakukan. Sebuah penelitian  hukum  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  yang  berguna  bagi perkembangan  ilmu  hukum  itu  sendiri  maupun  dapat  diterapkan  dalam prakteknya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan dan referensi bagi pihak – pihak yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk  memberi  masukan  bagi  semua  pihak  terkait  dengan  masalah  yang diteliti, serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir  yang dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh.

   Skripsi Hukum: Implementasi Asas Legalitas Terhadap Kasus Penetapan Raffi Ahmad Sebagai Tersangka Pengguna Zat Metilon

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi